Dana Isoman di Hotel Belum Juga Bisa Dicairkan, Masih Menunggu Verifikasi
Hingga kini biaya isolasi mandiri di hotel senilai tak kurang dari Rp 196 miliar belum dapat dicairkan pemerintah. Pencairan dana masih membutuhkan verifikasi internal dan dari BPKP.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah mengalokasikan anggaran untuk membayar biaya hotel yang dipergunakan untuk tempat isolasi mandiri warga yang terpapar Covd-19. Masih adanya tunggakan biaya hotel yang belum dibayarkan bukan karena tidak ada anggaran yang dialokasikan untuk membayar, tetapi karena masih menunggu proses verifikasi oleh lembaga audit keuangan negara.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo, saat dihubungi pada Minggu (25/7/2021) dari Jakarta, mengatakan, pihaknya telah mendapatkan informasi dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) mengenai masih adanya hotel yang belum dibayarkan tagihannya oleh pemerintah. Namun, ia memastikan hal ini bukan karena tidak ada alokasi anggaran untuk membayarkan tunggakan itu. Sebab, tagihan hotel untuk isoman itu telah disampaikan kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku kuasa pengguna anggaran (KPA).
Kami telah cek di Kemenkeu dan Satgas KCPEN, uang itu sudah dianggarkan untuk BNPB. Sekarang tinggal BNPB yang mengajukan klaim sehingga uang itu bisa segera dicairkan. (Yustinus Prastowo)
”Kami telah cek di Kemenkeu dan Satgas KCPEN, uang itu sudah dianggarkan untuk BNPB. Sekarang tinggal BNPB yang mengajukan klaim sehingga uang itu bisa segera dicairkan,” kata Prastowo, menanggapi pertanyaan tentang belum kunjung cairnya sejumlah anggaran untuk hotel yang dipakai isoman oleh warga.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sekaligus Ketua PHRI Haryadi Sukamdani menyebutkan, pemerintah masih belum membayarkan biaya hotel untuk isoman sebesar Rp 196 miliar.
Prastowo menerangkan, Kemenkeu tidak dibolehkan langsung mencairkan dana itu kepada PHRI. Sesuai prosedur, pencairan itu hanya dapat dilakukan melalui KPA, yang dalam hal ini ialah BNPB dan Kementerian Kesehatan. Khusus untuk pengelolaan fasilitas kesehatan, termasuk hotel untuk isolasi mandiri warga, itu merupakan kewenangan BNPB.
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sebagai juru bayar telah menyiapkan anggaran untuk melunasi biaya hotel untuk isoman tersebut. Namun, sesuai prosedur, pencairan itu baru dapat dilakukan jika ada klaim atau pengajuan yang dilakukan oleh BNPB selaku KPA. ”Peran Kemenkeu pada posisi ini seperti kasir saja, yang menunggu klaim atau reimburse dari pengguna anggaran, yaitu BNPB. Dananya sudah dibayarkan, dan bisa dicairkan, tinggal menunggu klaim dari BNPB saja. Kalau sudah ada pengajuan klaim dan ada bukti-buktinya, pasti uang itu dicairkan,” ungkap Prastowo.
Dihubungi terpisah perihal persoalan ini, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi (Pusdatinkom) BNPB Abdul Muhari menjelaskan, pembayaran hotel untuk isoman terus berproses, dan sesuai dengan tahapan, karena jumlah hotel yang melayani isoman berbeda setiap periode waktunya. Kalaupun ada yang belum dicairkan oleh BNPB, itu karena masih memerlukan waktu untuk verifikasi dan audit internal di BNPB maupun oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
”Ini, kan, jumlah hotelnya banyak, dan per periode itu jumlahnya tidak sama. Ketika mencairkan pembayaran tentu kami harus minta verifikasi dulu dari BPKP, apakah bukti-buktinya sesuai ataukah tidak. Jadi, ketika ada tagihan sekian miliar, dan ada bukti yang diajukan, tidak serta-merta langsung dibayarkan. Sebab, kita mesti mengecek dulu, dan prosesnya dilakukan selain internal BNPB juga oleh BPKP. Ini supaya tidak ada permasalahan hukum nantinya,” ucap Abdul.
Verifikasi berlapis yang diterapkan BNPB ini, lanjut dia, dilakukan karena uang yang dipakai untuk membayar hotel-hotel itu merupakan uang negara. Namun, pada prinsipnya, setiap tagihan yang disertai bukti dan telah tuntas diverifikasi pasti akan dibayar oleh BNPB.
”Ibaratnya, kalau ada kuitansinya, harus dipastikan dulu asli ataukah tidak kuitansi itu, dan kalau memang tidak ada masalah dengan bukti pembayarannya pasti akan kami bayar,” ucapnya.
Ini, kan, untuk akuntabilitas. Kami siapkan step by step, dan pemeriksaan atau verifikasi kami lakukan dulu. Jumlah yang kami bayarkan juga sesuai dengan rekomendasi dari verifikator. (Abdul Muhari)
Dalam proses verifikasi itu, Abdul mengatakan, terkadang memerlukan waktu. Salah satu alasannya ialah jumlah verifikator yang terbatas, dan proses verifikasi itu sendiri yang mesti dilakukan dengan hati-hati dan akuntabel. Dengan demikian, ketika dilakukan pencairan uang negara sama sekali tidak ada persoalan hukum di belakang hari. Akuntabilitas dan transparansi menjadi alasan verifikasi dalam pencairan uang untuk pembayaran hotel isoman itu tidak serta-merta diberikan ketika kuitansinya ditagihkan kepada pemerintah.
”Ini, kan, untuk akuntabilitas. Kami siapkan step by step, dan pemeriksaan atau verifikasi kami lakukan dulu. Jumlah yang kami bayarkan juga sesuai dengan rekomendasi dari verifikator. Misalnya, kalau yang ditagihkan 10, tetapi yang baru dicairkan 8, itu karena 2 lainnya masih dalam tahap verifikasi, atau masih ada persoalan dalam pembuktian. Tetapi, kalau sudah selesai verifikasi dan tidak ada masalah, pasti kami bayarkan,” ujar Abdul.
BNPB pun memahami kendala yang dihadapi oleh pengusaha perhotelan di masa pandemi ini. Mereka memerlukan perputaran uang yang cepat sehingga pembayaran dari tagihan biaya isoman itu sangat mendesak untuk memastikan bisnis mereka dapat bertahan. Namun, Abdul menegaskan, pihaknya harus tetap mengikuti prosedur pencairan dana dengan memperhatikan akuntabilitas dan transparansi, serta rekomendasi dari hasil audit dan verifikasi internal maupun BPKP.
”Kalau hasil verifikasi itu sudah kami dapatkan, dana itu langsung cair dalam hitungan hari,” katanya.