Ekspor perikanan diprediksi terus tumbuh seiring kenaikan permintaan global. Namun, pandemi Covid-19 yang berkepanjangan turut memicu kendala dalam pengiriman produk ekspor.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Potensi ekspor perikanan Indonesia tahun ini dinilai cukup besar seiring pulihnya ekonomi negara-negara maju. Akan tetapi, kendala logistik global dikhawatirkan menghambat kinerja ekspor.
Selama semester I-2021, nilai ekspor perikanan tercatat 2,6 miliar dollar AS atau 42 persen dari target ekspor perikanan tahun ini senilai 6,05 miliar dollar AS. Nilai ekspor itu tumbuh 7,3 persen secara tahunan. Surplus neraca perdagangan komoditas perikanan tercatat 2,3 miliar dollar AS atau naik 6,4 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.
Direktur Pemasaran Ditjen Penguatan Daya Saing Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan (PDSKP-KKP) Machmud Sutedja mengemukakan, pihaknya berharap ekspor perikanan tahun ini bisa mencapai target.
Namun, permintaan global yang terus meningkat menghadapi tantangan berupa rendahnya kapasitas pengiriman dan penutupan (lockdown) lokal di beberapa negara.
Selain itu, terjadi kelangkaan kontainer berpendingin dan biaya kargo yang terus meningkat sebagai dampak berlanjutnya pandemi Covid-19.
Ini masalah global. Kendala (logistik) itu sedang dibahas untuk dicarikan solusinya,” kata Machmud saat dihubungi, Minggu (25/7/2021).
Direktur Logistik PDSKP-KKP Innes Rahmania mengemukakan, pihaknya tengah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perhubungan dan pemilik moda transportasi guna mencari solusi terhadap kendala logistik.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), negara utama tujuan ekspor perikanan Indonesia per semester I-2021 adalah Amerika Serikat dengan nilai ekspor 1,1 miliar dollar AS atau 44,4 persen terhadap nilai total ekspor.
Selain itu, China 382,9 juta dollar AS (14,8 persen), Jepang 278,9 juta dollar AS (10,8 persen), ASEAN 270,1 juta dollar AS (10,4 persen), dan Uni Eropa 132 juta (5,1 persen).
Machmud mengemukakan, beberapa komoditas unggulan ekspor perikanan, antara lain, udang dengan kontribusi 1 miliar dollar AS atau 40,1 persen terhadap total nilai ekspor. Di samping itu, komoditas tuna-tongkol-cakalang 334,7 juta dollar AS (12,9 persen), cumi-sotong-gurita 268,6 juta dollar AS (10,4 persen), rajungan-kepiting 256,6 juta dollar AS (9,9 persen), dan rumput laut 144,6 juta dollar AS (5,6 persen).
Jaringan Diperluas
Secara terpisah, CEO dan Co-Founder Aruna, Farid Naufal Aslam, mengemukakan, permintaan global akan produk perikanan terus meningkat. Platform usaha perikanan dan kelautan berbasis teknologi itu mencatat pertumbuhan 700 persen pada 2020.
Pekan ini, Aruna mengumumkan meraih pendanaan seri A senilai 35 juta dollar AS, yang sejauh ini merupakan investasi terbesar di sektor teknologi pertanian dan maritim. Pendanaan itu akan digunakan antara lain untuk memperluas jaringan kemitraan nelayan guna meningkatkan pasokan perikanan global. Saat ini Aruna memiliki basis 21.300 nelayan di 13 provinsi di Indonesia.
Pendanaan Seri A senilai 35 juta dollar itu dipimpin oleh Prosus Ventures dan East Ventures (Growth Fund), SIG, serta investor lama, antara lain AC Ventures, MDI, dan Vertex Ventures. Investasi seri A di sektor agroteknologi dan maritim itu memperkuat kiprah Aruna dalam bisnis rantai pasokan perikanan dan kelautan.
”Putaran pendanaan ini memungkinkan kami untuk lebih memperluas jaringan nelayan dan pembudidaya ikan di seluruh Indonesia. dan membantu melayani permintaan global yang besar akan produk kami,” kata Farid dalam keterangan tertulis.
Ia menambahkan, Aruna akan memperkuat infrastruktur rantai pasokan, melayani pelanggan di pasar baru, mendiversifikasi produk, serta membangun analitik data dan tulang punggung teknologi. Penguatan rantai pasokan akan menyederhanakan proses pemasaran produk nelayan.
”Sektor perikanan berperan penting dalam mendukung masyarakat pesisir, tetapi industri perikanan tradisional masih menghadapi kemiskinan dan keterbelakangan yang signifikan,” ujar Farid.