Selama Pandemi, Pendaftaran Hak Cipta dan Merek Naik, Paten dan Desain Industri Merosot
Pandemi Covid-19 yang mengakibatkan pembatasan sosial berpengaruh terhadap proses ekonomi kreatif beserta upaya pengajuan permohonan pendaftaran ataupun pelindungan hak kekayaan intelektual.
Oleh
Mediana
·6 menit baca
KOMPAS/SUCIPTO
Sejumlah pengunjung memadati pameran buku Big Bad Wolf di Balikpapan Sport and Convention Center, Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (2/11/2019). Buku yang dipamerkan sebanyak 1 juta dengan perbandingan 20 persen buku lokal dan 80 persen buku impor.
JAKARTA, KOMPAS — Selama pandemi tahun 2020, permohonan pendaftaran ataupun pelindungan hak cipta dan merek cenderung tetap naik. Sebaliknya terjadi pada pendaftaran paten dan desain industri yang cenderung menurun. Hal ini tergambar dalam Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia edisi 2020.
Pada laporan ini disebutkan, permohonan pelindungan hak cipta naik menjadi 64.784 permohonan dengan kategori permohonan tertinggi datang dari penerbitan buku, karya tulis, dan program komputer.
Pandemi Covid-19 memang semakin memperkuat fenomena maraknya pembuatan konten video yang disebarluaskan melalui internet, seperti aplikasi media sosial. Dalam laporan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual itu disebutkan, sejalan dengan fenomena tersebut permohonan pelindungan hak cipta karya rekaman video naik dari 1.329 pada tahun 2019 menjadi 4.213 pada 2020.
Permohonan merek atas produk biji-bijian dan bubuk, seperti kopi, teh, gula, tepung, dan beras, juga lebih banyak dibandingkan kategori barang dan jasa lainnya. Selama pandemi Covid-19 tahun 2020 juga terjadi peningkatan permohonan pelindungan merek atas produk kebersihan, sabun, parfum, minyak esensial (essential oil) dan kosmetik, farmasi, serta alat-alat medis. Kategori barang dan jasa lain yang meningkat pendaftaran mereknya adalah produk daging, ikan, dan hasil ternak.
Kompas
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Kompas
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
Laporan Tahunan DJKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia edisi 2020 juga menjelaskan, peningkatan permohonan pelindungan merek atas produk kebersihan, farmasi, dan alat-alat medis ini berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanganan pandemi Covid-19 di masyarakat.
Sementara peningkatan permohonan merek atas kategori produk daging, ikan, dan hasil ternak diperkirakan terjadi karena pengaruh kebijakan pengurangan ataupun penutupan jam operasional sebagian pasar. Inovasi yang dilakukan masyarakat salah satunya dengan memulai membangun usaha ritel penjualan daging segar ataupun beku untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saat pembatasan sosial.
Peningkatan permohonan merek atas kategori produk daging, ikan, dan hasil ternak diperkirakan terjadi karena pengaruh kebijakan pengurangan ataupun penutupan jam operasional sebagian pasar. Inovasi yang dilakukan masyarakat salah satunya dengan memulai membangun usaha ritel penjualan daging segar ataupun beku.
Paten dan desain industri berkurang
Di sisi lain, permohonan pendaftaran ataupun pelindungan paten dan desain industri cenderung menurun, terutama untuk paten. Semua kategori paten mengalami penurunan sepanjang tahun 2020. Secara umum permohonan paten di Indonesia masih didominasi oleh kategori inovasi di bidang kebutuhan manusia dan bidang kimia metalurgi dengan klaim sekitar 2.000 klaim.
Laporan Tahunan DJKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menyebutkan, pendaftaran desain industri pada tahun 2020 juga cenderung menurun. Akan tetapi, permohonan desain industri pada kategori rupa-rupa dan desain permainan tetap mengalami peningkatan.
Menanggapi laporan itu, Partner di K&K Advocates Risti Wulansari saat dihubungi Rabu (4/8/2021), di Jakarta, berpendapat, berbeda dengan merek dan hak cipta, proses penciptaan atau invensi dan desain yang termasuk dalam lingkup ranah pelindungan paten dan desain industri melibatkan proses yang kompleks, biaya, serta sumber daya manusia yang tidak sedikit.
Faktor utama pemicu penurunan menurut dia adalah situasi pandemi Covid-19 yang berimbas antara lain pada penurunan biaya produksi, sumber daya manusia, dan realisasi rencana bisnis perusahaan yang selama ini menjadi pemohon atau pemegang hak paten aktif.
”Situasi pandemi Covid-19 mengharuskan perusahaan agar lebih mawas, merampingkan anggaran, dan benar-benar memilih invensi mana yang dirasa benar perlu untuk diajukan pendaftarannya untuk selanjutnya digunakan dalam implementasi rencana bisnis, baik invensi berupa produk maupun metode pembuatan produk,” ujar Risti.
Situasi pandemi Covid-19 mengharuskan perusahaan agar lebih mawas, merampingkan anggaran, dan benar-benar memilih invensi mana yang dirasa benar perlu untuk diajukan pendaftarannya, untuk selanjutnya digunakan dalam implementasi rencana bisnis, baik invensi berupa produk maupun metode pembuatan produk.
