Selama Libur Idul Adha, Kegiatan Masyarakat Diperketat
Mengantisipasi lonjakan kasus Covid-19 yang mungkin terjadi dari libur Idul Adha yang jatuh pada Selasa 20 Juli, pemerintah melakukan pengetatan mobilitas dan aktivitas masyarakat.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jelang hari raya Idul Adha yang jatuh pada Selasa 20 Juli, pemerintah menerapkan pengetatan kegiatan masyarakat. Pengetatan kegiatan masyarakat itu tertuang dalam Surat Edaran Satgas Covid-19 Nomor 15 tentang Pembatasan Aktivitas Masyarakat selama Libur Hari Raya Idul Adha 1442 H. Langkah ini diambil untuk mengurangi laju mobilitas masyarakat, sejalan dengan upaya pengurangan jumlah kasus Covid-19.
Dalam konferensi pers virtual Pembatasan Aktivitas Masyarakat Selama Libur Hari Raya Idul Adha 1442 Hijriah, Sabtu (17/7/2021) malam, Koordinator Tim Pakar dan Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menjelaskan, kebijakan pengetatan ini mencakup lima hal. Kelima hal itu adalah pembatasan mobilitas masyarakat, pembatasan kegiatan peribadatan hari raya Idul Adha, pembatasan kegiatan silaturahmi masyarakat, pembatasan kegiatan tempat wisata, dan penguatan sosialisasi pembatasan aktivitas masyarakat.
Staf Khusus Menteri Perhubungan yang juga Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati menjelaskan, pengaturan pelarangan mobilitas masyarakat meliputi beberapa hal.
Seluruh bentuk perjalanan orang ke luar daerah dibatasi untuk sementara. Namun, dikecualikan pekerja sektor esensial dan kritikal, perseorangan dengan keperluan mendesak seperti pasien sakit keras dan ibu hamil dengan pendampingan 1 anggota keluarga. Selain itu, pembatasan juga dikecualikan untuk kepentingan persalinan dengan pendamping maksimal 2 orang dan pengantar jenazah non- Covid-19 dengan jumlah maksimal lima orang.
Pelaku perjalanan dengan usia di bawah 18 tahun juga dibatasi untuk sementara. Semua pengguna moda transportasi wajib melampirkan persyaratan, antara lain surat tanda registrasi pekerja (STRP) atau surat keterangan lainnya. Ini ditujukan untuk pekerja sektor esensial dan kritikal serta perseorangan dengan keperluan mendesak.
”Ini berlaku untuk semua moda, baik transportasi udara, darat, laut, maupun kereta api,” ujar Adita.
Selain itu, pengguna moda transportasi juga wajib menunjukkan kartu vaksinasi minimal dosis pertama kepada petugas. Ini ditujukan untuk pelaku perjalanan dari dan ke daerah Jawa-Bali. Namun, ini dikecualikan untuk kendaraan logisik dan perjalanan orang dengan keperluan mendesak.
Pelaku perjalanan juga wajib menunjukkan hasil tes negatif RT-PCR/antigen bagi perjalanan dari dan ke daerah Jawa-Bali serta perjalanan dari ke daerah di luar Jawa-Bali.
Kepala Bagian Operasi Korps Lalu Lintas Polri Kombes Rudi Antariksawan menjelaskan, untuk menekan mobilitas, pihaknya akan menempatkan petugas di 1.038 lokasi penyekatan yang tersebar di Lampung, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
”Penyekatan itu terdiri di jalan tol, jalan non-tol, dan pelabuhan. Ini kami lakukan untuk mencegah mobilitas. Terkecuali untuk para pihak sesuai aturan,” ujar Rudi.
Selain mengatur mobilitas, pengetatan juga mengatur kegiatan masyarakat. Kegiatan peribadahan Idul Adha 1442 Hijriah ditiadakan di daerah dengan zona PPKM darurat, PPKM mikro diperketat, dan kabupaten/kota zona merah dan oranye non-PPKM darurat. Adapun daerah non-PPKM darurat dan non-PPKM diperketat lainnya masih boleh menyelenggarakan peribadahan dengan kapasitas maksimal 30 persen. ”Optimalkan ibadah di rumah,” ujar Wiku.
Selain itu, pemerintah mengimbau seluruh masyarakat untuk melakukan silaturahmi virtual. Petugas posko desa/kelurahan dan anggota RT/RW diimbau turut membatasi silaturahmi dengan tidak menerima tamu dari luar daerahnya dan membatasi warga agar tidak berinteraksi dengan kerabat lain yang bukan satu rumah.
Aktivitas tempat wisata untuk seluruh wilayah Jawa-Bali dan daerah yang termasuk PPKM mikro diperketat, ditutup sementara. Adapun wilayah yang termasuk non-PPKM darurat dan non-PPKM diperketat lainnya hanya boleh menerima tamu dengan maksimal 25 persen dari total kapasitas.
Berbagai pertimbangan
Wiku menjelaskan, pengetatan yang dilakukan pemerintah bukan untuk membingungkan masyarakat. Pengetatan ini diputuskan berdasarkan beberapa pertimbangan.
Pertimbangan pertama adalah pengalaman libur panjang yang mengakibatkan laju penularan. Pengalaman beberapa libur panjang pada 2020 dan 2021, selalu menghasilkan lonjakan kasus setelah berakhirnya periode itu. Setelah libur Lebaran, lanjut Wiku, bahkan kasus melonjak lima kali lipat dari sebelumnya.
Selain itu, adanya pertimbangan dari tingginya laju penularan di masyarakat saat ini dengan pola penularan kluster rumah tangga. ”Kita tidak boleh mengulang pola yang sama,” ujar Wiku.
Pihaknya akan mengoptimalkan fungsi satgas daerah/pemerintah daerah dalam pengendalian laju penularan di seluruh daerah sesuai kriteria levelnya.