Pemerintah menargetkan produksi udang sebanyak 2 juta ton pada tahun 2024. Revitalisasi tambak dan pemangkasan perizinan menjadi strategi.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana mengembangkan percontohan kluster udang atau shrimp estate di tiga wilayah di Indonesia. Pembentukan kluster udang merupakan salah satu upaya menggenjot peningkatan ekspor udang hingga 250 persen sampai tahun 2024.
Pelaksana Tugas Direktur Pakan dan Obat Ikan Kementerian Kelautan dan Perikanan Tri Hariyanto mengemukakan, upaya peningkatan produksi dan ekspor udang akan dilaksanakan melalui pengembangan kluster udang, revitalisasi tambak dan kluster kawasan budidaya udang, serta penyederhanaan perizinan tambak udang.
Tiga lokasi kluster udang itu meliputi Kebumen di Jawa Tengah, dengan potensi 350 hektar; Sumbawa Barat di Nusa Tenggara Barat dengan potensi 5.060 hektar; dan Sulawesi Tenggara dengan potensi seluas 2.487 hektar. Luas kluster udang di tiap wilayah ditetapkan minimal 1.000 hektar. Pada 2022, alokasi program kluster udang direncanakan senilai Rp 250 miliar untuk area 100 hektar atau 33 persen dari pagu anggaran sektor perikanan budidaya.
Tri menambahkan, total produksi udang tahun 2021 ditargetkan 1,2 juta ton atau meningkat 31,69 persen dibandingkan tahun 2020. Pada 2024, produksi udang ditargetkan 2 juta ton. Harapannya, produksi udang juga ditopang dengan peningkatan teknologi modern.
”Dengan (target) kenaikan ini, banyak pakan dan benih yang harus dipenuhi serta lahan-lahan untuk intensifikasi dan ekstensifikasi,” kata Tri dalam diskusi daring ”Pasang Surut Budidaya Udang Vaname: Antara Peluang dan Tantangan”, Senin (12/7/2021).
Upaya lain adalah revitalisasi tambak udang yang akan dilaksanakan di delapan lokasi, meliputi Tanggamus di Lampung; Belitung di Kepulauan Bangka Belitung; Cilacap di Jawa Tengah; Sumbawa di Nusa Tenggara Barat; Tarakan di Kalimantan Utara; serta Pinrang, Luwu, dan Bulukumba di Sulawesi Selatan.
Selain itu, sistem integrasi tambak udang dibentuk dengan mengadopsi kawasan industri perikanan di Mesir. Di Mesir, luas tambak 1.200 hektar memproduksi 2 miliar ekor udang per satu siklus, yakni empat bulan, dan ditopang teknologi canggih. Perizinan juga akan disederhanakan dari 21 izin menjadi tiga izin saja.
Pemerintah menargetkan kenaikan bertahap ekspor udang hingga 250 persen dalam kurun tahun 2019-2024. Target itu sejalan dengan rencana kenaikan nilai ekspor dari 1,7 miliar dollar AS menjadi 4,25 miliar dollar AS. Secara tahunan, nilai ekspor udang diharapkan tumbuh rata-rata 20 persen, sedangkan pertumbuhan volume ekspor diharapkan rata-rata 15 persen per tahun.
Wakil Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia Romi Novriadi mengemukakan, upaya mengoptimalkan produksi tetap harus memperhitungkan daya dukung tambak. Apabila tambak sudah mencapai titik jenuh produksi, pembenahan diperlukan mulai dari sistem produksi, pakan, hingga pengelolaan limbah.
Kebutuhan pasar
Director for Aqua Nutrition and Tech Support Royal de Heus, Jesper Clausen, mengemukakan, isu dan tantangan terbesar dalam industri budidaya udang adalah penyakit, biaya produksi, dan pakan. Namun, ia menilai petambak udang di Indonesia cenderung sudah beradaptasi melakukan penyesuaian produksi guna menekan tingkat penyakit udang.
Sementara itu, harga bahan baku pakan yang cenderung meningkat menyebabkan harga pakan sulit stabil. Beberapa produsen pakan cenderung mengurangi kualitas untuk menekan biaya sehingga menurunkan kualitas produk pakan.
”Kualitas dan stabilitas (produk pakan) harus menjadi prioritas. Berbagai upaya harus dilakukan agar performa pakan tetap stabil walau harga bahan baku naik,” ujar Jesper.
Di sisi lain, imbuh Jesper, pembudidaya juga perlu memperhitungkan kebutuhan dan permintaan pasar. Permintaan udang berdasarkan ukuran sangat dinamis sehingga ketika melakukan proses budidaya, perlu dipertimbangkan ukuran yang ingin dicapai dengan menyesuaikan permintaan pasar. ”Ukuran udang mana yang memberikan dan memenuhi kebutuhan pasar, tidak sekadar produksi udang. Harus ada fokus (ukuran udang),” katanya.
Sementara itu, menurut Ketua Forum Udang Indonesia Budhi Wibowo, proyek percontohan kluster udang diharapkan bisa diikuti petambak-petambak hingga skala kecil. Pemerintah perlu mendorong perbaikan sistem irigasi dan instalasi pengolahan air limbah secara komunal.
”Proyek percontohan kluster udang harus bisa dicontoh sebanyak mungkin oleh petambak kecil dan menengah. Kalau berbiaya mahal, petambak kecil tidak akan bisa mengikutinya,” ucap Budhi.
Ketua Harian Shrimp Club Indonesia Hardi Pitoyo berpendapat, perhatian pemerintah untuk revitalisasi tambak dan membuatkan model instalasi pengolahan air limbah di wilayah tertentu dinilai tepat. Namun, untuk tambak yang menggunakan sarana air bersama atau kawasan kerumunan tambak, perlu dibentuk kluster pengelolaan guna memudahkan penataan irigasi, pembuangan air, jadwal tebar, dan tata kelola budidaya.