Dampak Kenaikan Harga Batubara pada Pengembangan EBT Terhadang Regulasi
Jika Indonesia ingin menuju dekarbonisasi, jangan ada subsidi untuk energi fosil. PLN membutuhkan opsi-opsi pembangkit listrik yang sesuai dengan prinsip-prinsip dekarbonisasi dengan ”level of playing field” yang setara.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muara Karang, Jakarta, Senin (7/6/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Harga batubara acuan sepanjang Agustus 2021 yang ditetapkan pemerintah kembali mencetak rekor tertinggi, yakni 130,99 dollar AS per ton. Tren kenaikan harga batubara tersebut berpeluang mendorong pengembangan energi baru terbarukan atau EBT di Indonesia. Namun, kebijakan pemerintah mengenai kewajiban pemenuhan pasar domestik atau DMO kebutuhan batubara menghambat hal itu.
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, meningkatnya harga batubara di pasar internasional sebenarnya dapat mendorong pengembangan EBT. Di Indonesia, batubara menjadi energi primer sejumlah pembangkit listrik. ”Dari struktur biaya pembangkit listrik, sekitar 40 persennya bergantung dari harga energi primer,” ujarnya saat dihubungi, Jumat (6/8/2021).
Namun, kenaikan harga itu tidak berdampak signifikan pada pengembangan EBT karena adanya aturan DMO yang melindungi nilai dan pasokan batubara untuk pembangkit listrik. Akibat regulasi itu, kenaikan harga batubara di pasar global tidak serta-merta memengaruhi nilai keekonomian listrik yang dihasilkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI
Potret PLTU Indramayu di Desa Sumuradem, Kecamatan Patrol, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Senin (2/3/2020).
Kebijakan DMO itu diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 255 K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2021. Regulasi ini menetapkan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik dalam rangka kepentingan umum senilai 70 dollar AS per ton.
Dengan demikian, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN membeli batubara dari pemasok untuk PLTU dengan harga 70 dollar AS per ton meskipun harga internasional bergerak di atas 100 dollar AS per ton. Fabby memperkirakan, tanpa aturan DMO, harga listrik dari pembangkit berbasis batubara berkisar 10-11 sen per kilowatt jam.
Menurut dia, aturan DMO membuat seolah-olah harga listrik yang dihasilkan PLTU cenderung lebih murah. Apabila PLN membeli batubara dengan harga pasar, listrik yang dihasilkan berpotensi sulit bersaing dengan EBT. Selain itu, regulasi DMO turut menggerus potensi penerimaan negara dari ekspor batubara.
Oleh sebab itu, dia menyarankan pemerintah meninjau ulang kebijakan harga energi beserta strukturnya, termasuk yang berkaitan dengan DMO, hingga tarif listrik di tingkat masyarakat. ”Jika Indonesia ingin menuju dekarbonisasi, jangan ada subsidi untuk energi fosil. PLN juga membutuhkan opsi-opsi pembangkit listrik yang sesuai dengan prinsip-prinsip dekarbonisasi dengan level of playing field antarenergi yang setara,” katanya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Aktivis lingkungan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta menggelar aksi di depan Gedung Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral di Jakarta, Jumat (11/12/2020).
Pada bulan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan harga batubara acuan 115,35 dollar AS per ton. Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi memaparkan, melambungnya harga batubara dunia disebabkan oleh musim hujan ekstrem di China yang mengganggu kegiatan produksi dan transportasi batubara di China. Padahal, kebutuhan batubara China meningkat untuk pembangkit listrik hinga melampaui kapasitas pasokan domestik.
Selain itu, permintaan Jepang dan Korea Selatan turut mengerek harga batubara di tingkat global. Harga batubara acuan yang ditetapkan Kementerian ESDM merupakan nilai tertinggi sejak Februari 2011 yang sebesar 127,05 dollar AS per ton.
Harga batubara acuan diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platt’s 5900 pada bulan sebelumnya dengan kualitas yang disetarakan. Acuan tersebut digunakan untuk penentuan harga batubara pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut.