Tren Pemulihan Ekonomi Terjaga Sepanjang Semester I-2021
Kinerja ekspor berpotensi menjadi sumber peningkatan utama dan penopang pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II 2021 mengingat konsumsi rumah tangga masih tertekan serta melambatnya investasi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kinerja neraca perdagangan Indonesia yang mencatatkan surplus sepanjang semester I-2021 berpotensi menjadi sinyal tren pemulihan ekonomi yang terjaga di tengah pandemi Covid-19. Meskipun demikian, terdapat pengorbanan yang perlu dilakukan dari sisi perekonomian pada semester berikutnya demi pengendalian pandemi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan sepanjang semester I-2021 mencapai 11,86 miliar dollar AS atau meroket dibandingkan periode sama di 2020 yang senilai 5,42 miliar dollar AS. Nilai tersebut juga lebih tinggi dibandingkan semester I-2019 yang defisit sebesar 1,87 miliar dollar AS.
Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan, kinerja tersebut menunjukkan tren pemulihan yang terjaga hingga Juni 2021. ”Ekspor salah satu komponen ekonomi sehingga berpoten berpengaruh (pada pertumbuhan perekonomian nasional),” katanya dalam telekonferensi pers, Kamis (15/7/2021).
Sepanjang semester I-2021, nilai total ekspor Indonesia sebesar 102,87 miliar dollar AS atau melonjak 34,78 persen dibandingkan periode sama di 2020. Ekspor industri yang berkontribusi tertinggi pada kinerja tersebut bernilai 81,06 miliar dollar AS atau melesat 33,45 persen secara tahunan.
Sepanjang semester I-2021, nilai total ekspor Indonesia sebesar 102,87 miliar dollar AS atau melonjak 34,78 persen dibandingkan periode sama di 2020.
Nilai total impor sepanjang semester I-2021 menyentuh 91,01 miliar dollar AS atau naik 28,36 persen menjadi dibandingkan semester I-2020. Berdasarkan golongan penggunaan barang, impor bahan baku/penolong meningkat 30,96 persen menjadi 69,05 miliar dollar AS, sedangkan barang modal naik 19,68 persen menjadi 13,15 miliar dollar AS. Menurut Margo, pertumbuhan ekspor industri serta impor bahan baku/penolong dan barang modal menunjukkan geliat sektor manufaktur.
Sementara itu, Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Dendi Ramdani Dendi menilai kinerja ekspor pada periode tersebut didukung oleh kenaikan harga komoditas, seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batubara.
”Kinerja tersebut berpotensi menjadi sumber peningkatan utama dan penopang pertumbuhan ekonomi nasional pada triwulan II-2021, mengingat konsumsi rumah tangga masih tertekan karena masyarakat menahan belanja serta melambatnya investasi,” tuturnya saat dihubungi.
Menurut Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjadja Kamdani, surplus neraca perdagangan pada semester I-2021 dipengaruhi oleh normalisasi permintaan dunia yang disokong daya beli dan peningkatan aktivitas ekonomi di pasar-pasar besar, seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, pemulihan permintaan pasar domestik tergolong stabil.
Kinerja ekspor pada periode tersebut didukung oleh kenaikan harga komoditas, seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batubara.
Data pada laman covid19.go.id menunjukkan, per Kamis, terdapat 2,72 juta kasus positif Covid-19. Mempertimbangkan data kasus Covid-19 yang cenderung meningkat, Dendi menilai pemerintah mesti berani mengambil langkah yang tidak setengah-setengah.
Dendi merekomendasikan penerapan karantina sesuai dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam jangka waktu yang diusulkan oleh pakar epidemiologi. Penerapan karantina tersebut perlu diperkuat dengan upaya vaksinasi yang digencarkan. ”Skenario karantina ini memang menuntut pengorbanan berupa tekanan pada kinerja pertumbuhan ekonomi dan penguatan logistik bagi masyarakat,” ujarnya.
Namun, lanjut Dendi, skenario tersebut berpotensi bermuara pada penurunan kasus Covid-19 serta pemulihan ekonomi yang lebih baik. Apabila mempertahankan kebijakan saat ini, ada potensi dampak buruk bagi pengendalian pandemi serta perekonomian jangka panjang.
Sementara itu, dengan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat saat ini, Shinta memperkirakan ekspor manufaktur akan tumbuh datar atau tipis karena mayoritas sentra industri ekspor berada di kawasan zona merah. Namun, jika PPKM darurat lebih diperketat, pelaku industri akan kian kesulitan menggenjot produktivitas ekspor.
Meskipun demikian, Shinta memprediksi ekspor komoditas mentah dan pertanian berpotensi tidak terlalu terganggu oleh PPKM. Dampaknya, pertumbuhan ekspornya diperkirakan bersifat positif.