Tidak ada bukti perusahaan yang produktif mempekerjakan lebih sedikit pekerja. Semakin produktif perusahaan, justru akan semakin banyak membuka lapangan kerja.
Oleh
Ninuk M Pambudy
·3 menit baca
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat, disusul PPKM level 4 dan 3 pada 3 Juli-2 Agustus 2021, diperkirakan akan meningkatkan jumlah pengangguran (Kompas, 28 Juli 2021). Menteri Investasi Bahlil Lahadia mengatakan, pemerintah akan mendorong investasi padat karya daripada teknologi untuk menyerap tenaga kerja.
Pemerintah perlu memiliki strategi investasi yang dapat mengantar Indonesia menjadi negara kaya pada 2045. Data Badan Pusat Statistik memperlihatkan, jumlah penduduk di atas usia 15 tahun yang bekerja ada di kisaran 60 persen. Lebih dari separuh angkatan kerja berpendidikan SMP ke bawah. Tingkat pengangguran terbuka tertinggi diisi lulusan sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah atas, dan perguruan tinggi.
Ada tiga laporan menjelaskan situasi ketenagakerjaan. Pertama, laporan Bank Dunia mengenai pekerjaan layak yang disusun Maria Monica Wihardja dan Wendy Cunningham, diluncurkan 30 Juni 2021. Kedua, analisis Asep Nurwanda dan Bachtiar Rifai dari Badan Kebijakan Fiskal Indonesia yang dipaparkan daring dalam Forum Kajian Pembangunan, 1 Juli 2021. Ketiga, laporan Badan Pusat Statistik tentang indikator pekerjaan layak 2020, terbit 6 Juli 2021.
Indonesia berhasil melalui transformasi struktural pertama dari pertanian on farm yang produktivitasnya rendah menuju sektor manufaktur yang tumbuh pesat pada periode 1980-an hingga 1990-an. Transformasi berkualitas itu berhenti saat krisis keuangan Asia 1998. Investasi asing melambat dan industrialisasi nyaris berhenti.
Pada periode 2008-2012 ekonomi Indonesia tumbuh karena komoditas, tetapi tidak menciptakan banyak lapangan kerja. Pada periode transformasi kedua ini, pekerja berpindah dari sektor pertanian ke sektor jasa dengan produktivitas rendah meski ekonomi tumbuh di atas 5 persen dan kemiskinan turun.
Manufaktur kembali tumbuh setelah kejayaan komoditas lewat meski tidak secepat harapan karena, antara lain, iklim investasi kurang bersahabat dibandingkan dengan periode 1980-an hingga 1990-an. Namun, kegiatan jasa produktivitas rendah telanjur menetap.
Pada 2009-2019, setiap tahun rata-rata tercipta 2,4 juta pekerjaan baru. Tingkat pengangguran berada pada titik terendah, yaitu 5,2 persen, dan 67,5 persen tenaga kerja bekerja. Namun, menurut laporan Bank Dunia, pekerjaan yang tercipta tidak dapat dikategorikan pekerjaan layak kelas menengah. Tersedianya pekerjaan layak merupakan aspek paling penting dalam penanggulangan kemiskinan dan cara mencapai pembangunan berkelanjutan.
Pekerjaan yang tercipta tidak dapat dikategorikan pekerjaan layak kelas menengah. Tersedianya pekerjaan layak merupakan aspek paling penting dalam penanggulangan kemiskinan dan cara mencapai pembangunan berkelanjutan.
Analisis Asep dan Bachtiar terhadap data ekonomi tahun 2005-2018 juga memperlihatkan terjadi perubahan struktural. Tenaga kerja berpindah dari sektor pertanian memasuki sektor jasa bernilai tambah rendah, terutama perdagangan dan pemerintahan. Perpindahan ke sektor dengan produktivitas tinggi, seperti manufaktur, konstruksi, dan keuangan hanya naik sedikit.
Sumbangan nilai tambah manufaktur juga menurun. Hal ini berkaitan dengan fenomena deindustrialisasi. Akibatnya, produktivitas berkurang. Kabar baiknya, sektor jasa membaik dalam penyerapan tenaga kerja dan produktivitas, terutama transportasi, pedagangan, dan keuangan yang kemungkinan disebabkan berkembangnya ekonomi digital.
Perubahan struktural penting untuk pertumbuhan ekonomi hanya jika tenaga kerja berpindah di dalam sektor atau antarsektor dengan produktivitas tinggi. Salah satu contoh keberhasilan terkait hal ini adalah China.
Laporan Bank Dunia mencatat, iklim investasi yang tidak bersahabat menyebabkan tidak muncul persaingan dari usaha baru. Sektor manufaktur didominasi perusahaan lama yang tidak menumbuhkan lapangan kerja baru untuk kelas menengah.
Undang-Undang Cipta Kerja membuat pasar tenaga kerja lebih lentur, mempermudah investasi asing. Walakin, pemerintah harus menetapkan strategi untuk mendorong investasi yang mempercepat perpindahan tenaga kerja memasuki sektor dengan produktivitas tinggi berupah layak.
Strategi perlu diarahkan untuk memberikan keterampilan tenaga kerja agar dapat memasuki pekerjaan lebih produktif, bernilai tambah tinggi, dan berkelanjutan. Survei kemudahan berbisnis di Indonesia tahun 2015 mengungkap, hampir 14 persen perusahaan mengeluhkan keterampilan tenaga kerja Indonesia, terutama untuk posisi manajer. Di Filipina hanya 8,4 persen dan Thailand 2,5 persen.
Kabar baiknya, laporan Bank Dunia menyebutkan, semakin produktif perusahaan manufaktur, perusahaan yang mengekspor, dan perusahaan intensif teknologi mempekerjakan lebih banyak pekerja dan memberikan upah lebih baik. Tidak ada bukti perusahaan yang produktif mempekerjakan lebih sedikit pekerja. Yang terjadi justru semakin produktif perusahaan, semakin banyak membuka lapangan kerja.