Meskipun tetap memperoleh harga 70 dollar AS, PLN berpotensi kesulitan memperoleh pasokan batubara karena harga di pasar internasional lebih tinggi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN mengandalkan batubara yang dipasok dengan skema kewajiban pasar domestik. Kecenderungan harga batubara yang meningkat dapat menjadi tantangan.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 121.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Harga Mineral Logam Acuan dan Harga Batubara Acuan untuk Bulan Juli Tahun 2021 menetapkan harga batubara acuan 115,35 dollar AS per ton, lebih tinggi 15,02 dollar AS per ton dibandingkan bulan sebelumnya. Nilai ini merupakan yang tertinggi sejak November 2011.
Sementara itu, Keputusan Menteri ESDM Nomor 255 K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2021 menetapkan harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik dalam rangka kepentingan umum sebesar 70 dollar AS per ton. Aturan ini juga membebaskan kewajiban pembayaran kompensasi terhadap kekurangan penjualan batubara untuk kepentingan dalam negeri (DMO) kepada pemegang izin usaha yang berkaitan dengan batubara. Berbeda dengan regulasi sebelumnya, yakni Keputusan Menteri ESDM Nomor 261 K/30/MEM/2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri Tahun 2020, terdapat sanksi tambahan berupa pengurangan besaran kuota produksi pada tahun berikutnya sejumlah kekurangan volume pemenuhan kebutuhan batubara sesuai kontrak penjualan.
Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, perbedaan tersebut menimbulkan kelonggaran bagi pelaku usaha batubara dalam memenuhi DMO. ”Meskipun tetap memperoleh harga 70 dollar AS, PLN berpotensi kesulitan memperoleh pasokan batubara karena pelonggaran itu,” katanya saat dihubungi, Senin (12/7/2021).
Dari perspektif pelaku usaha batubara, dia berpendapat, selisih antara harga acuan dan harga untuk memenuhi DMO ke PLN berpotensi menggerus profit yang dapat diperoleh dari ekspor. Selisih harga itu juga berdampak pada berkurangnya potensi penerimaan negara dari batubara.
Oleh sebab itu, dia mengusulkan perubahan skema harga jual batubara yang ditetapkan untuk penyediaan tenaga listrik. Dia mencontohkan, pemerintah dapat menetapkan harga jual batubara untuk tenaga listrik sebesar 70 persen dari acuan.
Berdasarkan data yang dihimpun ReforMiner Institute, kebutuhan batubara PLN sepanjang 2021 diperkirakan 121 juta ton. Jumlah tersebut diprediksi meningkat menjadi 137 juta ton pada 2024.
Meskipun usulan skema tersebut berdampak pada kenaikan biaya pokok pengadaan listrik PLN, Komaidi menilai tarif listrik di tingkat konsumen sebaiknya tetap dijaga dan tidak meningkat. ”Mengingat pemerintah memperoleh penerimaan negara dari batubara, penerimaan tersebut mesti dialirkan ke PLN untuk mengompensasi selisih antara biaya pokok pengadaan dan harga listrik di tingkat konsumen. Pemerintah harus berkomitmen memberikan kompensasi 100 persen,” katanya.
Secara jangka panjang, lanjutnya, perubahan skema harga batubara tersebut dapat memacu PLN meningkatkan efisiensi pengadaan listriknya. Selain itu, perubahan skema juga bisa mendorong PLN untuk mengembangkan pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan.
Menanggapi tren kenaikan harga batubara tersebut, VP Public Relations PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Arsyadany Ghana Akmalaputri mengatakan, PLN akan berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. ”Koordinasi bertujuan menjamin pemasok-pemasok agar tetap konsisten dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri sesuai kewajiban DMO untuk kelistrikan,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, kenaikan harga batubara di pasar mancanegara turut dipengaruhi lonjakan konsumsi China seiring dengan kembalinya geliat aktivitas pembangkit listrik. Jepang dan Korea Selatan juga menunjukkan tren serupa.