Bank Indonesia perlu terlibat dalam pemulihan ekonomi melalui pelonggaran moneter dengan cara menurunkan nilai tingkat suku bunga acuan.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia dinilai masih bisa menurunkan tingkat suku bunga acuan. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat berpotensi menimbulkan kontraksi ekonomi sehingga perlu stimulus pelonggaran moneter dari bank sentral.
Hal ini bisa menjadi bahan pertimbangan untuk Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) yang tengah berlangsung sejak kemarin hingga hari ini. Adapun hasil rapat akan diumumkan nanti pada pukul 14.00 WIB. Seperti diketahui, saat ini tingkat suku bunga acuan BI 7 Day (Reverse) Repo Rate berada pada level 3,5 persen.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal menjelaskan, masih ada ruang bagi BI untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan. ”Suku bunga BI yang jelas tidak akan naik. Ini antara bertahan di level yang sama atau turun. Tapi, seharusnya masih ada ruang untuk turun,” ujar Faisal, yang dihubungi pada Rabu sore, (21/7/2021).
Ia menjelaskan, PPKM darurat berpotensi menimbulkan kontraksi ekonomi karena berbagai aktivitas ekonomi masyarakat terpaksa dibatasi dalam rangka menurunkan penularan virus Covid-19. Sektor-sektor yang terdampak PPKM Darurat akan kembali mencatat penurunan.
Indikator lainnya, seperti inflasi, pun terbilang rendah. Data BI menyebutkan, pada Juni inflasi berada di level 1,33 persen. Faisal memperkirakan, bulan Juli malah bisa terjadi deflasi karena mengendurnya aktivitas ekonomi masyarakat.
”Maka diperlukan insentif pelonggaran moneter, salah satunya dengan cara menurunkan tingkat suku bunga acuan,” ujar Faisal.
Nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar AS pun masih stabil bergerak di kisaran Rp 14.400-Rp 14.500. Kekhawatiran akan terjadi goncangan stabilitas keuangan akibat keluarnya arus modal atau capital outflow merespons kebijakan moneter bank sentral AS atau taper tantrum, menurut Faisal, belum akan terjadi dalam waktu dekat.
Ia memperkirakan tapering off paling cepat dilakukan bank sentral AS pada triwulan I-2022. Ini mengacu pernyataan bank sentral AS yang belum akan mengeluarkan kebijakan menaikkan suku bunganya tahun ini.
”Kekhawatiran adanya arus modal keluar itu rasanya belum akan terjadi dalam waktu dekat. Jadi BI tidak ada urgensi untuk menaikkan tingkat suku bunga acuan,” ujar Faisal.
Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky mengatakan, BI perlu terlibat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang berpotensi terkontraksi akibat PPKM darurat.
Peningkatan jumlah kasus Covid-19 diperkirakan menghambat pemulihan ekonomi. Seluruh indikator ekonomi, seperti inflasi, IKK, PMI, dan surplus perdagangan, mulai menunjukkan prospek yang suram.
”Kami memperkirakan indikator-indikator tersebut akan terus mengalami penurunan di bulan Juli, terutama setelah pemerintah memutuskan untuk menerapkan PPKM darurat di Jawa dan Bali,” ujar Riefky.
Namun, di sisi lain, pada faktor eksternal, lanjut Riefky, BI juga harus tetap menjaga stabilitas nilai tukar mata uang rupiah. Analisi Riefky menunjukkan, rupiah cenderung bergerak sideways karena investor mempertimbangkan perkembangan terakhir dalam kasus Covid-19 dan bagaimana sikap bank sentral AS atau The Fed.
”Untuk menjaga nilai tukar dan stabilitas keuangan di bawah ketidakpastian krisis Covid-19, kami melihat BI perlu menahan suku bunga kebijakan di 3,50 persen bulan ini,” ujar Riefky.
Stabilitas dan pemulihan
Dikemukakan terpisah, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menjelaskan, kebijakan OJK selama pandemi ini akan fokus pada dua hal, yakni menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pemulihan ekonomi.
”Untuk mempertahankan momentum pemulihan ekonomi dan menjaga stabilitas sistem keuangan saat ini, kami mengeluarkan sejumlah kebijakan strategis bekerja sama dengan BI dan pemerintah,” ujar Wimboh, Rabu.
Kebijakan strategis itu, antara lain, mengawal pelaksanaan PPKM darurat khususnya yang terkait pelaksanaan sektor jasa keuangan yang termasuk dalam sektor esensial serta mempercepat implementasi dan distribusi vaksinasi.
Selain itu, mempercepat belanja pemerintah pusat dan daerah sebagai kebijakan dari sisi fiskal. OJK juga mengakselerasi hilirisasi ekonomi dan keuangan digital. Juga peningkatan penetrasi layanan keuangan dan pendalaman pasar keuangan serta mendorong berkembangnya industri keuangan yang berkelanjutan.