Wapres Ma’ruf Amin menyampaikan peningkatan literasi masyarakat terus diupayakan, baik melalui jalur edukasi formal maupun nonformal dalam bentuk sosialisasi. Selain itu, sinergi dan kolaborasi semua pihak juga penting.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berupaya mempercepat pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Literasi masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan syariah dinilai merupakan salah satu faktor fundamental penentu. Kerja keras masih dibutuhkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ekonomi dan keuangan syariah tersebut.
Laporan Otoritas Jasa Keuangan 2019 menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah nasional baru mencapai 8,93 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan syariah nasional 9,1 persen. Sementara itu, survei Bank Indonesia 2020 menunjukkan indeks literasi ekonomi dan keuangan sosial syariah nasional sebesar 16,2 persen.
”Kondisi ini mencerminkan bahwa masih diperlukan kerja keras agar pemahaman masyarakat tentang ekonomi dan keuangan syariah lebih meningkat,” kata Wakil Presiden Ma’ruf Amin pada acara Temu Ilmiah Nasional Ke-20 Tahun 2021 Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FoSSEI) Universitas Diponegoro, Senin (26/7/2021).
Wapres Amin menuturkan, peningkatan literasi masyarakat ini terus diupayakan, baik melalui jalur edukasi formal secara akademik, vokasi, dan profesi maupun nonformal dalam bentuk sosialisasi. Hal lain yang tak kalah penting adalah sinergi dan kolaborasi semua pihak, baik pemerintah, akademisi, profesional, dunia usaha, BUMN, BUMD, maupun media massa.
Komitmen semua pihak untuk bersinergi diharapkan tidak terhalangi pandemi Covid-19. ”Justru situasi ini hendaknya mendorong percepatan pemanfaatan teknologi digital agar jangkauan edukasi dan sosialisasi menjadi lebih luas,” kata Wapres Amin.
Berdasarkan Laporan Ekonomi dan Keuangan Syariah Indonesia 2020 yang diterbitkan Bank Indonesia diketahui bahwa kontraksi ekonomi syariah Indonesia sepanjang 2020, jika diwakili sektor prioritas pengembangan ekosistem rantai pasok halal, yakni sektor pertanian, makanan halal, fashion (mode) Muslim, dan pariwisata ramah Muslim, sebesar minus 1,72 persen secara tahunan (year on year). Kontraksi ini tidak sedalam yang dialami ekonomi nasional yang tumbuh minus 2,07 persen.
Laporan Islamic Finance Country Index (IFCI) 2020 juga menyebutkan bahwa dari 42 negara yang disurvei terkait keuangan syariah, Indonesia menempati posisi kedua dengan skor 82,01 setelah Malaysia. ”Hal ini merupakan peluang yang harus dioptimalkan oleh semua pihak yang terlibat dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah,” kata Wapres Amin.
Mencermati kondisi tersebut, pemerintah berharap FoSSEI sebagai wadah silaturahmi mahasiswa pencinta ekonomi Islam yang telah cukup mapan dapat terus berkontribusi lebih baik ke depan.
FoSSEI sebagai organisasi berbasis ilmiah dan praktik, berjejaring luas, serta digerakkan kalangan muda diharapkan dapat berperan menjawab berbagai tantangan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, terlebih di era disrupsi ganda, yakni digitalisasi dan pandemi, saat ini.
”FoSSEI sebagai wadah berhimpunnya 247 Kelompok Studi Ekonomi Islam di 14 regional dengan lebih kurang 20.000 kader yang tersebar di sektor industri, pemerintahan, maupun filantropi diharapkan dapat menjadi jembatan bagi dunia akademisi serta praktisi ekonomi dan keuangan syariah,” ujar Wapres Amin.
Pada kesempatan tersebut, Wapres Amin menuturkan, pihaknya meyakini generasi muda, khususnya kelompok milenial, berperan sangat strategis dalam menentukan kemajuan ekonomi dan keuangan syariah. Generasi muda mesti mampu memasyarakatkan pemahaman bahwa ekonomi dan keuangan syariah adalah pilihan rasional, inklusif, berkeadilan, dan sesuai prinsip-prinsip syariah.
Generasi muda mesti mampu memasyarakatkan pemahaman bahwa ekonomi dan keuangan syariah adalah pilihan rasional, inklusif, berkeadilan, dan sesuai prinsip-prinsip syariah. (Ma’ruf Amin)
Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah Indonesia Iggi Haruman Aschien menyebutkan, sektor keuangan syariah sudah cukup lama dibangun di Indonesia, yakni sejak lebih dari 20 tahun lalu.
”Namun, kita menyadari tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah Indonesia saat ini masih rendah,” katanya.
Iggi menuturkan, literasi keuangan adalah pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan.
Seseorang dapat dikatakan sebagai well literated (terliterasi dengan baik) apabila memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga, produk, dan jasa layanan keuangan serta keterampilan dalam mengetahui fitur, manfaat, risiko, hak, dan kewajiban dari produk dan layanan jasa keuangan tersebut.
”Kalau kita perhatikan, rata-rata indeks inklusi keuangan syariah hampir selalu lebih tinggi sebetulnya dari indeks literasi keuangannya. Artinya, masyarakat Indonesia menggunakan produk dan jasa layanan keuangan syariah tanpa diimbangi pengetahuan yang cukup terhadap produk dan layanan jasa keuangan syariah tersebut. Ini menjadi PR (pekerjaan rumah) kita bersama, sehingga memang akan menjadi selalu sensitif kalau kemudian ada permasalahan di dalam industri keuangan syariah,” kata Iggi.
Sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, lanjut Iggi, tentu kondisi ini cukup memprihatinkan. ”Padahal, literasi keuangan, sekali lagi, berperan sangat penting dalam mencapai tujuan finansial dan kesejahteraan. Dengan rendahnya tingkat literasi, dikhawatirkan akan ada pihak-pihak yang memanfaatkannya untuk kepentingan yang tidak baik. Masyarakat awam menjadi rentan terkena kasus penipuan maupun investasi bodong,” katanya.
Iggi menuturkan, mayoritas penduduk Indonesia adalah generasi milenial yang terkoneksi baik dengan dunia digital. Pada 2014, penetrasi pengguna internet masyarakat Indonesia masih di 34,9 persen dan dalam jangka waktu dua tahun setelahnya mengalami kenaikan lebih dari 50 persen. ”Melihat perkembangan teknologi informasi dan penetrasi penggunaan internet tersebut, perlu disusun strategi untuk memperbesar, meningkatkan tingkat literasi dan inklusi keuangan masyarakat,” katanya.
Iggi mengatakan, generasi milenial disadari adalah driver (penghela) ekonomi syariah. Populasi Muslim muda yang meningkat sangat pesat pun menghela sisi permintaan ekonomi syariah global. Hal ini selanjutnya diiringi dengan peningkatan kesadaran nilai-nilai Islam.
”Contohnya, kalau mau travelling biasanya juga maunya mengonsumsi yang halal-halal, hotel maunya juga halal friendly, dan seterusnya. Demand site lainnya adalah digital connectivity dan growth of ethical consumption,” ujar Iggi.