Imbas penurunan permohonan pendaftaran ataupun pelindungan paten dan desain industri bagi sektor ekonomi kreatif Indonesia salah satunya berupa transfer pengetahuan dan cara kerja. Sebab, jika suatu invensi sudah didaftarkan dan digunakan di luar negeri, tetapi tidak didaftarkan di Indonesia, tidak akan terjadi transfer pengetahuan dan cara kerja saat invensi-invensi terkait diterapkan di Indonesia.
Terkait kenaikan permohonan pendaftaran maupun pelindungan hak cipta dan merek, Risti melihat hal ini sebagai tren positif. Hal ini akan berimbas ke kinerja sektor industri kreatif secara nasional.
Menyeimbangkan jumlah pengajuan permohonan pendaftaran ataupun pelindungan empat jenis hak kekayaan intelektual itu bagi suatu negara tidaklah mudah. Menurut Risti, pada dasarnya proses penciptaan/pembuatan dan pengajuan merek berbeda dengan jenis hak kekayaan intelektual lainnya.
Terkait hak cipta, angka pendaftaran dari ciptaan yang saat ini tercatat di DJKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tidak mencerminkan angka aktual dari jumlah ciptaan yang ada di Indonesia. Berdasarkan hukum, hak cipta itu tidak mensyaratkan pendaftaran untuk memperoleh perlindungan. Namun, dalam praktiknya pendaftaran/pencatatan biasanya dilakukan untuk dapat menjadi pegangan bukti awal bagi si pencipta agar dapat mengantisipasi apabila ada pihak lain yang berusaha mengklaim karya ciptanya.
Untuk upaya peningkatan angka pendaftaran paten dan desain industri, Risti berpendapat, hal itu membutuhkan komitmen dari industri-industri terkait. Tujuannya, memastikan dan mendorong agar invensi-invensi yang akan membawa manfaat dan nilai ekonomi besar dapat direalisasikan pendaftarannya.
Kompas
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Sosialisasi
Staf Ahli Bidang Reformasi Birokrasi dan Regulasi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Ari Juliano Gema, secara terpisah, menjelaskan, peningkatan permohonan pendaftaran ataupun pelindungan hak cipta dan merek pada tahun 2020 dapat dimaknai sebagai adanya peningkatan kesadaran masyarakat untuk melindungi hak kekayaan intelektual. Ini berarti sosialisasi dan edukasi publik mengenai kekayaan intelektual yang dilakukan pemerintah bersama perguruan tinggi dan komunitas pelaku sektor ekonomi kreatif mulai menunjukkan hasil.
”Peningkatan permohonan pelindungan hak cipta atas buku, karya tulis, program komputer dan karya rekam video menunjukkan bahwa ada upaya semakin kuat dari pelaku ekonomi kreatif melindungi dari pelanggaran hak cipta, seperti pembajakan,” kata Ari.
Peningkatan permohonan pelindungan hak cipta atas buku, karya tulis, program komputer, dan karya rekam video menunjukkan bahwa ada upaya semakin kuat dari pelaku ekonomi kreatif melindungi dari pelanggaran hak cipta, seperti pembajakan
Hak cipta lahir secara otomatis sejak suatu ciptaan dipublikasikan tanpa perlu pencatatan ciptaan di DJKI Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Namun, adanya pencatatan itu dapat menjadi bukti awal ketika ada sengketa atau pelanggaran hak cipta.
Menurut Ari, kecenderungan penurunan permohonan pendaftaran ataupun perlindungan paten pada dasarnya tidak berdampak langsung pada sektor ekonomi kreatif. Pasalnya, industri kreatif yang saat ini mulai bertransformasi digital lebih banyak didukung dengan banyaknya konten yang dilindungi hak cipta.
Dia menambahkan, kementerian tetap akan melakukan sosialisasi, edukasi publik, dan fasilitasi permohonan pendaftaran hak kekayaan intelektual kepada pelaku ekonomi kreatif. Kementerian juga membentuk Satuan Tugas Penanganan Pelanggaran Kekayaan Intelektual yang bertugas edukasi publik sampai pendampingan pengaduan pelanggaran.
KOMPAS/MEDIANA
Sumber: Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Lemah riset
Ketua Umum Asosiasi Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia Ali Oetoro saat dihubungi terpisah, berpendapat, merek hanyalah nama dagang yang memang harus didaftarkan dan tidak mengandung unsur teknologi. Di lapangan, pelindungan atas merek tetap bisa berkembang selama pembatasan sosial pandemi Covid-19, sebab pendirian perusahaan atau merek produk baru tetap harus didaftarkan mereknya.
Perangkat lunak dan perangkat keras baru tetap bisa bermunculan selama pandemi Covid-19. Tidak mengherankan jika pengajuan permohonan pendaftaran ataupun pelindungan hak ciptanya cenderung naik selama pandemi.
”Paten sarat mengandung teknologi dan negara Indonesia masih lemah riset dan pengembangan. Kalaupun ada paten baru, dugaan kami hal itu mungkin datang lebih banyak dari inovasi bidang konstruksi. Di bidang elektronik, mungkin hampir tidak ada paten dari dalam negeri Indonesia,” kata Ali.
Hal ini juga masih lemah pada industri teknologi informasi komunikasi (TIK) Tanah Air. Menurut Ali, industri TIK Indonesia lebih banyak berkecimpung di sektor pelayanan. Misalnya, layanan telekomunikasi seluler dan penyiaran televisi digital. Inovasi perangkat keras yang dipakai mendistribusikan layanan tersebut cenderung diperoleh dari luar negeri.