Digitalisasi warung dan toko kelontong jadi salah satu cara bertahan di tengah tekanan situasi akibat pandemi Covid-19. Namun, bukan hanya pengadaan, digitalisasi perlu menyasar aspek penjualan dan layanan keuangan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Digitalisasi warung atau toko kelontong menjadi salah satu upaya agar bisnis mereka tetap bisa bertahan di selama pandemi Covid-19. Oleh karena itu, upaya digitalisasi perlu menyasar bukan hanya pada pengadaan pasokan, melainkan juga penjualan dan layanan keuangan.
CEO Warung Pintar Group, perusahaan rintisan bidang teknologi untuk solusi bisnis ritel berskala mikro, Agung Bezharie Hadinegoro, di Jakarta, Rabu (7/7/2021), mengatakan, jumlah mitra warung sekarang mencapai 500.000 warung di 200 kabupaten/kota. Dari jumlah ini, hanya 100.000 warung di antaranya yang aktif berbelanja pasokan melalui aplikasi Warung Pintar.
Agung tidak memungkiri bahwa selama pandemi Covid-19, sebanyak 93 persen mitra warung mengalami penurunan penjualan ke konsumen hingga sebesar 28 persen. Mitra warung yang paling terdampak pandemi berlokasi di sekitar kompleks perkantoran.
”Keberadaan warung kelontong di sekitar kompleks permukiman warga biasanya masih ramai pembeli. Meski demikian, kami berusaha mencarikan solusi agar semua mitra warung kami tetap bisa hidup. Kalau dari sisi penjualan, kami menghubungkan mereka ke penyedia layanan angkutan berbasis aplikasi (ride hailing), seperti Grab,” ujarnya.
Melalui aplikasi Warung Pintar, warung kelontong mitra bisa mengoptimalkan fitur Layanan Pemasangan Iklan untuk menambah penghasilan mereka. Mereka juga dapat mengoptimalkan fitur Komunitas guna mencari tahu program peningkatan kapasitas.
Warung Pintar telah bermitra dengan 600 pemilik grosir barang kebutuhan sehari-hari. Mereka ini juga diakomodasi ke dalam aplikasi Grosir Pintar.
Pasca-akuisisi Bizzy pada awal 2021, Warung Pintar mempunyai solusi Bizzy Connect yang menghubungkan pemilik merek barang kebutuhan sehari-hari dan distributor langsung ke pemilik warung. Coca Cola Europacific Partners dan Reckitt juga telah tergabung dalam sistem ini. Warung Pintar mengklaim, dengan adanya solusi Bizzy Connect, warung dapat memiliki banyak sumber produk dengan harga 20-25 persen lebih murah.
”Kami tidak menggantikan peran supplier, tetapi membantu mendigitalkan sistem mereka agar mudah terhubung ke warung kelontong. Permasalahan utama warung kelontong adalah kesusahan dalam pengadaan pasokan. Kami menganggap proses digitalisasi warung dimulai dari membantu pasokan sampai manajemen bisnis masih terbuka luas bagi pemain lain,” kata Agung.
Menurut rencana, Warung Pintar ingin menggaet lebih banyak warung kelontong menjadi mitranya sampai berjumlah total 1 juta warung. Secara sistem, seluruh aplikasi milik Warung Pintar terbuka ke semua sistem teknologi finansial yang kini dipakai di pasaran.
Menurut rencana, Warung Pintar ingin menggaet lebih banyak warung kelontong menjadi mitranya sampai berjumlah total 1 juta warung.
Selain Warung Pintar, masih ada perusahaan rintisan bidang teknologi yang menawarkan solusi serupa. Dagangan misalnya. Dagangan menawarkan proses pembelian pasokan secara daring juga kepada warung/toko kelontong. Jenis barangnya mulai dari sehari-hari sampai produk segar. Dagangan, sejauh ini, menyasar ke warung di desa yang selama ini mereka harus kulakan sejauh 20-30 kilometer ke pemasok di pasar.
Sejak 2019 hingga sekarang, Dagangan telah menjangkau 4.000 desa di Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Pada pertengahan bulan lalu, Dagangan mengumumkan menerima suntikan investasi pra-seri A dari sejumlah investor lokal dan regional, seperti CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, serta Bluebird Group.
Pendiri Dagangan, Wilson Yanaprasetya, mengatakan, warung/toko kelontong di perdesaan selama ini kurang terlayani kebutuhan belanja pasokan barang. Dengan menggunakan aplikasi Dagangan, mereka bisa belanja dari rumah lalu barangnya akan diantar. Dia mengklaim, gudang Dagangan telah berada di seluruh Jawa. ”Masih banyak warung yang butuh sentuhan teknologi digital, terutama di tengah pandemi Covid-19,” ujarnya.
Diserbu
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey saat dihubungi terpisah mengatakan, sejak 2-3 tahun lalu warung/toko kelontong ”diserbu” oleh perusahaan rintisan teknologi dan lokapasar (marketplace). Keduanya menilai ”digitalisasi warung” sebagai solusi yang menjanjikan secara bisnis.
Pengadaan pasokan produk sehari-hari (fast-moving consumer goods/FMCG) dari pemasok ke warung/toko kelontong berbeda dengan ke peritel berskala besar. Pengadaan ke warung/kelontong cenderung memiliki volume yang fluktuatif dibandingkan peritel besar. Oleh karena itu, peritel besar cenderung punya posisi tawar lebih besar kepada pemasok. Ini akan memengaruhi harga kulakan sampai harga jual ke konsumen.
Perusahaan rintisan teknologi dan lokapasar yang bermain di isu digitalisasi warung/toko kelontong mau tidak mau harus memiliki jalur distribusi luring. Tujuannya agar harga jual barang dari warung/toko kelontong tetap kompetitif.
”Untuk warung/toko kelontong di kota kecil, upaya mentransformasikan mereka ke ranah digital semestinya tidak fokus ke pengadaan pasokan barang. Perusahaan rintisan bidang teknologi dan lokapasar bisa menambahkan layanan lain, seperti laku pandai dari bank, kredit usaha rakyat, dan dana bergulir,” ujar Roy.
Untuk warung/toko kelontong di kota kecil, upaya mentransformasikan mereka ke ranah digital semestinya tidak fokus ke pengadaan pasokan barang.
Cara seperti itu, menurut dia, bisa menambah nilai pada warung/toko kelontong dan perusahaan rintisan bidang teknologi ataupun lokapasar pada normal baru.
Nailul Huda, peneliti pada Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengatakan, skala usaha warung/toko kelontong di Indonesia biasanya mikro dan kecil. Adanya transformasi ke arah digital yang diusahakan oleh perusahaan teknologi menjadi ”angin positif” bagi mereka.
”Saya rasa, ke depan, bukan hanya digitalisasi penjualan barang yang perlu didorong. Sisi pendanaan bagi warung/toko kelontong perlu lebih dibantu,” kata Nailul.