Jika Penanganan Covid-19 Tak Efektif, Pemulihan Ekonomi Makin Terhambat
Jika pembatasan kegiatan masyarakat terus diperpanjang, tetapi tidak kunjung menurunkan angka penularan kasus Covid-19, sektor ekonomi telah dikorbankan tanpa memberikan dampak positif pada sektor kesehatan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat tanggal 3-9 Agustus 2021 masih berpotensi mengalami perpanjangan selama kasus Covid-19 belum mereda. Konsekuensi dari hal ini, laju konsumsi selaku kontributor utama pertumbuhan ekonomi pun akan turut melambat.
Pemerintah sebenarnya telah menyiapkan skenario jika memang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) terus berlanjut. Berdasarkan kajian Kementerian Keuangan, opsi PPKM darurat bisa dijalankan oleh pemerintah selama 4-6 pekan terhitung sejak bulan lalu atau awal triwulan III-2021.
Dalam hitungan Kementerian Keuangan, ada dua skenario pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021, yakni skenario moderat di angka 5,4 persen dan skenario berat, yakni di angka 4 persen secara tahunan.
Terdapat dua skenario pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 dari Kementerian Keuangan, yakni skenario moderat di angka 5,4 persen dan skenario berat, yakni di angka 4 persen secara tahunan.
Dengan durasi PPKM selama enam pekan, tingkat konsumsi masyarakat dipastikan melambat sehingga pemulihan ekonomi tertahan dan laju pertumbuhan tak cukup akseleratif. Hal ini mengingat risiko peningkatan kasus Covid-19 masih tinggi, khususnya varian baru Delta.
Sejalan dengan skenario yang telah dibuat Kementerian Keuangan, peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, memprediksi pada triwulan III-2021 pertumbuhan ekonomi akan lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2021.
”CORE memproyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021 berada pada level 4,5-5,5 persen secara tahunan. Adapun proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 dan triwulan IV-2021 akan berada di kisaran 3-4,5 persen,” ujarnya saat dihubungi, Selasa (3/8/2021).
Indikasi tertekannya daya beli masyarakat akibat PPKM, lanjut yusuf, telah tecermin dalam indeks harga konsumen sepanjang Juni 2021 yang memang cukup tertekan.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Juni 2021 terjadi deflasi sebesar 0,16 persen dibandingkan bulan sebelumnya seiring dengan normalisasi harga pasca-Lebaran.
”PPKM level 4 ini sangat memengaruhi spending masyarakat di berbagai kelompok karena aktivitas di luar rumah jadi rendah sehingga ada deflasi di sektor transportasi, pakaian dan alas kaki, serta makanan, minuman, dan tembakau,” ujarnya.
Hambatan pertumbuhan
Terkait pertumbuhan ekonomi, pemerintah memproyeksikan angkanya berada pada kisaran 3,7-4,5 persen. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) lebih realistis dengan mematok target pertumbuhan lebih rendah, yakni di angka 3,5-4,3 persen.
Di sisi lain, Bank Dunia dalam laporan bertajuk ”Global Economic Prospects June 2021” mencatat bahwa prospek ekonomi Indonesia dibayangi oleh rendahnya efektivitas pengendalian Covid-19 dan pembatasan mobilitas masyarakat.
Lembaga itu menuliskan, dari tiga negara di Asia, yakni China, Indonesia, dan Thailand, tercatat Pemerintah Indonesia masih menghadapi tantangan yang cukup berat.
Dalam laporan Bank Dunia tertulis bahwa tantangan tersebut, antara lain, berupa anjloknya kinerja pariwisata dan perdagangan, desentralisasi dan penguncian bertahap, serta wabah Covid-19 yang berkepanjangan.
Selain itu, masifnya serangan varian baru Covid-19 yang tidak diimbangi dengan agresivitas vaksinasi serta banyaknya warga masyarakat yang kehilangan pekerjaan meningkatkan ketidakpastian ekonomi di Tanah Air.
Hal ini berimplikasi pada tergerusnya kepercayaan konsumen dan terbatasnya pengeluaran swasta untuk mendukung pemerintah dalam memulihkan ekonomi nasional. Jika berbagai persoalan itu bisa diatasi dengan baik, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 4,4 persen pada tahun ini dan menguat menjadi 5 persen pada tahun depan.
Realisasi anggaran
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan, hingga Juli 2021, realisasi penggunaan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) mencapai Rp 305,5 triliun atau 41 persen dari pagu sebesar Rp 744,75 triliun.
Rincian realisasi tersebut terdiri dari penggunaan dana untuk program kesehatan sebesar Rp 65,5 triliun dari pagu Rp 214,95 triliun, program perlindungan sosial sebesar Rp 91,84 triliun dari pagu Rp 187,84 triliun, realisasi dana dukungan UMKM dan korporasi senilai Rp 52,43 triliun dari pagu Rp 171,77 triliun, realisasi dana program prioritas Rp 47 triliun dari Rp 117,94 triliun, serta realisasi program insentif usaha Rp 43,35 triliun dari pagu Rp 62,83 triliun.
”Pemerintah akan mempertimbangkan aspek kesehatan dalam pengendalian Covid-19, termasuk aspek sosial-ekonomi. Untuk mengurangi beban masyarakat ini, pemerintah mendorong percepatan penyaluran bantuan sosial,” ujar Airlangga saat konferensi pers, Senin (2/8/2021) malam.
Saat ini, lanjut Airlangga, pemerintah tengah mempercepat pembuatan regulasi dan sistem pendistribusian bantuan dana kepada pelaku usaha mikro dan kecil sebagai bentuk dukungan pemerintah seusai memutuskan perpanjangan PPKM level 3 dan 4 mulai 3 hingga 9 Agustus 2021.
Airlangga menyebut pemerintah mendorong penyaluran berbagai bentuk bantuan sosial. Dia mengatakan, salah satu bantuan yang baru, yaitu bantuan bagi usaha mikro dan pedagang kaki lima (PKL), sedang berada di tahap finalisasi. ”Nantinya besaran bantuan akan mencapai Rp 1,2 juta per orang yang menyasar 1 juta target penerima manfaat,” ujarnya.
Selain itu, bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) per Juli telah terealisasi Rp 5,15 triliun untuk 7,4 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Lalu, bantuan Kartu Sembako telah terealisasi Rp 9,4 triliun untuk 15,67 juta KPM. Selanjutnya, bantuan langsung tunai (BLT) desa telah terealisasi Rp 1,48 triliun untuk 2,18 juta KPM.
Lonjakan kasus
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, di luar wilayah Jawa dan Bali terdapat 21 provinsi dan 45 kabupaten/kota yang akan melanjutkan PPKM level 4 hingga 9 Agustus 2021. Ini dilakukan karena terjadi lonjakan kasus di setiap daerah.
Ke-21 provinsi masih mengalami lonjakan kasus positif Covid-19 dengan lima yang tertinggi adalah Sulawesi Tengah, Riau, Sumatera Utara, Gorontalo, dan Kalimantan Barat. Kemudian, beberapa provinsi mengalami penurunan kasus, yaitu NTT (kecuali Kabupaten Sikka), Lampung, NTB, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Tengah.
Luhut menambahkan, kasus positif Covid-19 juga melonjak di Kota Medan, Kota Makassar, Kota Banjarmasin, Kota Pekanbaru, Kota Banjarbaru, Kota Tarakan, Kota Jayapura, Kabupaten Sikka, Kabuaten Berau, dan Kabupaten Belitung.
”Ini adalah daerah-daerah yang kenaikannya tinggi dan pemerintah memberikan prioritas kepada daerah-daerah tersebut,” katanya.