Pertumbuhan Industri Manufaktur Belum Ideal dan Merata
Jika dibandingkan dengan kondisi pra-pandemi, kinerja industri pengolahan pada triwulan II tahun ini masih jauh dari ideal. Pemberian stimulus yang tepat dibutuhkan sebagai bantalan bagi industri selama pengetatan PPKM.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Jakarta, Kompas -- Meski menyumbang kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan II tahun 2021, pertumbuhan industri manufaktur belum ideal dan merata. Bantalan stimulus perlu dijaga, khususnya bagi sektor yang masih mengalami kontraksi serta industri skala kecil menengah yang tidak bisa beroperasi selama pengetatan PPKM.
Kepala Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, jika dikomparasikan dengan kondisi pada triwulan II tahun 2020 (year-on-year) yang merupakan puncak kontraksi terdalam, pertumbuhan industri pengolahan pada triwulan II-2021 ini memang pasti melejit.
Namun, jika dibandingkan dengan kondisi pra-pandemi pada tahun 2018-2019, kondisi beberapa sektor di triwulan II-2021 masih jauh dari kondisi ideal.
“Ada beberapa subsektor yang jika dibandingkan dengan kondisi pra-pandemi, ternyata kontraksinya masih double digit, tetapi kalau dibandingkan dengan tahun lalu, hanya single digit. Ini menunjukkan kondisi masih jauh dari ideal, sehingga perlu jadi perhatian,” katanya saat dihubungi, Minggu (8/8/2021).
Contohnya, industri mesin dan perlengkapannya yang mampu tumbuh 16,35 persen secara tahunan pada triwulan II-2021, ternyata masih terkontraksi minus 1,30 persen jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan pada triwulan II tahun 2018-2019.
Demikian juga industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, yang tumbuh 3,26 persen triwulan II-2021 ini, tetapi terkontraksi minus 8,7 persen jika dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan triwulan II 2018-2019.
Di sisi lain, pertumbuhan industri pengolahan juga belum merata. Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, hampir semua subsektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan positif secara tahunan pada triwulan II-2021, kecuali industri tekstil dan pakaian jadi yang masih terkontraksi minus 4,54 persen dan industri pengolahan tembakau yang minus 1,07 persen.
Jika dibandingkan kondisi pra-pandemi pada periode 2018-2019, kontraksi pertumbuhan yang dialami kedua sektor ini bahkan lebih dalam. Industri tekstil dan pakaian masih terkontraksi 10,45 persen jika dikomparasi dengan kondisi pra-pandemi. Sementara, industri pengolahan tembakau terkontraksi minus 11,49 persen.
“Kedua sektor ini memiliki kontribusi yang tinggi terhadap pertumbuhan kinerja industri pengolahan secara keseluruhan. Kondisinya yang masih minus menunjukkan kalau industri pengolahan belum benar-benar membaik,” kata Andry.
Memasuki triwulan III-2021, kondisi lebih sulit diprediksi. Pengetatan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang berlangsung dari Juli sampai awal Agustus ini akan kembali menekan industri, khususnya sektor-sektor yang belum berkesempatan pulih di momentum low base effect pada triwulan II-2021 lalu.
Oleh karena itu, bantalan stimulus terhadap industri tetap perlu dijaga untuk sektor yang terdampak, khususnya industri berskala kecil-menengah (IKM) tertentu yang tidak berorientasi ekspor dan tidak bisa beroperasi selama PPKM.
“Industri perlu keringanan di luar insentif perpajakan. Misalnya, kompensasi pembayaran listrik, atau bantuan subsidi upah dengan mekanisme lebih kreatif agar bisa ditanggung langsung oleh pemerintah. Intinya, kalau bisa mengurangi biaya yang harus ditanggung perusahaan, itu akan lebih baik,” kata Andry.
Stimulus tidak tepat
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman mengatakan, selama ini, industri tekstil dan pakaian jadi tidak mendapat stimulus yang tepat, sehingga ketika terjadi disrupsi akibat pengetatan PPKM, industri kesulitan bertahan.
Contohnya, stimulus diskon listrik minimal 40 jam, yang kurang berdampak bagi pabrik tekstil di tengah PPKM. Dengan pembatasan aktivitas di pabrik, umumnya industri di wilayah PPKM level 4 hanya bisa beroperasi selama delapan jam (satu sif). “Tidak ada yang bekerja sampai 40 jam lagi. Jadi, sebagian besar tidak terlalu merasakan diskon listrik itu,” kata Rizal.
Sementara, selama ini, industri tekstil sudah mengalami penurunan permintaan baik secara global maupun domestik. IKM khususnya sulit bersaing dengan produk impor di pasar. Sehingga, momentum pertumbuhan yang dirasakan sektor lain, tidak dirasakan sektor tekstil.
“Berbeda dengan otomotif yang langsung mendapat diskon pajak (PPnBM) dan langsung melejit penjualannya, kami memang dari awal tidak banyak mendapat stimulus yang tepat,” kata Rizal.
IKM tekstil lebih terdampak karena tidak bisa beroperasi selama pengetatan PPKM. “Mau bagaimana lagi, kalau bukan sektor esensial, tidak berorientasi ekspor, harus tutup. Beberapa mencoba sembunyi-sembunyi, tetapi kalau ketahuan Satgas, langsung ditutup,” katanya.
Oleh karena, itu pemberian stimulus yang tepat dibutuhkan. Rizal sebenarnya berharap industri tekstil bisa diberi kelonggaran beroperasi selama PPKM. Namun, jika itu tidak bisa ditempuh, ia berharap stimulus yang diberikan bagi sektor tekstil bisa lebih tepat guna.
“Paling mudah itu stimulus biaya listrik, relaksasi perbankan, dan juga bantuan subsidi upah yang bisa langsung meringankan beban arus kas perusahaan,” ujar Rizal.
Sebelum ini, pemerintah meyakini industri manufaktur akan tetap bertahan meski di tengah pengetatan PPKM. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita memprediksi, industri pengolahan tetap tumbuh positif pada triwulan III-2021 di kisaran 4-5 persen, dan pada triwulan IV-2021 di kisaran 5-6 persen.
Agus meyakini, kinerja industri akan tetap kuat dengan implementasi sistem izin operasional dan mobilitas kegiatan industri (IOMKI), yang masih memungkinkan industri tertentu beroperasi meski di tengah pengetatan PPKM. “Resiliensi industri manufaktur dalam negeri tidak perlu dikhawatirkan. Kita tinggal menunggu vaksinasi pekerja yang lebih gencar agar industri bisa kembali menjalankan produksi secara normal,” katanya. (Kompas, 6/8/2021).