Kualitas Produk dan Sertifikasi Halal Dongkrak Daya Saing Nutsafir
Berbagai tantangan dihadapi usaha yang bergerak di industri halal di Lombok, NTB. Mulai dari gempa hingga pandemi. Tetapi berbagai strategi dilakukan sehingga mereka bisa bertahan.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Sayuk Wibawati, pemilik usaha Nutsafir yang bergerak di bidang pengolahan makanan berbahan dasar biji-bijian hasil pertanian lokal di Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Kamis (1/7/2021).
MATARAM, KOMPAS — Di tengah situasi pandemi Covid-19 ini, usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM yang memproduksi makanan halal di Lombok, Nusa Tenggara Barat, bisa tetap optimistis untuk bersaing dengan produk nasional maupun impor. Selain kualitas produk yang terjaga, legalitas usaha juga menjadi modal penting dalam menghadapi kondisi ini.
Salah satu usaha yang saat ini bergerak di industri halal di Lombok adalah UD Safir atau Nutsafir Cookies Lombok. Usaha yang berdiri sejak September 2012 ini bergerak di bidang pengolahan makanan berbahan dasar biji-bijian hasil pertanian lokal di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Sayuk Wibawati, pemilik usaha tersebut, saat ditemui di Mataram, pekan lalu, menjelaskan usahanya memproduksi aneka kukis dengan merek dagang terdaftar Nutsafir Cookies Lombok. Bahan dasarnya berbagai biji-bijian antara lain, seperti kacang ijo, kacang kedelai, kacang merah, kacang mete, biji kopi, jagung, dan melinjo. Ia juga menambahkan bahan alami lain seperti kelapa, keju, dan cokelat.
Selain keunikan pada pengolahan bahan baku lokal, Nutsafir juga memberikan sentuhan pada kemasan. Produk ini menggunakan desain-desain bertema terkait wisata budaya di Lombok pada kemasannya.
Selain keunikan pada pengolahan bahan baku lokal, Nutsafir juga memberikan sentuhan pada kemasan. Produk ini menggunakan desain-desain bertema terkait wisata budaya di Lombok pada kemasannya.
Menurut Sayuk yang saat ini mempekerjakan 17 karyawan, Nutsafir telah mengurus sertifikat halal sejak 2013.
Sayuk memang berusaha semaksimal mungkin melengkapi legalitas usaha, termasuk sertifikat halal. Apalagi proses pengurusan sekaligus perpanjangannya ia rasakan tidak sulit. ”Tidak sulit. Yang penting mau melengkapi data yang dibutuhkan,” ujarnya.
Selain itu, ia juga konsisten memastikan bahan baku, peralatan, dan proses serta alat pelindung diri (APD) yang digunakan karyawan memenuhi kaidah halal.
Menurut Sayuk, kelengkapan legalitas usaha penting. Hal itu memberi dampak positif, antara lain mempermudah kerja sama dengan berbagai pihak. Nutsafir misalnya telah kerja sama dengan hotel maupun perusahaan yang bergerak di industri terkait seperti PT Aero Wisata, anak perusahaan PT Garuda Indonesia (Persero).
Selain itu, legalitas itu juga membuka jalan apresiasi terhadap usahanya. Pada tahun 2017, misalnya, Nustafir mendapat penghargaan Halal Awards 2017 sebagai UKM Halal terbaik se-Indonesia.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Para karyawan membuat kukis di ruang produksi usaha Nutsafir Lombok yang bergerak di bidang pengolahan makanan berbahan dasar biji-bijian hasil pertanian lokal di Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Kamis (1/7/2021). Usaha yang bergerak di industri halal ini menghadapi berbagai tantangan mulai dari gempa Lombok pada 2018 hingga pandemi di 2020. Meski demikian, mereka bisa bertahan dengan menjaga kualitas produk, pemasaran digital, hingga tetap melengkapi legalitas usaha termasuk sertifikat halal.
Selain legalitas usaha, Sayuk, juga terus menjaga kualitas produk yang dihasilkan serta berinovasi dengan melihat kebutuhan pelanggan. Oleh karena itu, Nutsafir kerap melakukan survei keinginan pasar melalui platform digital. Sayuk juga sangat terbuka terhadap masukan dari pelanggan.
Saat ini, selain oleh-oleh dari kegiatan pariwisata, produk kukis Nutsafir telah dikirim hampir ke seluruh wilayah Indonesia.
Bertahan kala pandemi
Memasuki tahun 2020, pariwisata NTB sedang berada di situasi yang bagus. Perekonomian mulai pulih setelah dua tahun pascagempa. Akan tetapi, pada Maret 2020, pandemi mulai melanda Indonesia. Semua sektor terdampak, termasuk pariwisata dan usaha terkait.
