Indonesia Potensial Jadi Pemain Global Industri Halal
Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia mempunyai potensi besar menjadi pemain global di industri halal dunia.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia dinilai memiliki potensi besar menjadi pemain global di industri halal. Namun, para pemangku dan seluruh elemen masyarakat perlu terlibat dalam usaha mendorong dan mengembangkan industri halal nasional.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Rosmaya Hadi menyatakan, selain berpeluang menghasilkan produk-produk untuk pasar dunia, geliat industri halal dan ekonomi syariah di dalam negeri bisa menjadi motor penggerak baru untuk pemulihan ekonomi. ”Harapannya, kita tidak hanya menjadi pasar industri halal dunia, tetapi juga menjadi produsen,” ujarnya dalam Festival Ekonomi Syariah Regional Sumatera 2021 yang digelar secara virtual, Selasa (10/8/2021).
Rosmaya menambahkan, ada lima sektor yang termasuk di dalam industri halal, yaitu pertanian, makanan dan minuman halal, busana muslim, pariwisata halal, dan energi baru terbarukan. Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan kelima sektor tersebut.
Terkait pengembangan industri halal di dalam negeri, sampai triwulan II-2021, kata Rosmaya, Bank Indonesia sudah membina dan meningkatkan kapasitas usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di 498 pondok pesantren. Usaha yang dikembangkan para binaan antara lain pengolahan air minum, daur ulang sampah, pertanian hidroponik, peternakan, dan pengembangan produksi listrik tenaga surya.
Selain itu, Bank Indonesia juga terlibat dalam pembinaan dan pengembangan kapasitas UMKM yang tergabung dalam Industri Kreatif Syariah Indonesia (IKRA). Sampai triwulan II-2021, ada 505 unit usaha dari seluruh wilayah di Indonesia yang tergabung di dalam IKRA, antara lain terdiri dari 71 unit usaha usaha makanan olahan dan 58 unit usaha busana muslim.
Sejumlah usaha menggerakkan industri halal beberapa tahun terakhir dinilai berhasil. Mengutip laporan The State of Global Islamic Economy (SGIE) Report, peringkat kinerja ekonomi syariah di antara negara-negara OIC juga terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020, Indonesia menduduki peringkat ke-4 dari 57 negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI). Peringkat itu naik dibandingkan dengan tahun 2019 yang berada di peringkat ke-5, atau tahun 2018 yang berada di peringkat ke-10.
Dalam Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia 2020 yang dirilis Bank Indonesia, kontribusi rantai nilai halal atau halal value chainn (HVC) terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) terus tumbuh. Pada 2016, kontribusinya 24,30 persen, lalu naik menjadi 24,49 persen pada 2017, kemudian 24,61 persen (2018), 24,77 persen (2019), dan 24,86 persen pada tahun 2020.
”Pengembangan industri halal ini juga bisa menjadi motor penggerak baru pemulihan ekonomi,” ujar Rosmaya.
Wakaf
Pada kesempatan yang sama, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa’adi sepakat bahwa pengembangan ekonomi dan keuangan syariah bisa menjadi motor penggerak kemaslahatan umat dan mendorong pemulihan ekonomi.
Sa’adi juga menekankan pentingnya wakaf sebagai salah satu instrumen keuangan syariah yang mempunyai potensi besar bagi pembangunan ekonomi. Menurut dia, hal ini ditunjukkan dengan menjadikan wakaf dan ekonomi syariah sebagai salah satu isu prioritas di Kementerian Agama.
”Indonesia mempunyai potensi wakaf dan ekonomi syariah yang besar, dan keduanya merupakan fondasi ketahanan umat, ketahanan bangsa yang harus kita kembangkan,” ujarnya.
Senada dengan Sa’adi, Gubernur Riau Syamsuar mengatakan, instrumen keuangan syariah bisa menjadi sumber dana pembangunan ekonomi umat untuk kesejahteraan masyarakat. Pihaknya menggelar kegiatan Riau Berwakaf bekerja sama dengan Bank Indonesia pada 3 Agutus 2021. Hasilnya terkumpul Rp 614,9 miliar dari 5.146 wakif atau pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.