OJK Berencana Perpanjang Masa Restrukturisasi Kredit
OJK berencana memperpanjang pelonggaran restrukturisasi kredit. Keputusan resmi akan dikeluarkan pada akhir Agustus.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menimbang lonjakan kasus Covid-19 yang mendorong pembatasan sosial sehingga berdampak pada melambatnya pemulihan ekonomi, Otoritas Jasa Keuangan atau OJK akan memperpanjang masa akhir restrukturisasi kredit. Keputusan akan dikeluarkan paling lambat akhir Agustus 2021.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, adanya pembatasan mobilitas masyarakat akibat meningkatnya angka yang terpapar Covid-19 sekarang ini menyebabkan upaya pemulihan ekonomi terhambat. Oleh karena itu, OJK melihat ada potensi untuk melakukan perpanjangan lanjutan restrukturisasi kredit di sektor perbankan. Jadwal semula adalah batas akhir restrukturisasi pada 31 Maret 2022.
”Keputusan resmi OJK akan dikeluarkan paling lambat akhir Agustus 2021,” ujar WImboh, Kamis (29/7/2021) malam.
Peraturan soal restrukturisasi kredit diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 48/POJK.03/2020 dan restrukturisasi pembiayaan di Lembaga Jasa Keuangan Nonbank berdasarkan Peraturan OJK Nomor 58/POJK.05/2020. Dalam aturan itu disebutkan tenggat akhir restrukturisasi kredit pada 31 Maret 2022.
Mengutip data OJK, restrukturisasi kredit per Mei 2021 mencapai Rp 781.882 triliun. Angka tersebut naik 0,83 persen dibandingkan April. Namun, angka itu menurun 5,76 persen dibandingkan Desember 2020. Nilai restrukturisasi kredit itu setara dengan 14,17 persen dari total penyaluran kredit.
Restrukturisasi kredit berasal dari 5,12 juta debitor. Adapun rinciannya sebanyak 3,61 juta debitor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan nilai restrukturisasi Rp 298,46 triliun. Sisanya berasal dari debitor non-UMKM yang sebanyak 1,51 juta debitor dengan nilai Rp 483,42 triliun.
Kelonggaran
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo menjelaskan, kebijakan restrukturisasi yang ditetapkan OJK itu memberikan kelonggaran bagi perbankan. Pada saat yang sama, perbankan bisa menambah cadangan permodalan untuk menjaga risiko kredit macet.
”Ini baik untuk menjaga keberlangsungan bisnis bank ke depan,” ujar Haru.
Tak hanya memberikan kelonggaran bagi perbankan, lanjut Haru, yang terpenting adalah kelonggaran waktu tambahan bagi debitor untuk melunasi pinjamannya. Total restrukturisasi kredit BTN mencapai Rp 57 triliun.
Direktur Manajemen Risiko PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Ahmad Siddik Badruddin menambahkan, Bank Mandiri telah memberikan persetujuan restrukturisasi debitur terdampak pandemi kepada lebih dari 548.000 debitor dengan nilai persetujuan Rp 126,5 Triliun.
Total baki debet (bade) restrukturisasi kredit Bank Mandiri sampai dengan semester I-2021 adalah Rp 96,5 triliun. Restrukturisasi itu berasal dari 439.632 debitor yang terdiri dari 62 persen debitor UMKM dan 38 persen dari debitor non-UMKM. Adapun yang dimaksud dengan bade adalah besar sisa pokok pinjaman pada waktu tertentu di luar bunga dan denda (penalti).
Ahmad menambahkan, pihaknya juga tengah menanti detail aturan baru pelaksanaan perpanjangan aturan restrukturisasi kredit. ”Kami terus melakukan penilaian dari kondisi PPKM darurat ini dan mencoba melakukan mitigasi-mitigasi terkait penyaluran kredit,” ujarnya.