Restrukturisasi Pertamina Harus Bisa Naikkan Penerimaan Negara
Pembentukan ”subholding” Pertamina diharapkan membuat kinerja menjadi lebih lincah. Setiap ”subholding” harus fokus pada target kinerja tersebut sembari tetap mengemban fungsi kewajiban pelayanan kepada masyarakat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Restrukturisasi PT Pertamina (Persero) lewat pembentukan subholding dan merampingkan semua unit usahanya diharapkan berdampak pada naiknya penerimaan negara dari pajak, dividen, ataupun retribusi. Penghematan biaya operasi akibat dari restrukturisasi bisa dialihkan untuk penguatan modal kerja di bidang lain.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Demokrat, Herman Khaeron, mengatakan, restrukturisasi Pertamina dengan membentuk sejumlah subholding diharapkan bisa membuat kinerja perusahaan semakin fokus. Selain itu, dengan pembentukan sejumlah subholding, sumbangan perusahaan terhadap pertambahan setoran pajak, dividen, dan retribusi bisa meningkat.
”Struktur subholding memberikan fleksibilitas dalam hal penawaran umum saham perdana (IPO). Sebab, pemerintah meminta perseroan untuk ekspansi di hulu, membangun kilang, mengembangkan produksi biodiesel, berpartisipasi dalam pencapaian bauran energi baru terbarukan sebesar 23 persen pada 2025, hingga merintis komponen baterai. Harapannya, IPO dapat membuat risiko ditanggung renteng dengan siapa pun yang berminat di bidang tersebut,” ujar Herman dalam diskusi bertajuk ”Kaji Ulang Holding-Subholding dan IPO Anak Usaha Inti Pertamina”, Sabtu (31/7/2021).
Lewat restrukturisasi, Pertamina ditetapkan sebagai perusahaan induk (holding) migas. Di bawahnya terdapat enam perusahaan subholding, yakni Upstream Subholding, Gas Subholding, Power and New Renewable Energy Subholding, Commercial and Trading Subholding, Refining and Petrochemical Subholding, dan Shipping Subholding. Struktur subholding tersebut telah merampingkan anak usaha di bawah Pertamina yang semula berjumlah 127 perusahaan menjadi 12 perusahaan.
Dengan pembentukan sejumlah subholding, sumbangan perusahaan terhadap pertambahan setoran pajak, dividen, dan retribusi bisa meningkat.
Presiden Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) Arie Gumilar mengingatkan, struktur subholding berpotensi menyebabkan tumpang tindih bisnis. Oleh karena itu, setiap subholding harus fokus terhadap target kinerja mereka. Apabila antar-subholding bersaing, ia khawatir fungsi kewajiban pelayanan terhadap publik (PSO) menjadi terbengkalai.
”Contohnya, produk petrokimia yang biasanya dijual oleh kilang (Refining and Petrochemical Subholding) kini turut dijual oleh Commercial and Trading Subholding. Kedua subholding itu sama-sama menjual di pasar domestik sehingga bisa timbul persaingan tidak sehat,” ucap Arie.
Terkait dengan penerimaan negara, dalam siaran pers Pertamina pada Juni lalu, perusahaan berhasil mencetak laba bersih Rp 15,3 triliun untuk kinerja sepanjang 2020. Sepanjang tahun tersebut pula, Pertamina menyetorkan pajak kepada negara sebesar Rp 92,7 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp 25,5 triliun, dan dividen tahun buku 2019 sebesar Rp 8,5 triliun.
Penghematan
Seiring dengan restrukturisasi perusahaan selama setahun terakhir, biaya penyediaan (inventory cost) perusahaan menurun 40 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 3,1 miliar dollar AS. Penghematan tersebut merupakan hasil dari integrasi operasional di tingkat induk perusahaan.
Setiap subholding harus fokus terhadap target kinerja mereka. Apabila antar-subholding bersaing, ia khawatir fungsi kewajiban pelayanan terhadap publik (PSO) menjadi terbengkalai.
Direktur Logistik dan Infrastruktur Pertamina Mulyono berpendapat, induk usaha mesti menjamin keandalan semua infrastruktur dan jaringan distribusi. ”Keandalan ini menjadi sorotan agar tiap subholding dan anak perusahaan beserta afiliasinya tidak berjalan sendiri-sendiri,” katanya melalui siaran pers, Selasa (27/7).
Integrasi operasional di tingkat induk juga berfungsi untuk menjalankan penugasan pemerintah. Tugas tersebut, antara lain, adalah pembangunan infrastruktur bahan bakar minyak (BBM) dan elpiji di Indonesia bagian timur, gasifikasi di 56 pembangkit listrik PLN, serta distribusi BBM jenis tertentu dan tabung elpiji 3 kilogram bersubsidi.
Sementara itu, Refining and Petrochemical Subholding atau PT Kilang Pertamina Internasional pada triwulan II-2021 mencatatkan kinerja positif. Hal itu ditunjukkan dengan realisasi hasil produk berharga (yield valuable product) sebesar 80,51 persen atau naik dari target yang sebesar 78,48 persen. Produk-produk tersebut terdiri dari pertamax, kerosen, solar, avtur, paraxylene, dan benzena.