Perusahaan e-dagang Bukalapak berencana melantai di Bursa Efek Indonesia pada 6 Agustus 2021. Dana yang diperoleh dari pasar modal akan digunakan untuk pengembangan bisnis perusahaan induk dan anak-anak usahanya.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan teknologi dan pengelola lokapasar Bukalapak, PT Bukalapak.com, berencana menjual saham perdananya pada 6 Agustus 2021. Bukalapak akan melepas 25 persen sahamnya dan diperkirakan memperoleh dana Rp 21,9 triliun dari pasar modal. Dana yang diperoleh akan digunakan untuk modal kerja perusahaan dan anak-anak usahanya.
”Kami berkomitmen untuk terus mendukung pertumbuhan dan membina usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia dengan menambah permodalan melalui pasar modal,” ujar Chief Executive Officer Bukalapak Rachmat Kaimuddin pada acara Paparan Publik Penawaran Saham Perdana PT Bukalapak.com, Jumat (9/7/2021).
Pihaknya melepas 25.765.504.851 lembar saham atau setara dengan 25 persen kepemilikan saham. Mengutip prospektus singkat Bukalapak, saat ini saham perusahaan dimiliki oleh 55 pihak. Adapun pemegang saham terbesar adalah PT Kreatif Media Karya dengan 31,9 persen, lalu API (Hong Kong) Investment Limited dengan 17,40 persen, dan Archipelago Investment Pte. Ltd dengan 12,60 persen. Selebihnya saham-saham dimiliki oleh banyak perorangan.
Pada kesempatan yang sama, Direktur PT Buana Capital Sekuritas Ratna Karim menjelaskan, Bukalapak memberikan mandat kepada PT Mandiri Sekuritas dan PT Buana Capital Sekuritas untuk menjadi penjamin pelaksana emisi efek. Sementara PT UBS Sekuritas Indonesia dan PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia menjadi penjamin emisi efek.
Bukalapak akan melakukan penawaran awal pada periode 9 Juli-19 Juli 2021. Perusahaan diharapkan mendapatkan izin efektif dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 26 Juli mendatang.
Harga saham diperkirakan ditawarkan di kisaran Rp 750-Rp 850 per lembar.
Perusahaan e-dagang dan lokapasar (marketplace) ini bakal menggunakan kode saham atau ticker BUKA dan ditargetkan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 6 Agustus 2021. Harga saham diperkirakan ditawarkan di kisaran Rp 750-Rp 850 per lembar.
”Ini adalah perusahaan unicorn pertama Indonesia yang melantai di bursa,” ujar Ratna. Unicorn adalah sebutan bagi perusahaan yang valuasinya lebih dari 1 milliar dollar AS.
Pengembangan bisnis
Ratna menjelaskan, berdasarkan informasi dari Bukalapak, dana yang diperoleh itu akan digunakan untuk modal kerja perusahaan dan anak-anak usahanya. ”Sekitar 66 persen dana akan digunakan untuk modal kerja. Sisanya akan dialokasikan ke anak-anak usaha, seperti PT Buka Mitra Indonesia, PT Buka Usaha Indonesia, dan PT Buka Investasi Bersama,” ujar Ratna.
Rachmat menjelaskan, pengambangan dana dari pasar modal itu akan digunakan salah satunya untuk membina mitra usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), baik yang daring maupun luring. Saat ini ada 13,5 juta mitra binaan Bukalapak yang terdiri dari 6,5 juta UMKM daring dan 7 juta UMKM luring.
Ia menjelaskan, pembinaan itu untuk menjembatani UMKM luring yang hendak migrasi ke UMKM daring. Dengan masuk ekosistem daring, UMKM bisa memasarkan produknya lebih luas secara virtual. Selain itu, mereka juga bisa menjadi mendapatkan arus pemasukan lain yang bersifat virtual melalui penjualan pulsa, membayar tagihan listrik, telepon, dan pajak.
”Bisnis Bukalapak itu bergantung pada kesuksesaan UMKM binaan kami. Semakin mereka sukses, maka semakin besar juga Bukalapak,” ujar Rachmat.
Pada 2020, pendapatan Bukalapak mencapai Rp 1,35 triliun atau meningkat 25,53 persen dari 2019 yang sebesar Rp 1,07 triliun. Pendapatan pada 2019 itu bertumbuh tiga kali lipat dari tahun 2018 yang sebesar Rp 292 miliar.
Dihubungi secara terpisah, Head Of Center of Innovation and Digital Economy dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menjelaskan, langkah melantai di bursa itu dilakukan agar Bukalapak tetap kompetitif di industri e-dagang. Seperti diketahui, pada akhir Mei lalu pesaing salah satu perusahaan e-dagang lainnya, yakni Tokopedia, bekerja sama dengan Gojek membentuk entitas bernama GoTo.
”Dengan gabungnya Tokopedia dan Gojek, membuat Bukalapak butuh pendanaan lebih untuk bisa bersaing. Makanya, mereka duluan melantai di bursa untuk bisa mengeruk modal di hype teknologi,” ujar Nailul.
Dengan ada tambahan modal, Bukalapak berharap dapat tumbuh lebih besar dan bersaing di industri e-dagang. ”Harapannya bisa memperluas pangsa pasar e-dagang kita untuk go regional. Minimal di pasar Asia Tenggara agar bisa bersaing dengan Shopee,” ujar Nailul.