Pengelola koperasi perlu membuka komunikasi dengan anggota terkait hambatan yang dihadapi. Lewat upaya ini, koperasi juga mendapat masukan dan kritik dari anggota sehingga mereka merasa lebih terlibat serta percaya.
Oleh
Stefanus Osa Tiyatna/Defri Werdiono/Kristi Utami
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam peringatan ke-74 tahun Koperasi Indonesia pada Senin (12/7/2021), di tengah keberhasilan sejumlah koperasi, berbagai tantangan masih menghadang lembaga yang bertumpu pada kebersamaan antaranggota itu. Tantangan ini berupa minimnya literasi tentang koperasi serta lemahnya tata kelola dan pengawasan.
Dalam wawancara khusus dengan Kompas pada pekan lalu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Teten Masduki mengakui, kasus-kasus muncul terkait koperasi simpan pinjam (KSP), seperti gagal bayar. ”Ada koperasi yang menyimpang, kurang mematuhi regulasi, tidak menjalankan rapat anggota tahunan (RAT), dan menginvestasikan modal anggota secara salah sehingga gagal bayar,” tuturnya.
Menurut Teten, kasus yang disebut investasi bodong sebenarnya tak hanya terjadi di koperasi, tetapi juga pada perusahaan yang menghimpun investasi. ”Intinya, di tengah masyarakat dengan literasi bisnis keuangan rendah, berbagai penawaran investasi dengan penghasilan besar tidak dianalisis secara memadai,” kata Teten.
Salah satu peristiwa gagal bayar yang belakangan ini mengemuka menimpa sebuah KSP dengan anggota sekitar 170.000 orang. Chatarina, warga Ciledug, Kota Tangerang, Banten, pekan silam, menceritakan, ia menaruh dana Rp 100 juta dalam bentuk simpanan berjangka di KSP itu sejak 2018. ”Setiap tahun, bunganya selalu dimasukkan lagi. Dijanjikan, bunganya 13 persen,” ucapnya.
Tiba-tiba, pada April 2020, ada temannya yang hendak mencairkan simpanan, tetapi tidak bisa dilakukan. ”Lalu, ada surat edaran dari pengurus koperasi. Keputusannya sangat sepihak. Isinya, semua simpanan harus diperpanjang secara otomatis dengan alasan pandemi,” kata Chatarina.
Direktur Utama KSP Sejahtera Bersama (SB) Vini Noviani, yang hanya ingin menjawab melalui Whatsapp, Jumat (9/7/2019), menyebutkan, gagal bayar yang dialami koperasinya terjadi pada saat pandemi Covid-19. Banyak anggota penyimpan ramai-ramai menarik dana.
Hal ini, menurut dia, berdampak terhadap bisnis dan operasional KSP SB, yang menyalurkan pinjaman hampir 90 persen ke UMKM. Mereka terdampak pandemi sehingga sebagian besar anggota peminjam meminta restrukturisasi, bahkan relaksasi pinjaman sesuai imbauan pemerintah.
Sementara itu, di Kediri, Jawa Timur, Agus (56) mengisahkan, ia bergabung dengan sebuah koperasi di bidang budidaya lebah madu klanceng. Ia membayar iuran anggota Rp 250.000 dan jaminan rumah lebah Rp 1 juta per unit. Agus juga menitipkan uang Rp 50 juta ke temannya yang sudah bergabung lebih dulu.
Agus baru menikmati satu kali panen senilai Rp 9 juta, sebelum akhirnya pengurus koperasi dikabarkan menghilang. Total aset yang dibawa pergi ratusan miliar rupiah.
Kepercayaan
Ketua Umum Koperasi Simpan Pinjam (Kospin) Jasa Andy Arslan Djunaid, di Pekalongan, menjelaskan, pengelola koperasi perlu membuka komunikasi dengan anggota terkait hambatan yang dihadapi. Lewat upaya ini, koperasi juga mendapat masukan dan kritik dari anggota sehingga mereka merasa lebih terlibat serta timbul kepercayaan.
”Koperasi harus pula memberi manfaat lebih banyak. Di Kospin Jasa, kami memberi santunan bagi anggota yang meninggal serta memberi tunjangan hari raya,” ujar ketua koperasi dengan 320.000 anggota itu.