Dinilai Tak Efektif sebagai Bansos, Kartu Prakerja Disarankan Dihentikan Sementara
Kartu Prakerja tidak tepat dijadikan skema bantuan sosial di kala krisis. Program itu disarankan agar dihentikan sementara dan anggarannya dialihkan untuk memaksimalkan program bansos yang lain.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kartu Prakerja yang masih dipertahankan pemerintah sebagai salah satu instrumen semi-bantuan sosial dinilai tidak efektif untuk membantu masyarakat di tengah tekanan krisis kesehatan dan ekonomi saat ini. Program itu lebih tepat digunakan sebagai instrumen pascapandemi kelak ketika krisis sudah berlalu.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyarankan agar program Kartu Prakerja dihentikan sementara. Anggarannya senilai Rp 21,2 triliun dapat dialihkan untuk memaksimalkan program bantuan sosial (bansos) yang lain.
”Lebih baik dihentikan dulu, dananya dialihkan. Apalagi, seharusnya dampak dari gelombang Covid-19 kali ini lebih besar. Melihat jumlah kasusnya, cakupan wilayah yang melakukan PPKM, masyarakat yang terdampak seharusnya lebih banyak dari sebelumnya,” kata Tauhid saat dihubungi, Jumat (30/7/2021).
Besar anggaran Kartu Prakerja pada semester II-2021 adalah Rp 20 triliun. Pemerintah lalu menambahkan Rp 10 triliun lagi agar penerima Kartu Prakerja ditambah. Namun, belakangan, alokasi itu dibagi dua dengan program Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang membutuhkan Rp 8,8 triliun. Tambahan anggaran untuk Kartu Prakerja pun menjadi Rp 1,2 triliun.
Skemanya, Kartu Prakerja akan difokuskan pada pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), sementara BSU untuk pekerja yang dirumahkan dan terdampak Covid-19, tetapi tidak di-PHK.
Tauhid mengatakan, mekanisme Kartu Prakerja lebih tepat digunakan untuk skenario pascapandemi. Ketika krisis kesehatan sudah selesai dan pemulihan ekonomi bisa dimulai. Saat itu, akan banyak pekerja yang membutuhkan program pelatihan untuk berburu lapangan kerja baru.
Namun, di tengah krisis, mengeluarkan anggaran besar untuk program pelatihan dinilai mubazir. Yang dibutuhkan saat ini oleh masyarakat adalah bantuan sosial tunai untuk membantu mereka bertahan hidup, khususnya kelas menengah-bawah.
”Sementara, Kartu Prakerja saja selama ini justru diterima oleh masyarakat menengah yang punya fasilitas internet dan gawai yang memadai. Karena sistemnya adalah pendaftaran terbuka, siapa cepat dan beruntung, dia dapat. Masyarakat yang paling membutuhkan bansos justru sulit tembus,” kata Tauhid.
Ketika bansos lebih banyak diterima oleh masyarakat kelompok menengah, dampaknya untuk memutar roda perekonomian pun kecil. Sebab, masyarakat menengah, meski pendapatannya juga ikut terganggu selama pandemi, masih memiliki tabungan atau dana cadangan. ”Uang yang didapat tidak langsung dibelanjakan. Akhirnya tidak menambah konsumsi,” katanya.
Penyelenggaraan Kartu Prakerja sejak tahun lalu memang menuai banyak kritik. Salah satunya adalah karena penyalurannya yang tidak menyentuh mayoritas pekerja terdampak Covid-19.
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus 2020 menunjukkan, 66,47 persen peserta Kartu Prakerja berstatus masih pekerja, 22,24 persen berstatus pengangguran, dan 11,29 persen golongan bukan angkatan kerja. Dari kelompok yang masih bekerja itu, 63 persen peserta bekerja penuh dan 36 persen berstatus setengah pengangguran.
Tidak hanya BPS, Kementerian Ketenagakerjaan juga menyoroti problem penyaluran Kartu Prakerja yang kurang tepat sasaran itu. Data Kemenaker, per November 2020, menyebutkan, dari 2,1 juta pekerja terdampak Covid-19 yang telah didata, hanya 95.559 orang yang lolos menjadi peserta Kartu Prakerja.
Kenyataan itu berbeda dari itikad awal pemerintah yang ingin memprioritaskan penyaluran program Kartu Prakerja untuk pekerja korban dampak Covid-19 yang kehilangan mata pencaharian, seperti para korban PHK dan pekerja yang dirumahkan.
Belum dibuka
Sementara itu, Head of Communication Manajemen Pelaksana Kartu Prakerja Louisa Tahutu mengatakan, gelombang pendaftaran berikutnya program Kartu Prakerja belum dibuka. Sampai sekarang, pihaknya masih terus berkoordinasi dengan Komite Cipta Kerja dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian terkait jadwal berikutnya. ”Akan segera kami sampaikan kalau sudah ada keputusan,” kata Louisa saat dihubungi.
Awal tahun ini, pemerintah sebenarnya sempat berencana mengembalikan Kartu Prakerja pada skema awalnya, yakni bukan sebagai semi bantuan sosial, tetapi sebagai program peningkatan kapasitas pekerja. Dampaknya, ke depan bobot anggaran akan lebih fokus pada kelas pelatihan, bukan lagi pemberian insentif bansos untuk peserta. Awalnya, perubahan skema ini akan diterapkan pada semester II-2021 (Kompas, 29/03/2021).
Namun, rencana itu dibuat ketika kondisi kasus Covid-19 sedang melandai di awal tahun. Belakangan, dengan ledakan kasus Covid-19 akibat munculnya varian baru dan pengetatan PPKM, rencana kembali diubah.