Pembentukan Holding Ultra Mikro bertujuan menjangkau lebih banyak unit usaha ultramikro yang selama ini belum tersentuh layanan jasa keuangan.
Oleh
Benediktus Krisna dan Stefanus Osa
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan Holding Ultra Mikro bertujuan untuk menjangkau lebih banyak unit usaha ultramikro yang selama ini belum tersentuh layanan jasa keuangan. Holding juga akan bersinergi dengan koperasi dalam menyalurkan pembiayaan kepada usaha ultramikro.
Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara Bidang Komunikasi Publik Arya Sinulingga, Kamis (29/7/2021), menegaskan, tidak benar keberadaan Holding Ultra Mikro (UMi) akan mematikan koperasi. Justru holding akan bersinergi dengan berbagai pihak untuk mendorong perekonomian Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat 45 juta usaha ultramikro yang membutuhkan permodalan. Dari jumlah itu, hanya 15 juta usaha yang mendapatkan pendanaan dari layanan keuangan formal.
”Artinya, masih ada 30 juta usaha ultramikro lainnya yang belum tersentuh jasa layanan keuangan. BUMN harus hadir untuk melayani mereka. Siapa yang akan melayani 30 juta unit ultramikro yang tidak tersentuh ini? Masa mereka dibiarkan?” ujar Arya.
Dihubungi terpisah, Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto menjelaskan, Holding Ultra Mikro yang mengintegrasikan ekosistem usaha milik BRI, Pegadaian, dan PNM ditujukan untuk memberi manfaat yang lebih besar bagi masyarakat dan pelaku usaha.
”Kolaborasi ketiga BUMN yang dikenal fokus pada pemberdayaan usaha mikro dan ultramikro tersebut tidak hanya akan mendorong sumber pertumbuhan baru bagi masing-masing entitas melalui holding, tetapi juga akan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat banyak,” ujar Aestika.
Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan aspirasi perseroan untuk mengembangkan segmen usaha ultramikro melalui holding sejalan dengan rencana pemerintah meningkatkan peran BUMN sebagai agen pencipta nilai dan pembangunan, untuk mendukung pertumbuhan perekonomian nasional khususnya pada sektor UMKM.
Menurut Sunarso, holding Umi akan menyediakan layanan keuangan kepada para pengusaha ultramikro dengan lebih terintegrasi dalam satu ekosistem. ”Artinya, layanannya dapat end to end, proses pertumbuhan atau peningkatan kapabilitas nasabah ultramikro pun dapat lebih dimonitor dengan baik, sehingga dapat dilayani dengan lebih efektif dan efisien,” ujarnya.
Tudingan monopoli
Sebelumnya muncul anggapan, pembentukan holding berpotensi memonopoli layanan pembiayaan untuk sektor mikro dan ultramikro. Dampaknya, koperasi, Baitul Maal wat Tamwil (BMT), dan lembaga keuangan mikro lainnya, akan mati.
Dalam pernyataan sikapnya di Jakarta, Selasa (27/7/2021), Koalisi Tolak Holding Ultra Mikro mendesak pemerintah mencabut kebijakan yang diskriminatif terhadap lembaga keuangan milik masyarakat.
Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto menilai, Holding Umi akan menciptakan monokulturalisasi lembaga keuangan dalam bentuk mekanisme perbankan. Hal ini sangat berbahaya bagi fundamental ekonomi, karena monokulturalisasi akan menyebabkan ketergantungan layanan keuangan hanya kepada bank.
Padahal, menurut Suroto, perbankan terikat pada aturan prudensial yang ketat sehingga pada saat krisis kerap tidak mampu membantu usaha mikro. Selama ini, pelaku usaha mikro justru terbantu dengan adanya berbagai bentuk layanan keuangan.
Deputi Perkoperasian Kementerian Koperasi dan UKM, Ahmad Zabadi mengatakan, Holding Ultra Mikro tidak akan mematikan koperasi terutama koperasi simpan pinjam (KSP) Apalagi, KSP punya pendekatan berbeda dengan bank dan layanan ultramikro lainnya. KSP berbasis keanggotaan, sehingga setiap orang punya rasa memiliki dan gotong-royong.