Indonesia Tidak Berkontribusi pada 300 Koperasi Besar Dunia
Indonesia yang mengklaim memiliki jumlah ribuan koperasi sama sekali tidak masuk ke dalam 300 koperasi besar dunia. Posisi Indonesia ternyata tidak banyak diperhitungkan sebagai penggerak perekonomian rakyat.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia yang memiliki ribuan koperasi tidak berkontribusi dalam daftar 300 koperasi besar dunia. Amerika Serikat, yang kerap dilabeli sebagai negara paling kapitalis dengan jumlah perusahaan swasta yang besar, ternyata menyumbang 26 persen dari total jumlah 300 koperasi dunia.
Pengamat koperasi yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) Suroto dalam webinar ”Koperasi untuk Indonesia” di Jakarta, Jumat (9/7/2021), mengungkapkan hasil laporan Aliansi Koperasi Internasional (ICA) tentang posisi Indonesia yang ternyata tidak banyak diperhitungkan sebagai penggerak perekonomian rakyat.
Begitu ironis, kata Suroto, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sangat besar dan jumlah wirausahanya mencapai 64 juta, justru perekonomiannya dikuasai segelintir orang. Segelintir kaum elitenya kaya sekali, sedangkan rakyat banyaknya berada di bawah garis kemiskinan.
”Koperasi di Indonesia terlalu dikerdilkan, bahkan selalu mesti ditempatkan ke dalam kementerian yang urusannya rakyat kecil saja,”
Dia mempertanyakan posisi koperasi yang tidak pernah ditempatkan ke dalam Kementerian BUMN. Padahal, dengan memasukkannya ke dalam kementerian itu, kegiatan BUMN itu bisa diwadahi juga dalam bentuk koperasi supaya bisa dimiliki oleh masyarakat.
Sebagai contoh, lanjut Suroto, PLN memiliki 80 juta pelanggan. Kalau PLN dimiliki oleh 80 juta pelanggannya, utangnya diperkirakan akan terkendali. Tidak ugal-ugalan mencapai Rp 500 triliun. Dengan koperasi, seluruh anggota koperasi bisa mengontrol supaya tidak terjadi kongkalikong bisnis maupun patron klaim suplai dan demand PLN.
”Dengan demikian, rakyat Indonesia bisa memahami koperasi bukan lembaga yang kecil, bukan hanya urusan simpan-pinjam, bisa dimiliki masyarakat luas. Masalahnya, UU BUMN tahun 2003 menyatakan, badan hukum BUMN wajib perseroan. Inilah bentuk diskriminasi koperasi di Indonesia sehingga tidak bisa berkembang dengan baik,” ujar Suroto.
Ketua Pembina Yayasan Bina Swadaya Bambang Ismawan berpendapat, posisi koperasi di Indonesia mesti kembali pada sejarah pendiriannya. Keberadaan koperasi yang begitu dekat dengan rakyat karena berasal dari rakyat atau kelompok-kelompok masyarakat kecil, sesungguhnya memiliki potensi besar dalam menggerakkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Bambang memperlihatkan kemiskinan yang sekarang masih menjadi wajah Indonesia disebabkan oleh kemampuan sumber daya manusia. Ketidakmampuan modal, lemahnya teknologi dan organisasi menyebabkan produktivitas maupun posisi tawar koperasi juga lemah. Lemahnya aspek organisasi juga menyebabkan akses pada pembangunan kerap terabaikan.
Dari keterkaitan problem masyarakat inilah, pendapatannya rendah, nilai tukar lemah, serta muncul kesenjangan sosial. Partisipasi masyarakat menjadi kurang digdaya dalam pembangunan ekonomi. Karena itulah, kata Bambang, peran koperasi menjadi begitu penting untuk membangun kemandirian.
”Apabila diberdayakan secara tepat, akan menjadi usaha kecil yang kemudian berkemungkinan menjadi usaha menengah. Sebaliknya, jika tidak diberdayakan, akan menyebabkan kemiskinan semakin besar dan menjadi beban seluruh bangsa,” jelas Bambang.
Padahal, kata Bambang, hasil survei kewirausahaan oleh BBC tahun 2011 menunjukkan, ada potensi besar yang dimiliki bangsa ini. Indonesia menempati urutan teratas disusul Amerika Serikat, Kanada, India, dan Australia dalam mendukung pengembangan bisnis baru.
Survei yang dinamakan BBC’s Extreme World Series itu menggunakan varibel persepsi budaya untuk mendukung pengembangan start-up atau usaha rintisan. Survei itu dilakukan terhadap 24.000 orang dari 24 negara. Survei ini mengacu pada indikator tingkat kreativitas dan inovasi, tingkat kesulitan memulai usaha, tingkat kemauan memulai bisnis, serta tingkat kemudahan menjalankan bisnis.