Akibatnya, sepanjang Maret hingga April tahun lalu, Nutsafir menghentikan produksi. Dalam situasi yang berat itu, kata Sayuk, ia mendapat permintaan dari Pemerintah Provinsi NTB untuk membuat parcel lebaran. Produknya digabung dengan produk dari UKM-UKM lain di NTB.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Para karyawan membuat kukis di ruang produksi usaha Nutsafir Lombok yang bergerak di bidang pengolahan makanan berbahan dasar biji-bijian hasil pertanian lokal di Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Kamis (1/7/2021). Usaha yang bergerak di industri halal ini menghadapi berbagai tantangan mulai dari gempa Lombok pada 2018 hingga pandemi di 2020. Meski demikian, mereka bisa bertahan dengan menjaga kualitas produk, pemasaran digital, hingga tetap melengkapi legalitas usaha termasuk sertifikat halal.
Sejak saat itu, Nutsafir kembali bergairah. Apalagi dengan pelibatan mereka pada sejumlah kegiatan Pasar Digital Pengadaan Barang dan Jasa BUMN (PaDI UMKM) pada Agustus hingga BRIncubator Go Global pada Oktober yang menempatkan Nutsafir sebagai juara kedua.
Meski bisnisnya tetap dapat berjalan selama pandemi, tetapi skala produksi Nutsafir turun. Kata Sayuk, sebelum gempa 2018, misalnya, produksi mereka mencapai 100 kilogram per hari. Setelah gempa hingga pandemi, volume produksi turun menjadi 40 kilogram per hari, bahkan kadang 30 kilogram per hari.
Omzet mereka juga turun. Jika sebelumnya bisa mencapai sekitar Rp 200 juta per bulan, saat ini menjadi Rp 100 juta per bulan. Akan tetapi, setidaknya produksi tetap bisa berjalan.
Menurut Sayuk, pencapaian mereka selama ini, berikut kemampuan untuk tetap bertahan selama pandemi, tidak terlepas dari legalitas usaha serta kualitas produk. Strategi lain yang ditempuh untuk bertahan adalah pemanfaatan berbagai platform digital.
Pencapaian mereka selama ini, berikut kemampuan untuk tetap bertahan selama pandemi, tidak terlepas dari legalitas usaha serta kualitas produk. Strategi lain yang ditempuh untuk bertahan adalah pemanfaatan berbagai platform digital.
”Selain punya laman web sendiri, kami juga punya gerai di lokapasar daring (marketplace). Juga akun media sosial,” kata Sayuk.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Para karyawan membuat kukis di ruang produksi usaha Nutsafir Lombok yang bergerak di bidang pengolahan makanan berbahan dasar biji-bijian hasil pertanian lokal di Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram, Kamis (1/7/2021). Usaha yang bergerak di industri halal ini menghadapi berbagai tantangan mulai dari gempa Lombok pada 2018 hingga pandemi di 2020. Meski demikian, mereka bisa bertahan dengan menjaga kualitas produk, pemasaran digital, hingga tetap melengkapi legalitas usaha termasuk sertifikat halal.
Tantangan lain yang dihadapi usaha pengolahan makanan di Lombok, seperti Nutsafir, adalah ketersediaan bahan baku. Adakalanya, biji-bijian tertentu susah di dapat di luar musimnya. Oleh karena itu, Sayuk yang saat ini juga rutin menjadi pembicara pada berbagai pelatihan UMKM, tidak henti-henti mendorong mahasiswa untuk turut berkontribusi dalam budidaya tanaman pangan di Lombok.
Ia berharap, mahasiswa khususnya dari Fakultas Pertanian dapat memanfaatkan ilmu mereka dengan mencari teknologi yang tepat untuk membantu petani menjaga kelangsungan produksi.
Terkait pemerintah, menurut Sayuk, sejauh ini telah banyak upaya pemerintah untuk UKM, termasuk saat pandemi. Meski demikian, ia berharap ke depan, peningkatan kapasitas usaha terus dilakukan. Hal ini, antara lain, dapat dilakukan dengan memperbanyak pelatihan bagi karyawan-karyawan yang bekerja di UKM, bukan sekadar bagi pemilik usahanya saja.
”Perusahaan juga wajib memberi pelatihan. Secara mandiri. Tetapi alangkah bagusnya juga jika pemerintah memperbanyak hal itu sehingga karyawan juga bisa meningkat kapasitasnya,” kata Sayuk.