Emiten-emiten di Bursa Efek Indonesia pada paruh kedua 2021 ini masih gencar mencari pendanaan segar dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMET) atau right issue. Aksi korporasi ini rupanya menjadi pilihan untuk menambah modal dan memenuhi kebutuhan lain ketimbang meminjam uang di bank atau mengeluarkan surat utang.
Hingga akhir Juli ini setidaknya sudah ada 18 emiten yang menyatakan sudah atau akan melakukan right issue. Dengan melakukan right issue, tidak ada beban bunga yang dibayarkan seperti jika emiten menerbitkan surat utang atau pinjam ke bank. Selain menghilangkan beban bunga, right issue akan membuat saham yang beredar bertambah sehingga likuiditas saham pun meningkat.
Selain right issue, beberapa emiten juga melakukan private placement, yaitu penambahan modal tanpa hal memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD). Dalam private placement, investor lama tidak diberikan hak untuk terlebih dahulu memesan saham baru. Dengan aksi korporasi ini, jumlah saham akan bertambah sehingga menambah likuiditas.
Pekan lalu, para pemegang saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk merestui rencana manajemen melakukan right issue untuk menambah modal sebanyaknya 28,67 miliar saham seri B. Diperkirakan, dana yang akan dihimpun sekitar Rp 96,5 triliun. Tidak hanya BRI, Bank Permata dan BNI juga akan melakukan right issue dalam jumlah jumbo.
Bagi emiten, right issue pada saat pandemi ketika kegiatan perekonomian agak lesu bukannya tidak berisiko. Walaupun ekspansi dilakukan untuk mengantisipasi permintaan setelah perekonomian pulih, ada kemungkinan penerbitan saham baru ini tidak terserap. Kecuali, jika emiten telah memiliki pembeli siaga, seperti yang dimiliki Bank Permata.
Risiko lain adalah jumlah penawaran saham perdana yang juga akan besar pada paruh kedua ini. Penawaran saham Bukalapak dan Goto yang nilainya besar membuat investor akan berpikir masak-masak, mau membeli saham perdana atau mengambil hak pada penawaran right issue tersebut. Belum lagi dana sebagian dana investor bisa jadi masih nyangkut pada beberapa saham, investor membeli pada harga tinggi, tetapi harga saham terus melorot sehingga belum dapat dijual untung.
Pilih emiten
Berbagai alasan melatarbelakangi aksi korporasi itu. Sebagian emiten melakukan right issue atau private placement untuk ekspansi usaha, mengakuisisi perusahaan lain, atau menambah modal agar sesuai dengan ketentuan, seperti pada emiten perbankan yang belum mencukupi modalnya. Dengan bertambah modal, bertambah pula kapasitas emiten. Namun, ada pula yang melakukan right issue untuk membayar utang.
BRI akan melakukan right issue untuk membentuk Holding Ultra Mikro dengan PT Pegadaian (Persero) dan PT Permodalan Madani (Persero). Setelah membentuk holding, total aset BRI akan meningkat dari Rp 1.411 triliun menjadi Rp 1.515 triliun. Laba bersih konsolidasi pada kuartal pertama 2021 juga naik dari Rp 6,86 triliun menjadi Rp 8 triliun.
Contoh lain adalah emiten rumah sakit PT Sarana Meditama Metropolitan Tbk pengelola rumah sakit Omni Hospital. Sarana melakukan right issue dengan target perolehan Rp 2 triliun. Sebanyak Rp 1,35 triliun akan digunakan untuk mengambil alih rumah sakit lain sehingga bisnisnya berkembang.
Namun, ada pula emiten yang merencanakan membayar utang dari hasil dana right issue itu, seperti emiten yang bergerak dalam industri baja, PT Saranacentral Bajatama Tbk, yang melakukan right issue untuk membayar utang kepada perusahaan terafiliasi, yaitu PT Sarana Steel.
Investor publik harus mencermati langkah emiten-emiten ini. Apakah right issue menarik atau tidak. Dengan mengikuti proses dari awal, seperti mengikuti rapat umum pemegang saham untuk memutuskan apakah right issue ini disetujui atau tidak, investor memiliki gambaran yang jelas apakah langkah ini membawa kemaslahatan bagi emiten juga bagi investor.
Jika memang tidak menarik, investor dapat mengabaikan mengambil haknya untuk membeli saham baru, tetapi berisiko kepemilikannya akan berkurang atau terdilusi. Cara lain adalah membeli setelah emiten selesai melakukan proses right issuenya jika memang emiten tersebut memiliki prospek yang baik.