Seperti tahun lalu, program bantuan subsidi upah mengecualikan pekerja formal dan informal yang tidak terdata di BP Jamsostek. Padahal, mereka termasuk yang paling terdampak ledakan kasus Covid-19 dan pengetatan PPKM.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah merampungkan regulasi tentang bantuan subsidi upah bagi pekerja yang terdampak kebijakan PPKM. Kriteria penerima dibatasi untuk pekerja formal bergaji Rp 3,5 juta yang terdaftar di BP Jamsostek. Dengan kriteria tersebut, bantuan tunai itu dikhawatirkan tidak merata bagi pekerja terdampak serta berpotensi salah sasaran.
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, bantuan subsidi upah akan mulai disalurkan Agustus mendatang. ”Regulasinya sudah selesai, sekarang tinggal menunggu dinomori. Kalau sudah selesai, kami bisa segera mengumpulkan dan memverifikasi data, lalu bantuan dieksekusi,” kata Anwar, Rabu (28/7/2021) saat dihubungi.
Dalam peraturan menteri ketenagakerjaan (permenaker) tentang subsidi upah itu diatur beberapa kriteria terkait penerima bantuan. Bantuan akan diberikan kepada 8 juta pekerja formal dengan upah Rp 3,5 juta ke bawah per bulan di wilayah PPKM level 4 dan level 3. Pekerja terkait harus terdaftar sebagai peserta aktif penerima upah (PU) di BP Jamsostek.
Anwar mengatakan, penerima dibatasi pada peserta BP Jamsostek agar pertanggungjawaban datanya tidak sulit. Sementara peserta BP Jamsostek berstatus bukan penerima upah (BPU) yang merupakan pekerja informal tidak masuk hitungan karena program subsidi upah dibuat tidak hanya untuk pekerja, melainkan juga untuk dunia usaha/pemberi kerja.
”Agar fokus pada kelompok yang rentan jatuh miskin jika tidak diberi pertolongan. Lagi pula, kami ingin, lewat BSU ini, perusahaan juga terbantu sehingga tidak ada PHK,” katanya.
Ketua Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi mengatakan, kriteria penerima itu bisa mempersulit pekerja terdampak mendapat bantuan. Sebab, yang terdata di BP Jamsostek hanya pekerja formal yang didaftarkan perusahaan. Sementara masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BP Jamsostek.
Sampai akhir 2020, jumlah pekerja yang terdaftar di BP Jamsostek sebanyak 50,69 juta orang. Dari jumlah itu, yang merupakan peserta aktif hanya 29,98 juta orang. Mereka ini para pekerja yang belum dilaporkan berhenti oleh pemberi kerja, masih aktif membayar iuran, serta dalam masa tenggang pembayaran (grace period). Sisanya terhitung non-aktif.
Sementara total jumlah angkatan kerja di Indonesia per Februari 2021 adalah 131,06 juta orang. Sekitar 90 juta orang di antaranya memenuhi kriteria untuk menjadi peserta Jamsostek. Artinya, kepesertaan aktif BP Jamsostek saat ini baru mencakup 33,3 persen dari total pekerja yang sebenarnya berhak mendapat jaminan sosial.
Selain itu, tambah Dian, pekerja di wilayah yang terkena PPKM umumnya mendapat gaji sesuai upah minimum provinsi (UMP), yang berarti di atas Rp 3,5 juta. ”Kalau yang dibayar di bawah Rp 3,5 juta itu mayoritas buruh informal, dan mereka pasti tidak terdata di BP Jamsostek, sehingga tidak bisa mengakses bantuan,” katanya.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat mengatakan, dengan kriteria itu, penerima bantuan subsidi kemungkinan terbatas pada pekerja di luar Jabodetabek. ”Mungkin yang bisa mengakses itu di daerah lain yang UMP-nya di bawah Rp 3 juta, seperti Jateng, Jatim, Sumatera, Sulawesi, itu masih banyak yang digaji Rp 1 juta-Rp 2 juta,” katanya.
Belum semua didaftarkan
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyoroti syarat penerima yang tetap membayar iuran dengan rutin. Menurut dia, peserta yang masih aktif membayar berarti masih mendapat upah rutin dari perusahaan. Bantuan yang dibatasi pada peserta aktif itu berpotensi membuat bantuan salah sasaran.
Menurut dia, seharusnya pekerja yang upahnya dipotong oleh perusahaan yang mendapat prioritas bantuan tunai. ”Seharusnya data dikerucutkan pada peserta non-aktif saja,” kata Timboel.
Senada, Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Bob Azzam mengatakan, masih banyak perusahaan yang tidak mendaftarkan pekerjanya ke BP Jamsostek. Bukan hanya usaha mikro kecil menengah (UMKM), perusahaan besar pun belum semuanya mendaftarkan pekerjanya.
Kriteria penerima yang dibatasi hanya pada peserta BP Jamsostek berstatus PU itu dinilainya akan mempersulit akses bantuan bagi pekerja yang tidak terdaftar. Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah mewajibkan perusahaan segera mendaftarkan pekerjanya ke BP Jamsostek sebelum BSU disalurkan.
Kriteria penerima juga jangan dibatasi hanya pada peserta yang terdaftar sampai Juni 2021. ”Iuran pertama bisa dibayarkan dulu oleh negara. Toh, besarannya kecil. Ini juga bisa jadi kesempatan untuk memperbaiki basis data pekerja dan BP Jamsostek kita supaya besok-besok kalau ada krisis lagi, tidak sulit mengakses bantuan,” kata Bob.