Lonjakan kasus Covid-19 yang memaksa pengurangan mobilitas sosial ekonomi membuat pemerintah merevisi pertumbuhan ekonomi.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi tahun ini di kisaran 3,7-4,5 persen dari sebelumnya di kisaran 4,5-5,3 persen. Revisi ini dilakukan untuk merespons lonjakan kasus Covid-19 yang memaksa pengurangan mobilitas sosial ekonomi.
”Pemerintah memprediksi pertumbuhan ekonomi tahun ini di kisaran 3,7-4,5 persen yang sebelumnya 4,5-5,3 persen. Jadi, ini sudah dilakukan revisi ke bawah dan range-nya semakin lebar,” ujar Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Raden Pardede pada webinar bertajuk ”Kajian Tengah Tahun Indef 2021. Bola Liar Vaksinasi Ekonomi”, Rabu (7/7/2021).
Ia menjelaskan, revisi ini merupakan cerminan dari ketidakpastian yang terjadi akibat melonjaknya penularan Covid-19. ”Kalau mobilitas berkurang, maka kegiatan ekonomi akan turun. Itu konsekuensi logis dari apa yang kita alami,” ujar Raden yang juga merupakan Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi (KCPEN).
Meski demikian, lanjut Raden, pemerintah tetap optimistis pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun ini akan mencapai 7 persen. Ini didasarkan pada perbandingan capaian pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun lalu yang sangat rendah, yakni minus 5,3 persen.
Selain itu, sejumlah indikator menunjukkan kinerja yang positif sampai dengan Mei. ”Momentum pemulihan berlangsung sangat baik pada kuartal kedua tahun ini, paling tidak sampai dengan Mei,” ujar Raden.
Raden menambahkan, sejumlah lembaga keuangan dunia juga memprediksi tahun ini Indonesia bisa mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang positif. Bank Dunia pada Juni lalu memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini pada level 4,4 persen. Adapun Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pada Mei memprediksikan pada level 4,7 persen.
Pada kesempatan yang sama Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menjelaskan, sudah sewajarnya pemerintah revisi pertumbuhan ekonomi. Target pertumbuhan ekonomi pemerintah sebelumnya yang mencapai lebih dari 5 persen dinilainya terlalu optimistis.
”Dengan kondisi ledakan jumlah kasus Covid-19 saat ini, saya tidak heran prediksi pertumbuhan ekonomi meleset. Apalagi target 5 persen yang terlalu optimistis,” ujarnya.
Pada tahun-tahun sebelum pandemi tanpa kontraksi ekonomi, lanjut Esther, pertumbuhan ekonomi berkisar 5 persen. Pertumbuhan ekonomi 2019 sebesar 5,02 persen, 2018 sebesar 5,17 persen, dan 2017 sebesar 5,07 persen.
Stimulus dan vaksinasi
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid berharap pemerintah dapat terus memberikan stimulus pemulihan ekonomi dan terus meningkatkan laju vaksinasi. Ia menilai, apabila kedua hal itu berjalan optimal diikuti pengendalian jumlah kasus Covid-19, maka perekonomian bisa perlahan pulih.
Raden menjelaskan, realisasi anggaran PEN pada semester pertama tahun ini sebesar Rp 252,3 triliun atau setara 36,13 persen dari pagu sebesar Rp 699,43 triliun. Dana itu dialokasikan untuk perlindungan sosial, kesehatan, insentif usaha, dukungan UMKM dan korporasi, serta program prioritas.
Ia menjelaskan, saat ini pemerintah juga mempercepat dan meningkatkan jumlah vaksinasi. Sampai akhir Juni, Indonesia memiliki pasokan vaksin 441,5 juta dosis atau sekitar 91 persen dari total kebutuhan vaksin.
”Dengan pasokan saat ini, pada semester kedua, Indonesia bisa meningkatkan vaksinasi sebanyak 1,5 juta-3 juta suntikan per hari,” ujar Raden.