Guna mewujudkan visi menjadi negara maju pada tahun 2045, Indonesia perlu mengubah paradigma pembangunan dari yang berbasis kekayaan sumber daya alam menjadi fokus peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dinilai perlu memfokuskan pembangunan sumber daya manusia guna mengejar target menjadi negara maju, berpendapatan tinggi, dan keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah pada tahun 2045. Kualitas sumber daya manusia menjadi kunci menciptakan inovasi yang bisa digunakan untuk merevitalisasi industri manufaktur dan menciptakan nilai tambah kekayaan sumber daya alam Indonesia.
Hal itu bisa mendorong kesejahteraan dan kemakmuran Indonesia secara luas dan merata. Demikian salah satu benang merah webinar bertajuk ”Perubahan Paradigma dalam Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045” yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia dalam rangkaian acara ”50 Tahun Nalar Ajar Terusan Budi: CSIS dan Transformasi Ekonomi Menuju Indonesia 2045”, Rabu (4/8/2021).
Hadir memberikan kata sambutan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sementara Menteri Riset dan Teknologi 2019-2021 Bambang Brodjonegoro, Deputi Ekonomi Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amalia Adininggar, Ketua Dewan Direksi CSIS Indonesia Djisman Simandjuntak, dan ekonom senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia hadir sebagai pemateri.
Dalam Visi Indonesia 2045 yang disusun Bappenas disebutkan, setelah seratus tahun merdeka atau pada tahun 2045, Indonesia akan menjadi negara maju sebagai kekuatan ekonomi nomor lima di dunia dengan kualitas manusia yang unggul menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam visi tersebut ditargetkan bahwa Indonesia akan keluar dari perangkap pendapatan menengah (middle income trap) pada tahun 2035 dan termasuk negara yang berpendapatan tinggi tahun 2045. Upaya mencapainya ditempuh melalui pilar pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi berkelanjutan, pemerataan pembangunan, dan pemantapan ketahanan nasional dan tata kelola pemerintahan.
Guna mencapai sejumlah tujuan itu, Indonesia dinilai perlu menggapai rata-rata pertumbuhan sebesar 5,7 persen per tahun pada kurun 2015-2045 untuk produk domestik bruto (PDB) riil dan 5,0 persen PDB riil per kapita. Namun, dokumen visi tersebut disusun sebelum pandemi Covid-19 yang menyebabkan kontraksi ekonomi tahun 2020.
Menurut Bambang Brodjonegoro, Indonesia perlu melakukan transformasi ekonomi dari berbasis kekayaan sumber daya alam menjadi fokus pembangunan sumber daya manusia sehingga menghasilkan banyak inovasi. Apalagi pada tahun 2045 Indonesia akan mengalami bonus demografi dengan jumlah usia produktif yang berlimpah.
”Kekayaan alam ini bisa habis dan ini hanya berpengaruh untuk jangka pendek. Sedangkan pengembangan sumber daya manusia ini bisa menciptakan inovasi agar tidak lagi mengekspor kekayaan alam, tapi mengolahnya dan memberi nilai tambah bagi dunia dan kemakmuran negara,” ujar Bambang yang juga Menteri Bappenas 2016-2019.
Ia menjelaskan, perubahan paradigma itu sebetulnya sudah dan terus dilakukan Indonesia. Pada tahun 1980-an, misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang dari kekayaan sumber daya alam seperti minyak dan gas bumi. Namun, pada tahun 1990-an, pertumbuhan mulai ditopang oleh sektor manufaktur.
”Ini adalah kisah sukses kita di masa lalu melakukan transformasi ekonomi. Nah, dalam kondisi hari ini, kita harus mendefinisikan paradigma seperti apa yang ingin menjadi fokus untuk menuju visi Indonesia negara maju,” ujar Bambang.
Senada dengan Bambang, Amalia menjelaskan, transformasi paradigma ekonomi menjadi kunci penting. Berdasarkan riset perbandingan PDB per kapita tiap negara yang dilakukan Bappenas, Indonesia bisa meniru Korea Selatan. Negara itu perlu 19 tahun berkutat menjadi negara lower middle income dan 14 tahun berkutat menjadi upper middle income sebelum menjadi negara high income mulai tahun 1995 hingga saat ini.
