Investasi pada Riset Kunci Optimalkan Teknologi Penanganan Karbon
Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dapat mengambil pelajaran dari pengembangan teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon (CCUS) Amerika Serikat.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon atau carbon capture, utilization, and storage/CCUS dinilai dapat membantu dalam proses transisi menuju energi bersih. Namun, pemerintah perlu menyiapkan investasi pada penelitian dan pengembangan teknologi CCUS.
Terkait itu, Pemerintah Indonesia menyatakan sedang menyusun regulasi mengenai CCUS. Harapannya, setiap pihak dapat mengembangkan teknologi penangkapan, utilisasi, dan penyimpanan karbon dari aspek teknis, keselamatan, dan keekonomiannya.
Teknologi CCUS mampu mengurangi emisi gas rumah kaca sekaligus meningkatkan produksi minyak dan gas melalui metode pengurasan minyak atau gas tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR atau enhanced gas recovery/EGR). Saat ini, sejumlah pembangkit listrik tenaga uap sudah mengadopsi teknologi CCUS.
Special Advisor to the President on Energy Affairs Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Shigeru Kimura menyatakan, negara-negara di kawasan Asia Tenggara dapat mengambil pelajaran dari pengembangan teknologi CCUS di Amerika Serikat (AS).
”Kemitraan yang dibangun AS (dalam pengembangan teknologi CCUS) menjadi contoh yang baik bagi ASEAN karena dapat memperkuat rantai nilai karbon dioksida melalui penangkapan, pemindahan, dan penyimpanan. Saat ini, negara di kawasan ASEAN cenderung belum mengetahui seperti apa regulasi yang cocok,” tuturnya dalam The 2nd Asia CCUS Network (ACN) Knowledge Sharing Conference yang digelar secara daring, Rabu (28/7/2021).
Direktur Kantor Energi Fosil dan Manajemen Karbon Departemen Energi AS Jarad Daniels menyatakan, pihaknya fokus pada investasi program penelitian dan pengembangan CCUS. ”Lebih dari dua dekade kami menjalani hal ini. Kami membuka kesempatan untuk bekerja sama, baik bilateral maupun multilateral, terutama dalam investasi penelitian dan pengembangan serta teknologi (CCUS),” katanya.
Berdasarkan data Departemen Energi AS, investasi pada penelitian dan pengembangan CCUS cenderung meningkat, yakni dari 207 juta dollar AS pada 2016 menjadi 225,3 juta dollar AS pada 2021. Pada 2021, investasi untuk penelitian dan pengembangan penangkapan karbon mencapai 123,3 juta dollar AS, sementara terkait penyimpanan karbon 79 juta dollar AS dan utilisasi karbon 23 juta dollar AS.
Salah satu portofolionya berupa fasilitas National Carbon Capture Center yang telah menjalankan paling tidak 100.000 jam pengujian selama lebih dari 10 tahun. Terdapat lebih dari 50 teknologi penangkapan karbon yang diuji di fasilitas ini. Departemen Energi AS mendanai 80 persen operasional fasilitas tersebut.
Jarad menggarisbawahi, investasi pada penelitian dan pengembangan penting untuk menganalisis serta membuat perhitungan teknis, matematis, dan keekonomian yang mampu menginformasikan data terpadu. Data tersebut menjadi rujukan gambaran kebijakan yang perlu diambil pemerintah, utamanya dalam rangka membuat teknologi CCUS layak memperoleh pendanaan.
Saat ini, Departemen Energi AS juga berfokus pada penelitian dan pengembangan teknologi utilisasi karbon. Terdapat lebih dari 55 penelitian aktif. ”Penelitian berorientasi pada analisis siklus hidup karbon,” ujarnya.
Dalam kemitraan mancanegara, dia menilai, AS cukup aktif dalam Agensi Energi Internasional (International Energy Agency) untuk membagikan teknologi, pengetahuan, dan keahlian teknis mengenai CCUS. Dia juga membuka peluang bagi negara-negara anggota Asia CCUS Network untuk bermitra.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Biro Perencanaan dan Kebijakan Energi Departemen Energi Filipina Jesus Tamang mengatakan, Filipina belum memiliki kebijakan ataupun lini masa pengembangan CCUS. Meskipun demikian, terdapat kajian awal untuk mengembangkan CCUS, terutama dalam mengurangi emisi karbon dan pembangkit listrik ataupun industri.
Dia melanjutkan, salah satu kajian itu menunjukkan, Filipina mesti membangun pipa sepanjang 500 kilometer untuk mengalirkan gas karbon dioksida ke tempat penyimpanan terpadu. Sayangnya, ongkos pengaliran tersebut membuat CCUS tidak berdaya saing.