Penciptaan Lapangan Kerja Berkualitas Perlu Didorong
Dalam satu dekade terakhir ini, pemerintah gencar menciptakan lapangan kerja baru. Namun, lapangan kerja yang tercipta itu tidak cukup untuk mengangkat status masyarakat menjadi kelas menengah.
Oleh
Agnes Theodora
·4 menit baca
Jakarta, Kompas -- Indonesia kekurangan pekerjaan berkualitas untuk mendorong pertumbuhan kelas menengah. Reformasi kebijakan perlu dilakukan secepatnya dengan memprioritaskan investasi yang dapat menciptakan pekerjaan dengan upah dan perlindungan layak. Secara paralel, angkatan kerja juga disiapkan untuk mengisi pekerjaan baru tersebut.
Laporan Bank Dunia “Prospek Ekonomi Indonesia Mempercepat Pemulihan” edisi Juni 2021 menyoroti bahwa porsi pekerjaan untuk mendorong pertumbuhan kelas menengah di Indonesia turun 5,2 persen dalam waktu satu tahun setelah pandemi Covid-19.
Awalnya, pada tahun 2019, persentase pekerjaan kelas menengah masih mencapai 15,4 persen. Namun, setelah pandemi, porsinya turun menjadi 10,2 persen.
Ekonom Bank Dunia Maria Monica Wihardja, Selasa (13/7/2021) mengatakan, penurunan pertumbuhan pekerjaan yang layak untuk mendorong bertambahnya masyarakat kelas menengah di Indonesia ini sesuatu yang patut diantisipasi secara serius.
Penurunan pertumbuhan pekerjaan yang layak untuk mendorong bertambahnya masyarakat kelas menengah di Indonesia ini sesuatu yang patut diantisipasi secara serius.
“Penurunan ini membuat Indonesia mundur 10 tahun ke belakang. Ini memang sangat berat. Bukan hanya harus menciptakan pekerjaan apa saja untuk mereka yang kehilangan pekerjaan selama pandemi, kita juga harus mendorong penciptaan lapangan kerja yang lebih berkualitas,” kata Maria Monica dalam webinar “Langkah Menuju Pekerjaan Kelas Menengah di Indonesia” oleh Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Menurutnya, untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari Covid-19 secara jangka pendek, pemerintah juga harus mengimplementasikan reformasi kebijakan jangka menengah dan panjang. Hal itu juga mendesak untuk menekan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan kelas menengah yang akan berperan banyak dalam perputaran roda ekonomi.
Salah satunya dengan melalui memprioritaskan masuknya investasi baru yang akan mendorong penyerapan tenaga kerja, bukan hanya secara kuantitas tetapi juga kualitas. “Jangan pekerjaan seadanya seperti sebelumnya. Ini harus dimulai secepatnya, jangan menunggu,” ujarnya.
Laporan Bank Dunia mencatat, dalam satu dekade terakhir ini, pemerintah memang gencar menciptakan lapangan kerja dengan rata-rata 2,4 juta pekerjaan baru per tahun. Namun, lapangan kerja yang tercipta itu tidak cukup untuk mengangkat status pekerja dari miskin dan rentan miskin menjadi masyarakat kelas menengah.
Terkait tantangan menciptakan angkatan kerja yang siap mengisi pekerjaan berkualitas itu, Maria menegaskan pentingnya transfer teknologi dan keahlian lewat masuknya investasi asing. Pengetahuan yang dibawa tenaga kerja asing (TKA) harus menguntungkan tenaga kerja Indonesia.
Ia mengatakan, TKA harus selalu didampingi oleh tenaga kerja lokal. Pada satu periode, posisi yang dipegang itu harus beralih ke pekerja lokal. “Namun, dari sisi suplai tenaga kerja,kita juga harus ditingkatkan kapasitasnya untuk bisa menyerap pengetahuan yang dibawa pekerja asing itu, karena kalau tidak transfer keahlian akan sulit,” kata Maria.
Upah minimum
Peneliti di Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Endang Soesilowati mengatakan, standar pekerjaan berkualitas tidak bisa lepas dari kebijakan upah minimum bagi pekerja. Bank Dunia menetapkan standar upah kelas menengah adalah Rp 3,75 juta per bulan berdasarkan perhitungan garis kemiskinan di tahun 2018.
Sementara, per Februari 2021, rata-rata upah pekerja Indonesia secara nasional adalah Rp 2,86 juta. Kondisi itu pun berbeda-beda di setiap provinsi. Terjadi disparitas yang tinggi antara rata-rata upah pekerja antar provinsi.
Mengikuti standar upah kelas menengah yang ditetapkan Bank Dunia, hanya DKI Jakarta (Rp 4,1 juta), Kepulauan Riau (Rp 4,3 juta), Papua (Rp 4,03 juta), dan Banten (Rp 3,9 juta) yang rata-rata upah per bulannya melewati standar upah kelas menengah. Di daerah lain, rata-rata upah pekerjanya jauh di bawah standar kelas menengah.
Beberapa daerah lain memiliki standar rata-rata upah pekerja terendah, seperti Jawa Tengah (Rp 2,18 juta), DI Yogyakarta (Rp 2,18 juta), Nusa Tenggara Barat (Rp 2,2 juta), Jambi (Rp 2,21 juta), Lampung (Rp 2,24 juta), dan Nusa Tenggara Timur (Rp 2,26 juta).
Endang mengatakan, seiring dengan upaya menarik lebih banyak investasi, aspek pengupahan yang layak untuk pekerja ini patut menjadi perhatian pemerintah melalui kebijakan upah minimum yang memadai. Sementara, akibat pandemi Covid-19 serta sebagai konsekuensi penerapan UU Cipta Kerja, kebijakan upah minimum tahun ini diputuskan tidak naik.
Seiring dengan upaya menarik lebih banyak investasi, aspek pengupahan yang layak untuk pekerja ini patut menjadi perhatian pemerintah melalui kebijakan upah minimum yang memadai.
“Kalau melihat kondisi ini, masih jauh untuk kita mengejar pekerjaan kelas menengah. Urusannya sangat berkaitan dengan rata-rata upah dan kebijakan upah minimum. Pencapaian pekerjaan untuk kelas menengah juga sangat bergantung pada kondisi di setiap provinsi,” kata Endang.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah sudah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk meningkatkan investasi melalui UU Cipta Kerja. Investasi di sektor prioritas pun sudah ditetapkan, antara lain otomotif, elektronik, farmasi/alat kesehatan, energi baru dan terbarukan, infrastruktur, dan pertambangan bernilai tambah.
“Untuk sektor prioritas dengan kriteria tertentu, pemerintah juga akan memberi dukungan untuk menarik investasi berupa pemberian insentif. Diharapkan investasi yang lebih produktif bisa tercipta agar membuka lebih banyak lagi lapangan pekerjaan,” katanya.