Pencairan bantuan bagi 3 juta pelaku usaha mikro yang terdampak pandemi Covid-19 dipastikan lebih cepat. Menteri Keuangan Sri Mulyani minta Kementerian Koperasi dan UKM menyalurkannya bagi 3 juta usaha mikro baru.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencairan bantuan bagi 3 juta pelaku usaha mikro yang terdampak pandemi Covid-19 dipastikan lebih cepat dari target yang telah ditetapkan. Dari target September 2021, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah memastikan pencairan selesai pada akhir Juli 2021.
”Tidak ada masalah, jumlah pelaku usaha mikro itu sudah diusulkan oleh sejumlah dinas koperasi dan UKM. Jadi, tinggal disalurkan saja. Boleh dibilang, bantuan sebesar Rp 3,6 triliun ini merupakan tambahan atas kelanjutan program bantuan produktif usaha mikro atau BPUM yang sudah digulirkan sejak tahun 2020,” kata Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Edi Satriya di Jakarta, Selasa (20/7/2021).
Seperti dikemukakan dalam Evaluasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat pada Sabtu (17/7/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah telah menyalurkan bantuan langsung berupa uang masing-masing sebesar Rp 1,2 juta kepada 9,8 juta pelaku usaha mikro dengan total Rp 11,76 triliun.
Sri Mulyani menjelaskan, pada bulan Juli hingga September 2021, Kementerian Koperasi dan UKM diminta untuk kembali menyalurkan bantuan tunai ini. Ada anggaran sebesar Rp 3,6 triliun yang bisa diberikan kepada 3 juta peserta usaha mikro baru.
”Kita harap datanya sudah lebih baik dan targetnya lebih baik. Jadi, ada 3 juta peserta usaha mikro baru yang akan menerima bantuan tunai masing-masing sebesar Rp 1,2 juta. Biasanya ini sangat berguna bagi pelaku usaha kecil untuk modal kerja dan bahan baku,” ujarnya.
Pemerintah menargetkan sebanyak 12,8 juta usaha mikro segera memperoleh bantuan dengan total anggaran Rp 15,36 triliun. Diharapkan anggaran Rp 3,6 triliun ini bisa benar-benar tersalurkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM, terutama saat para pelaku usaha mikro kini sedang menghadapi PPKM darurat dalam upaya mencegah penularan Covid-19.
Edi menjelaskan, bantuan tahap pertama sebesar Rp 11,76 triliun sudah dicairkan kepada 9,8 juta usaha mikro sebelum Idul Fitri, Mei lalu. Sekarang ini, bantuan sebesar Rp 3,6 triliun merupakan tambahan atas BPUM yang terkait dengan pemulihan ekonomi nasional.
”Sama seperti BPUM tahap pertama, bantuan akan disalurkan kepada 3 juta usaha mikro yang baru melalui bank penyalur,” ujar Edi.
Bantuan lain
Selain APBN, Menkeu juga melihat adanya potensi bantuan UMKM yang bisa diberikan oleh setiap pemerintah daerah, sebagaimana dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
”Sebetulnya ada anggaran yang ditujukan untuk perlindungan sosial dan pemberdayaan ekonomi. Di APBD, anggarannya mencapai sebesar Rp 12,11 triliun yang digunakan untuk perlindungan sosial dan sebesar Rp 13,35 triliun untuk pemberdayaan ekonomi, seperti usaha kecil, pedagang kaki lima, dan sebagainya.”
Menkeu menyayangkan pemanfaatannya, karena hingga Juli ini, realisasinya masih sangat kecil. Untuk perlindungan sosial, dana yang disalurkan baru sebesar Rp 2,3 triliun atau 19,2 persen. Sementara untuk pemberdayaan ekonomi baru tercairkan Rp 2,3 triliun atau 17,2 persen.
”Jadi, dari APBD terdapat total anggaran sebesar Rp 25,46 triliun yang seharusnya bisa dirasakan (masyarakat),” kata Sri Mulyani.
Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto secara terpisah mengatakan, menghadapi penularan Covid-19 saat ini, pemerintah tetap perlu memprioritaskan upaya penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi. Penanganan Covid-19 meliputi pencegahan penyebaran virus, vaksinasi, dan penanganan medis bagi pasien. Adapun pemulihan ekonomi, antara lain, juga meliputi pemberian insentif bisnis dan bantuan korporasi ataupun UMKM.
Akan tetapi, untuk pemulihan ekonomi, Suroto berpendapat, pemerintah tampaknya belum memberi prioritas kepada kelompok masyarakat paling rentan dan UMKM yang sebetulnya sangat strategis untuk menyelamatkan ekonomi. Terkait itu, pemerintah dapat meneruskan kebijakan transfer tunai kepada kelompok masyarakat yang paling rentan untuk memperbaiki sisi permintaan yang terpuruk akibat kemerosotan daya beli.
Kebijakan transfer tunai kepada masyarakat secara langsung ini akan mencegah mobilisasi masyarakat. Sebab, mobilisasi yang tak terkendali akan memperparah penyebaran virus dan juga berefek ganda bagi ekonomi masyarakat, terutama kelompok rentan. Transfer tunai langsung kepada masyarakat akan memperbaiki daya beli dan menghidupkan ekonomi rumah tangga.
Menurut Suroto, bantuan transfer tunai juga akan menjadikan masyarakat lebih tenang dalam menghadapi PPKM darurat karena kebutuhan dasar ekonomi mereka tetap terpenuhi. Dengan begitu, tidak timbul gejolak sosial.
”Tahun lalu, alokasi BPUM sebesar Rp 11,76 triliun saja sudah terlihat sangat membantu rakyat. Padahal, jumlahnya sangat kecil jika dibandingkan dengan alokasi dana PEN keseluruhan,” katanya. Ia membandingkannya dengan alokasi penyelamatan korporasi yang sudah mencapai Rp 60 triliun.
Dia menyebutkan alokasi bantuan bagi UMKM tahun anggaran 2020 yang mencapai Rp 124 triliun. Ternyata alokasi sebesar ini bukan ditujukan sepenuhnya untuk mendorong ekonomi rakyat, melainkan menyelamatkan likuiditas bank dalam bentuk penyertaan modal dan penempatan dana pemerintah.
Sementara itu, realisasi kredit untuk usaha mikro yang jumlahnya meliputi 63 juta pelaku usaha atau 98,9 persen dari jumlah pelaku usaha itu hanya 3 persen dari total rasio kredit perbankan. Suroto memperkirakan, separuh usaha mikro ini bisa terhenti dan pelaku usahanya jatuh menjadi penerima bantuan sosial.