Metode Pembayaran Digital Semakin Luas Penggunanya
Pemakaian metode pembayaran digital bukan hanya digunakan saat bertransaksi barang/jasa secara elektronik, melainkan juga semakin marak digunakan pada transaksi luring.
JAKARTA, KOMPAS - Metode pembayaran digital semakin diminati oleh konsumen, baik saat bertransaksi barang/jasa di gerai luring maupun daring. Fenomena perubahan perilaku ini semakin diperkuat oleh pembatasan sosial karena pandemi Covid-19.
"Konsumen menuntut pengalaman pembayaran barang/jasa yang mulus. Dengan kata lain, kalau mereka berbelanja di gerai luring, mereka mau metode pembayaran digital sama berkualitasnya dengan saat mereka belanja di gerai daring," ujar Co-Founder dan Chief Operating Officer PT Satu Nusa Inti Artha (DOKU) Nabilah Alsagoff, Kamis (5/8/2021), di Jakarta.
Sejumlah jenama barang/jasa besar telah mengadopsi layanan pembayaran digital. Situasi ini mau tidak mau harus diikuti oleh jenama yang masih berskala usaha kecil dan menengah agar mereka tetap berdaya saing.
Pengusaha pada dua skala bisnis tersebut akhirnya menuntut lembaga penyedia jasa pembayaran untuk mempunyai solusi bayar-membayar yang integratif. Solusi yang menampung dana hasil pembayaran transaksi barang/jasa secara digital, cek dana keluar-masuk, dan pelaporan.
Pada kesempatan yang sama, Nabilah menjelaskan DOKU telah memperoleh suntikan investasi 32 juta dollar AS dari Apis Growth Fund II, bagian dari perusahaan aset manajer Apis Partners LPP Inggris. DOKU saat ini memiliki tiga solusi yang terdiri dari gerbang pembayaran, jasa transfer, dan dompet elektronik. Solusi-solusi jasa pembayaran ini didesain untuk bisa menjawab kebutuhan atas fenomena yang sekarang berkembang.
Bagi jenama barang/jasa berskala usaha kecil dan menengah, DOKU memiliki solusi gerbang pembayaran Jokul Link. Dengan solusi ini, jenama cukup memberikan link pembayaran digital yang bisa diklik oleh pelanggan. Link bersangkutan akan menghubungkan pelanggan ke aneka jenis metode pembayaran digital, antara lain transfer bank, uang elektronik, dan debit langsung dari kartu debit.
Sebelumnya, beberapa tahun lalu, inovasi serupa pernah dikeluarkan oleh DOKU dengan nama produk Paybuddy. Sasaran utamanya pun sama yakni jenama barang/jasa berskala usaha kecil dan menengah.
Sebelumnya, beberapa tahun lalu, inovasi serupa pernah dikeluarkan oleh DOKU dengan nama produk Paybuddy. Sasaran utamanya pun sama yakni jenama barang/jasa berskala usaha kecil dan menengah.
Solusi gerbang pembayaran berupa link menjanjikan kemudahan pendaftaran, kecepatan, dan efisiensi. Apalagi, saat ini berbelanja barang/jasa melalui media sosial (social commerce) tetap diminati konsumen meskipun sudah ada platform e-dagang.
"Pemilik gerai barang/jasa luring, dengan kondisi pembatasan sosial karena pandemi Covid-19, mau tidak mau harus terjun ke daring. Ini bukan hanya mereka menyediakan sarana pembayaran digital, tetapi juga pemasaran, seperti pakai media sosial. Dengan demikian, mereka bisa tetap melayani pelanggan lama yang mulai beralih ke daring," kata Nabilah.
Chief Marketing Officer DOKU Himelda Renuat mengatakan, DOKU berdiri sejak tahun 2007. Ada beberapa mitra jenama DOKU yang terdampak pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 sehingga transaksi memakai metode pembayaran digital anjlok. Misalnya, jenama agen perjalanan wisata. Namun, ada pula mitra jenama yang tetap punya transaksi tinggi selama pandemi, seperti sektor gim digital, e-dagang, dan perbaikan kendaraan dari rumah.
