Dampak Alat Tangkap Pengganti Cantrang Masih Perlu Dikaji
Penggantian cantrang ke jaring tarik berkantong dinilai masih perlu dibuktikan dampaknya terhadap lingkungan. Meski spesifikasinya berubah, cara kerja jaring tarik berkantong dan cantrang masih punya kesamaan.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah telah menetapkan penggunaan cantrang dan sejenisnya kini diganti dengan jaring tarik berkantong. Alat tangkap baru ini diizinkan untuk digunakan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia atau WPPNRI 711 meliputi Perairan Laut Kepulauan Riau hingga Laut Natuna pada zona di atas 30 mil dan WPPNRI 712 meliputi Laut Utara Pulau Jawa.
Namun, sejumlah kalangan menilai, penggantian alat tangkap cantrang dengan jaring tarik berkantong ini masih perlu dikaji dampaknya. Masih perlu dibuktikan bahwa alat tangkap baru ini tak merusak lingkungan.
Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Muhammad Abdi Suhufan, Selasa (6/7/2021), berpendapat, penggantian cantrang ke jaring tarik berkantong yang juga tergolong alat tangkap aktif kurang efektif mendorong penangkapan ikan yang ramah lingkungan.
Selain itu, batas waktu transisi penggantian cantrang juga belum tegas diatur. Konflik juga berpotensi terjadi karena pemanfaatan alat tangkap baru ini dinilai masih bersinggungan dengan nelayan kecil dan nelayan dengan alat tangkap ramah lingkungan.
Konflik juga berpotensi terjadi karena pemanfaatan alat tangkap baru ini dinilai masih bersinggungan dengan nelayan kecil dan nelayan dengan alat tangkap ramah lingkungan.
Saat ini, muncul indikasi pelanggaran, di mana kapal-kapal cantrang beroperasi tidak sebatas di WPP 711 dan 712, tetapi melebar ke perairan Kalimantan dan Selat Makassar.
”Rembesan kapal cantrang hingga ke perairan di Kalimantan berpotensi memicu gejolak sosial dengan nelayan lokal. Pemerintah mau mendahulukan mana, jika pengawasan dan penegakan hukum terbatas, tetapi tidak ada batas waktu transisi (cantrang),” kata Abdi.
Ketentuan terkait larangan penggunaan alat tangkap cantrang, dogol, arad, dan sejenisnya diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas serta Penataan Andon Penangkapan Ikan yang diundangkan 4 Juni 2021.
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia, Budi Laksana, juga berpendapat prinsip kerja jaring tarik berkantong itu masih memiliki kesamaan dengan cantrang, dogol, arad, dan sejenisnya yang merusak lingkungan. Polemik cantrang selama ini dipicu oleh sifat alat tangkap yang mengeruk beragam sumber daya ikan. Cantrang juga memicu konfllik sosial dengan nelayan kecil dan nelayan pengguna alat tangkap ramah lingkungan.
Prinsip kerja jaring tarik berkantong itu masih memiliki kesamaan dengan cantrang, dogol, arad, dan sejenisnya yang merusak lingkungan.
”Alat tangkap yang disebut merusak kan alat tangkap yang ditarik atau aktif. Jaring tarik berkantong tergolong alat tangkap aktif sehingga berpotensi memicu masalah baru. Pemerintah perlu meyakinkan alat tangkap ini tidak merusak dan bertanggung jawab agar sumber daya ikan tidak habis,” kata Budi.
Ia menambahkan, sejumlah nelayan pengguna alat tangkap yang lebih ramah lingkungan, seperti pancing dan bubu, saat ini sudah kian terdesak karena berbenturan dengan nelayan cantrang. Sebagian nelayan di Laut Jawa yang sudah frustrasi dengan kondisi sumber daya ikan yang menipis akhirnya beralih ke cantrang agar bisa menangkap beragam jenis ikan. Dampaknya, kemerosotan sumber daya ikan terus berlanjut.
Secara terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kota Tegal Riswanto mengemukakan, jaring tarik berkantong memiliki bentuk mata jaring kantong, yakni kotak. Ini berbeda dengan mata jaring cantrang, dogol, dan payang yang bentuknya ketupat. Beberapa spesifikasi lainnya juga berubah. Namun, cara operasinya memiliki kesamaan, yakni melingkar.
Perihal izin
Menurut Riswanto, sebagian nelayan cantrang saat ini masih melaut, sebelum terbitnya Permen KP No 18/2021. Meski alat pengganti cantrang sudah ditetapkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan dinilai belum membuka proses perizinan untuk jaring tarik berkantong, seperti cek fisik kapal.
Di sisi lain, pemerintah juga belum menerbitkan peraturan pemerintah terkait penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan pungutan hasil perikanan dari alat tangkap baru jaring tarik berkantong.
Sejauh ini, sosialisasi juga baru dilakukan untuk nelayan cantrang dan sejenisnya di pantai utara Jawa Tengah dan Lamongan (Jawa Timur). Nelayan di beberapa daerah di Jawa Barat belum menerima sosialisasi terkait pengganti alat tangkap dogol.
Juru Bicara Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Muryadi, mengemukakan, pemerintah mendorong penggantian cantrang ke alat tangkap baru segera dilakukan jika nelayan masih ingin memperoleh izin melaut. Untuk itu, kapal cantrang dan sejenisnya akan diukur ulang.
Pemerintah mendorong penggantian cantrang ke alat tangkap baru segera dilakukan jika nelayan masih ingin memperoleh izin melaut. Untuk itu, kapal cantrang dan sejenisnya akan diukur ulang.
Terkait target masa transisi cantrang ke jaring tarik berkantong, Wahyu mengatakan, transisi akan dilaksanakan secepatnya. ”Ya, pokoknya sesegera mungkin, begitu (kapal cantrang) berlabuh, semua diukur ulang kalau mau dapat izin (melaut),” ujarnya.
Wahyu menambahkan, proses perizinan jaring tarik berkantong menunggu terbitnya peraturan pemerintah tentang PNBP. ”Penggantian ke jaring tarik berkantong hanya berlaku untuk pelaku cantrang. Pengajuan izin untuk penambahan kapal sejenis yang baru tidak akan diberikan,” kata Wahyu.