Aturan PPKM Kerap Dilanggar, Kemenperin Evaluasi Izin Operasi Industri
Kementerian Perindustrian memperketat evaluasi izin operasional dan mobilitas kegiatan industri guna mengefektifkan pelaksanaan PPKM darurat di sektor perindustrian. Ada temuan pelanggaran dalam dua pekan PPKM darurat.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat selama dua pekan pertama menunjukkan masih ada industri yang melanggar ketentuan pembatasan. Kementerian Perindustrian memperketat evaluasi pemberian izin operasional dan mobilitas kegiatan industri atau IOMKI perusahaan yang masih melanggar aturan protokol kesehatan.
Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan, dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Eko SA Cahyanto, Minggu (18/7/2021), mengatakan, pemerintah tidak akan ragu mencabut IOMKI perusahaan yang melanggar peraturan.
Selain pencabutan izin operasi, tindak pidana ringan berupa denda bagi perusahaan yang melanggar PPKM darurat juga diberikan sesuai peraturan setiap daerah. Kemenperin berkoordinasi dengan pemerintah daerah memperketat evaluasi pemberian IOMKI, dari yang biasanya hanya sekali sepekan menjadi dua kali sepekan.
”Masih dijumpai pelanggaran, ada yang minor, ada yang karena salah menginterpretasi aturan. Tetapi, ada juga yang memang terbukti nyata melanggar dan itu tidak bisa ditoleransi. Urusan kesehatan harus diutamakan. Jangan ambil risiko karena kalau tidak ada IOMKI, perusahaan tidak bisa beroperasi,” kata Eko saat dihubungi di Jakarta.
Sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2021 tentang PPKM Darurat di Jawa dan Bali, pelaksanaan kegiatan pada sektor esensial, seperti industri yang berorientasi ekspor, kapasitasnya dibatasi maksimal 50 persen untuk pegawai yang bekerja di fasilitas produksi/pabrik.
Sementara kapasitas untuk pelayanan administrasi/operasional perkantoran dibatasi maksimal 10 persen. Perusahaan terkait harus dapat menunjukkan bukti dokumen pemberitahuan ekspor barang (PEB) selama 12 bulan terakhir, dokumen rencana ekspor, serta wajib memiliki IOMKI dari Kemenperin.
Eko mengatakan, ada peningkatan temuan jumlah kasus Covid-19 di lingkungan perusahaan industri selama beberapa pekan terakhir ini meski tidak sebanyak temuan penularan Covid-19 di kluster lain. Jumlahnya saat ini masih dikompilasi oleh pemerintah. ”Masih kami cek juga, penularannya dari mana? Apakah dari lingkungan industri atau bagaimana? Karena biasanya selama di pabrik, prokes pekerja masih tertib, tetapi begitu keluar dari pabrik itu yang berbeda,” kata Eko.
Pencabutan IOMKI
Kemenperin mencatat, hingga 15 Juli 2021, pemerintah telah memberikan 17.762 IOMKI kepada total 16.267 perusahaan industri di wilayah Jawa-Bali. Sektor yang paling banyak mendapat izin beroperasi adalah industri kimia, farmasi, dan tekstil (7.354 izin); industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika (5.994 izin); serta industri agro (4.915 izin).
Dari total jumlah tersebut, pemerintah sudah mencabut 266 IOMKI. Sektor yang paling banyak dicabut izinnya adalah industri kimia, farmasi dan tekstil, industri agro, serta industri logam, mesin, alat transportasi dan elektronika.
Sementara itu, di luar Jawa-Bali, pemerintah menerbitkan 3.437 IOMKI untuk 2.939 perusahaan. Paling banyak untuk industri agro (1.720 izin); industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika (1.069 izin); serta industri kimia farmasi dan tekstil (674 izin).
Sebanyak 41 IOMKI di wilayah non Jawa-Bali itu telah dicabut, mayoritas di industri agro dan industri logam, mesin, alat transportasi, dan elektronika. Namun, tidak semua IOMKI dicabut karena perusahan melanggar aturan PPKM darurat.
”Sebagian besar IOMKI dicabut karena perusahaan tidak konsisten melapor sesuai jadwal. Ada juga IOMKI yang setelah dicabut diaktivasi kembali karena akhirnya perusahaan melapor dan memperbaiki,” ujar juru bicara Kemenperin, Febri Hendri.
Pengetatan
Sebelum ini, dalam keterangan pers terkait evaluasi pelaksanaan PPKM darurat selama dua pekan pertama, Sabtu (17/7/2021), Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan masih ditemukan perusahaan industri yang melanggar aturan.
Ia menyampaikan, beberapa wilayah industri mengalami peningkatan intensitas cahaya pada malam hari. Hal itu mengindikasikan adanya peningkatan mobilitas masyarakat di wilayah tersebut. Temuan di lapangan, terjadi pelanggaran di sektor esensial yang mengaktifkan shif (giliran) kerja malam sehingga jumlah karyawan yang masuk tetap 100 persen dalam sehari.
Luhut menegaskan perlunya pengetatan pengawasan dan penindakan terhadap dunia industri mengingat kluster Covid-19 sudah bermunculan dari kawasan industri, seperti terjadi di Karawang. ”Saya minta pengetatan dan tidak memberikan celah untuk pelanggaran yang tidak sesuai aturan yang berlaku,” kata Luhut.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Manufaktur Johnny Darmawan mengatakan, saat ini, pengetatan kegiatan adalah satu-satunya cara menjaga kinerja pertumbuhan industri. Sebab, jika Covid-19 tidak bisa dikendalikan, hal yang sama akan terus berulang. ”Industri tidak akan berjalan kalau sedikit-sedikit kena Covid-19, apalagi varian baru ini jauh lebih ganas,” katanya.
Menurut dia, umumnya perusahaan sudah sadar diri untuk menurunkan kapasitas di lingkungan pabrik hingga di bawah 50 persen. Ada juga yang memberlakukan sistem giliran kerja. Di satu sisi, hal itu memang akan menurunkan produktivitas perusahaan, tetapi diperlukan agar tidak terjadi kerumunan atau penumpukan pekerja di satu waktu.