"Sepanjang tahun 2020, kami memproses 47 juta transaksi dengan total nilai yang diproses mencapai 2,9 miliar dollar AS," kata Himelda.
Memperluas solusi
Secara terpisah, Direktur Utama LinkAja Haryati Lawidjaja menceritakan, selama pandemi Covid-19, LinkAja terus memperluas solusi metode pembayaran digital berbasis syariah. Sebab, permintaan pembayaran digital dengan cara seperti itu juga berkembang.
Baru-baru ini LinkAja menjalin kerja sama dengan BTN Syariah. Tujuannya agar dompet elektronik LinkAja Syariah bisa memenuhi permintaan metode pembayaran digital untuk transaksi cicilan kredit perumahan, donasi masjid, pembayaran sekolah dan pesantren, wakaf, sukuk, dan bantuan sosial.
Sementara itu, CEO DANA Vince Iswara, secara terpisah, menyebutkan, volume pembayaran digital melalui DANA naik 91 persen pada Mei 2021 dibanding 2020. Kenaikan itu didominasi oleh hasil pembayaran digital barang/jasa di platform e-dagang. Lalu, sisanya berasal dari transaksi barang/jasa mitra jenama berskala usaha kecil menengah di luring.
"Selama masa pandemi Covid-19, DANA memiliki program Pendataan Warung, sebagai bagian dari gerakan #BelanjadiWarungTetangga. Kami juga bekerja sama dengan BGR Logistics dengan menghadirkan Miniservice Warung Pangan untuk mendorong agar warung melek digital sehingga tetap bisa bertahan selama pandemi Covid-19," kata dia.
Baca juga : Kenaikan Transaksi Dompet Elektronik Belum Merata
Pasca krisis
Partner Bain & Company Praneeth Yendamuri yang ikut menyusun laporan How Covid-19 is Changing Southeast Asia's Consumers mengatakan, 47 persen dari 8.600 responden di enam negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, menurunkan pembelian luring dan 30 persen meningkatkan pengeluaran atas transaksi daring mereka selama pandemi Covid-19 tahun 2020.
Setelah beralih ke transaksi daring, banyak warga yang sekarang mengantisipasi bahwa mereka akan terus mengandalkan layanan perdagangan secara elektronik atau e-dagang setelah krisis pandemi Covid-19 berakhir. Sekitar 83 persen dari mereka yang berbelanja daring mengatakan akan melanjutkan peningkatan kebiasaan berbelanja seperti itu pasca pembatasan sosial dicabut.
Sekitar 83 persen dari mereka yang berbelanja daring mengatakan akan melanjutkan peningkatan kebiasaan berbelanja seperti itu pasca pembatasan sosial dicabut.
Pandemi Covid-19 juga telah membuka lebih banyak pilihan bagi konsumen di Asia Tenggara untuk mengakses aneka layanan digital. Sebanyak 28 persen responden mengaku telah semakin berani mencoba aplikasi e-dagang baru dan 27 persen bereksperimen memakai aplikasi pembayaran digital.
Berdasarkan laporan tahunan Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) 2019/2020, hingga triwulan II-2020 jumlah perusahaan rintisan bidang teknologi finansial yang jadi anggota asosiasi mencapai 362. Jumlah ini terdiri dari perusahaan berlatar layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (44 persen), inovasi keuangan digital (24 persen), pembayaran digital (17 persen), dan urun dana (1 persen).
Dari sisi layanan pembayaran digital, laporan itu menyebutkan adopsi uang elektronik terus meningkat. Nilai transaksi akumulatif uang elektronik naik dari Rp 47 triliun pada 2018 menjadi Rp 145 triliun pada 2019. Selama Januari - Juni 2020, nilai transaksi akumulatif uang elektronik telah mencapai Rp 93 triliun.
Jumlah instrumen uang elektronik naik 59 persen atau menjadi 292 juta pada akhir tahun 2019. Laporan Tahunan Aftech 2019/2020 menyebut tren instrumen uang elektronik terus meningkat pada masa depan, sebab per April 2020 jumlahnya telah mencapai 412 juta.
Baca juga : Kolaborasi Percepat Digitalisasi Sistem Pembayaran Indonesia