Anggaran Energi Bersih Belum Cerminkan Pemulihan Ekonomi yang Berkelanjutan
Meskipun ambisi iklim meningkat karena pandemi Covid-19, hanya sebagian kecil yang dialokasikan untuk energi bersih dari jumlah dana pemulihan ekonomi. Mayoritas negara belum mengalokasikan uangnya secara tepat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah anggaran pemerintah di dunia untuk energi bersih berkisar 2 persen dari total fiskal yang dialokasikan untuk menghadapi pandemi Covid-19. Nilai ini dianggap masih jauh untuk mencapai pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan berorientasi pada penurunan emisi gas rumah kaca.
Badan Energi Internasional (IEA) mempublikasikan laporan Sustainable Recovery Tracker yang memantau pergerakan fiskal pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 di 50 negara, termasuk Indonesia, Selasa (20/7/2021). Hingga triwulan II-2021, total fiskal yang dialirkan untuk pandemi Covid-19 di dunia mencapai 16 triliun dollar AS. Sebanyak 2,3 triliun dollar AS ditujukan untuk pemulihan ekonomi dalam bentuk proyek jangka panjang.
Akan tetapi, anggaran pemerintah yang ditujukan untuk kebijakan energi yang mendorong pemulihan berkelanjutan hanya senilai 380 miliar dollar AS. Angka ini setara dengan 2 persen dari total fiskal yang berputar di tingkat global.
Dalam laporan yang sama, IEA menggolongkan insentif biodiesel pada 2020 sebagai salah satu kebijakan yang mendorong pemulihan keberlanjutan dalam kategori inovasi bahan bakar dan teknologi. Laporan IEA mencatat, anggaran Indonesia untuk insentif tersebut sebesar 1,921 miliar dollar AS.
Menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR Eddy Soeparno, dunia saat ini sedang memprioritaskan kesehatan sehingga penanganan pandemi Covid-19, termasuk dampaknya terhadap ekonomi, menjadi fokus.
Hingga triwulan II-2021, total fiskal yang dialirkan untuk pandemi Covid-19 di dunia mencapai 16 triliun dollar AS. Sebanyak 2,3 triliun dollar AS ditujukan untuk pemulihan ekonomi dalam bentuk proyek jangka panjang.
“Namun, bukan berarti komitmen negara-negara itu, termasuk Indonesia, terhadap investasi maupun belanja dalam kerangka peningkatan energi baru terbarukan (EBT) berkurang,” ujar Eddy saat dihubungi, Senin (2/8/2021).
Dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memaparkan bahwa target bauran EBT dapat mencapai 14,5 persen pada akhir 2021. Status sepanjang 2020 lalu, porsi EBT berkisar 11,2 persen dalam bauran energi nasional.
Jika anggaran 1,921 miliar dollar AS yang dikeluarkan Indonesia dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia, India lebih unggul. Total anggaran yang dialokasikan negara itu berkisar 59,98 miliar dollar AS dengan kebijakan yang berorientasi pada jaringan listrik, transportasi rendah karbon, inovasi bahan bakar dan teknologi, serta listrik rendah karbon. Anggaran terbesar ditargetkan pada kebijakan skema distribusi sektor tenaga listrik baru. Semua kebijakan itu dimulai pada 2021.
Selain itu, anggaran China untuk kebijakan energi yang dinilai IEA dapat menopang pemulihan berkelanjutan mencapai 60,57 miliar dollar AS. Anggaran terbesar dialirkan untuk pengembangan jaringan listrik dengan tegangan ultratinggi (ultra-high voltage) yang dimulai pada 2020-2025, proyek pengembangan transportasi massal rendah karbon yang dimulai pada 2021, serta subsidi untuk energi terbarukan yang dimulai pada 2020.
Di skala mancanegara, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, keselarasan antara penanganan Covid-19 dan pemulihan hijau yang berorientasi pada penurunan gas rumah kaca belum terencana dengan baik, termasuk di Indonesia. “Fokus anggaran di Indonesia selama pandemi terletak pada kesehatan, serta mengatasi dampak perekonomian yang ditimbulkan pandemi, seperti pukulan pada suplai dan permintaan, daya beli masyarakat, dan aktivitas industri,” ujarnya.
Total anggaran yang dialokasikan India berkisar 59,98 miliar dollar AS dengan kebijakan yang berorientasi pada jaringan listrik, transportasi rendah karbon, inovasi bahan bakar dan teknologi, serta listrik rendah karbon.
Namun, lanjut Fabby, Indonesia berpeluang menyelaraskan pemulihan hijau dengan pandemi Covid-19. Dia mencontohkan, anggaran untuk diskon tarif listrik dapat dialihkan ke pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap di rumah tangga penerima bantuan. Dengan demikian, anggaran tersebut dapat memberikan listrik pada masyarakat yang membutuhkan sekaligus menguatkan peran EBT di Indonesia. Pemasangan PLTS atap juga bisa menciptakan lapangan kerja baru.
Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol mengatakan, akibat pandemi Covid-19, pemerintah di berbagai negara telah membicarakan pentingnya membangun kembali masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. “Namun, mayoritas dari mereka belum mengalokasikan anggarannya secara tepat. Meskipun ambisi iklim meningkat, hanya sebagian kecil yang dialokasikan untuk energi bersih dari jumlah dana pemulihan ekonomi,” tuturnya dalam siaran pers.
Dengan proporsi sekitar 2 persen dari total fiskal selama pandemi Covid-19 di tingkat global, IEA menilai investasi energi bersih masih jauh dari kebutuhan untuk menempatkan dunia dalam pemulihan dari krisis Covid-19 yang sejalan dengan tujuan Perjanjian Paris 2015. Negara-negara berpotensi kehilangan manfaat ekonomi, termasuk pasar tenaga kerja, serta lingkungan.
Padahal, berdasarkan Sustainable Recovery Plan, IEA memperkirakan kebutuhan investasi di tingkat dunia mencapai 1 triliun dollar AS per tahun selama 2021-2023. Investasi ini dapat menambah pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 1,1 persen per tahun, menciptakan 9 juta lapangan kerja per tahun, serta menurunkan emisi gas rumah kaca dengan total hingga 4,5 miliar ton selama tiga tahun.
Sementara itu, dalam APBN 2021, Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM mendapat alokasi sebesar Rp 785,33 miliar. Hingga Mei 2021, realisasi APBN mencapai 18,08 persen dan ditargetkan mencapai 96,76 persen pada akhir tahun dengan pembangunan sejumlah infrastruktur, yakni sebagian besar untuk penerangan jalan umum tenaga surya. Anggaran ini turut mencakup pemasangan lampu tenaga surya hemat energi dan kegiatan infrastruktur bioenergi.