Amalia menjelaskan, Korea Selatan menggenjot industrialisasi manufaktur dengan penguatan sumber daya manusia. Pada periode 1962-1981, Korea Selatan fokus investasi pada pengembangan infrastruktur dan pendidikan. Hasilnya, mereka mengekspor produk-produk berbasis teknologi tinggi. Rata-rata pertumbuhan ekonomi mereka sebesar 9,4 persen dalam 17 tahun.
”Semakin berkualitas sumber daya manusia, maka (negara semakin) bisa menghasilkan dorongan manufaktur, dan menghadirkan inovasi teknologi tinggi sehingga tak perlu bergantung pada kekayaan alam terus-menerus,” ujar Amalia.
Sementara itu, laporan ”World Bank Country Classifications by Income Level: 2021-2022”, yang dirilis 1 Juli 2021 menempatkan Indonesia dalam kategori negara berpendapatan menengah rendah (lowermiddle income), turun dibandingkan posisi sebelumnya. Pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) per kapita Indonesia pada 2020 turun menjadi 3.870 dollar AS dari sebelumnya 4.050 dollar AS pada 2019. Indonesia sempat menyandang status negara berpendapatan menengah tinggi selama setahun sejak 2019.
GNI adalah pendapatan yang diterima negara dari penduduk serta pengusaha, termasuk dari barang dan jasa yang diproduksi serta dijual ke luar negeri dan investasi luar negeri.
Bank Dunia membagi perekonomian menjadi empat kelompok berdasarkan pendapatannya, yakni berpendapatan rendah (low), berpendapatan menengah rendah (lower-middle), berpendapatan menengah tinggi (upper-middle), dan berpendapatan tinggi (high income). Klasifikasinya diperbarui setiap 1 Juli dan didasarkan pada GNI per kapita dalam mata uang dollar AS terkini.
Untuk tahun ini, negara yang dikategorikan sebagai negara berpendapatan rendah di level 1.046 dollar ke bawah, berpendapatan menengah rendah di level 1.046 hingga 4.095 dollar AS, berpendapatan menengah tinggi di level 4.095-12.695 dollar AS, dan berpendapatan tinggi di level lebih dari 12.695 dollar AS.
Menurut Hendri Saparini, pemerintah perlu menjalankan visi pembangunan yang inklusif. Hal ini agar pertumbuhan ekonomi bisa dinikmati semua kalangan dan menyejahterakan semua penduduk. ”Jangan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi dalam kuantitas angka, tapi juga bagaimana kualitas distribusi itu bisa mendorong kesejahteraan,” ujarnya.
Dalam jangka pendek, pemerintah perlu menyiapkan lapangan pekerjaan untuk menyerap angkatan kerja hari ini. Sebab, situasi itu adalah problem riil hari ini yang terjadi akibat tekanan ekonomi yang dipicu pandemi Covid-19.
Sri Mulyani menjelaskan, penguatan sumber daya manusia memang kunci membawa Indonesia menjadi negara maju. Salah satu yang dilakukan pemerintah adalah memberikan porsi yang besar pada anggaran pendidikan. Pada APBN 2021, misalnya, pemerintah menganggarkan Rp 550 triliun untuk pendidikan atau setara dengan 20 persen dari total belanja APBN yang sebesar Rp 2.750 triliun.
”Kalau kita sepakat pengembangan sumber daya manusia jadi kunci, maka pendidikan ini penting. Produk inovasi ini yang akan membawa Indonesia maju, adil, dan makmur,” ujar Mulyani
Selain pendidikan, kunci menciptakan sumber daya manusia berkualitas adalah mendorong layanan kesehatan dan jaminan sosial. Adapun dalam APBN 2021, anggaran kesehatan mencapai Rp 169,7 triliun atau setara dengan 6,17 persen dari total belanja APBN.
”Pendidikan dan kesehatan ini kolaborasi yang akan membawa peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Ini yang akan membawa Indonesia menjadi negara maju,” ujar Mulyani.