Keterkaitan antarfaktor dalam strategi transisi energi bersih yang meliputi emisi, pembukaan lahan, subsidi, kesejahteraan petani, praktik pertambangan, dan devisa negara perlu ditinjau secara terintegrasi.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Biodiesel berbahan baku minyak kelapa sawit mentah atau CPO diandalkan pemerintah sebagai bahan bakar nabati untuk mendukung proses transisi energi di sektor transportasi. Aspek kesejahteraan petani sawit dimasukkan dalam kriteria bagi pemasok CPO sebagai bahan baku biodiesel.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan, kebutuhan bahan bakar pada 2030 sebesar 1,55 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) atau naik dari posisi pada 2020 yang sebanyak 1,12 juta BOEPD. Kenaikan kebutuhan itu akan dipenuhi dengan bahan bakar nabati (BBN) yang produksinya diperkirakan dapat meningkat dari 159.000 BOEPD pada 2020 menjadi 238.000 BOEPD pada 2030.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya sedang menguji coba penelusuran sumber CPO yang menjadi bahan baku biodiesel. Pemerintah akan menyusun kriteria pasokan CPO yang mesti dipenuhi produsen biodiesel. Kriteria itu juga akan mencakup aspek kesejahteraan petani.
Pemerintah akan menyusun kriteria pasokan CPO yang mesti dipenuhi produsen biodiesel. Kriteria itu juga akan mencakup aspek kesejahteraan petani.
”Produsen mesti membuktikan dampak langsung penyerapan CPO untuk bahan baku biodiesel dengan terjaminnya harga tandan buah segar,” kata Dadan dalam webinar ”Menjawab Tantangan Industri Biodiesel dan Kendaraan Listrik yang Lebih Bersih” yang diadakan Koaksi Indonesia, Rabu (7/7/2021).
Ia menambahkan, sebanyak 18 persen dari produksi kelapa sawit yang rata-rata sebanyak 55 juta ton per tahun dimanfaatkan untuk bahan baku biodiesel. Saat ini, biodiesel dicampurkan dalam solar murni dengan kadar pencampuran 30 persen untuk biodiesel dan 70 persen solar murni. Bahan bakar ini dikenal sebagai solar B-30.
Pemanfaatan biodiesel bertujuan untuk menekan impor BBM yang berpotensi menghemat devisa 16,8 miliar dollar AS per tahun sepanjang 2021-2040. Menurut Dadan, pemanfaatan B-30 juga untuk menekan emisi gas rumah kaca.
Sepanjang 2020, Kementerian ESDM mencatat realisasi pemanfaatan biodiesel mencapai 8,4 juta kiloliter. Realisasi tersebut berdampak pada pengurangan emisi 22,3 juta ton gas karbon dioksida. Tahun ini, target serapan biodiesel diharapkan sebanyak 9,2 juta kiloliter.
Pemanfaatan biodiesel bertujuan untuk menekan impor BBM yang berpotensi menghemat devisa 16,8 miliar dollar AS per tahun sepanjang 2021-2040.
Sementara itu, pengajar pada Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung Agung Wicaksono berpendapat bahwa kebijakan penggunaan biodiesel mesti terpadu. ”Keterkaitan antarfaktor yang meliputi emisi, pembukaan lahan, subsidi, kesejahteraan petani, dan devisa negara perlu ditinjau secara terintegrasi,” ujarnya.
Periset Koaksi Indonesia Siti Koiromah mengatakan, pemanfaatan biodiesel sebagai bahan baku BBM berpotensi pada terjadinya pembukaan lahan sawit baru. ”Oleh karena itu, kami mendorong adanya standar keberlanjutan pada industri biodiesel,” katanya di acara yang sama.
Kendaraan listrik
Selain pemanfaatan BBN, pemerintah juga mengandalkan kendaraan listrik berbasis baterai demi menekan konsumsi BBM. Pada 2030 Kementerian ESDM memproyeksikan terdapat 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik yang beroperasi di Indonesia.
Menurut Siti, prinsip-prinsip kelestarian pada industri baterai dan kendaraan listrik perlu dirumuskan bersamaan dengan pembangunan rantai pasoknya. Dia mencontohkan, ekstraksi nikel sebagai bahan baku baterai kendaraan listrik harus memenuhi praktik pertambangan yang berkelanjutan.
Executive Vice President of Engineering and Technology PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Zainal Arifin menambahkan, perseroan siap memasok daya untuk kendaraan listrik di Indonesia. ”Saat ini terdapat cadangan sebesar 14.000 megawatt karena adanya kelebihan kapasitas. Kami memperkirakan, kebutuhan daya untuk 1 juta kendaraan listrik roda empat mencapai 2.600 megawatt,” katanya.
Di hilir, Agung mengusulkan agar terdapat skema tarif khusus untuk angkutan darat umum berbasis kendaraan listrik. Dia mengilustrasikan, skema tarif listrik untuk bus dan taksi dapat menyerupai kereta listrik yang menjadi kelompok pelanggan traksi berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).