Penyertaan Modal Negara untuk BUMN Kementerian Keuangan Capai Rp 82,1 Triliun
Penanaman modal dilakukan untuk mengupayakan peran BUMN atau lembaga sebagai perpanjangan tangan Kementerian Keuangan dalam memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Total penyertaan modal negara terhadap badan usaha milik negara di bawah Kementerian Keuangan dalam 5 tahun terakhir mencapai Rp 82,1 triliun. Kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara diharapkan terus meningkat dari tahun ke tahun.
Saat dihubungi, Minggu (4/7/2021), Direktur Kekayaan Negara Dipisahkan pada Kemenkeu Meirijal Nur mengatakan, penyertaan modal negara (PMN) itu berbentuk investasi permanen. Penyertaan itu dimaksudkan untuk dimiliki secara terus-menerus atau berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali. Dari Rp 82,1 triliun yang diserahkan, nilai ekuitas tumbuh menjadi Rp 90,7 triliun.
”PMN itu bertujuan untuk memperbaiki struktur permodalan perusahaan dalam rangka menjalankan mandat pemerintah guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat,” kata Meirijal.
Seluruh PMN itu diberikan kepada badan usaha milik negara (BUMN) yang ada di bawah Kemenkeu, yaitu PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero), PT Geo Dipa Energi (Persero), PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero), dan PT Indonesia Infrastructure Finance.
Penyertaan itu dimaksudkan untuk dimiliki secara terus-menerus atau berkelanjutan tanpa ada niat untuk diperjualbelikan atau ditarik kembali. Dari Rp 82,1 triliun yang diserahkan, nilai ekuitas tumbuh menjadi Rp 90,7 triliun.
Penyertaan modal oleh pemerintah itu, kata Meirijal, juga dilakukan untuk terus mengupayakan peran BUMN atau lembaga sebagai perpanjangan tangan Kemenkeu dalam memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional dan penerimaan negara.
Penerimaan negara yang dimaksud adalah untuk menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta, serta turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan mikro, koperasi, dan masyarakat.
Total pembiayaan oleh BUMN di bawah Kemenkeu di sektor infrastruktur sebesar Rp 117 triliun dengan nilai proyek Rp 699 triliun dari 292 proyek yang telah berjalan. Selain itu, BUMN tersebut memberikan penjaminan kepada pelaku usaha sektor infrastruktur sebesar Rp 66,4 triliun dari nilai proyek Rp 315 triliun. Lalu mengembangkan sektor ekspor dengan memberikan pembiayaan kepada pelaku usaha dengan nilai outstanding pembiayaan Rp 90,4 triliun dari nilai ekspor sebesar Rp 315 triliun.
”Kami berharap dividen dari BUMN di bawah Kemenkeu bisa meningkat setiap tahunnya. Sementara untuk tahun ini mereka ditargetkan dapat menyetor dividen hingga Rp 1 triliun. Namun, kami tekankan bahwa dividen bukan target utama,” ujar Meirijal.
Total pembiayaan oleh BUMN di bawah Kemenkeu di sektor infrastruktur sebesar Rp 117 triliun dengan nilai proyek Rp 699 triliun dari 292 proyek yang telah berjalan.
Sementara itu, peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Abra PG Talattov, mengatakan, pemerintah sebaiknya menagih peningkatan kontribusi BUMN terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Berdasarkan catatan Indef, realisasi laba BUMN pada 2020 menurun jauh dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada 2019, BUMN memiliki laba Rp 124 triliun, sedangkan pada 2020 hanya Rp 28 triliun.
”Pemerintah tak boleh memberikan toleransi yang terlalu besar kepada BUMN pada masa pandemi ini. Jangan sampai karena alasan pandemi BUMN meminta toleransi dan berharap masyarakat harus memaklumi BUMN masih rugi karena pandemi,” ujar Abra.
Berdasarkan catatan Kompas, salah satu BUMN yang menyetor pajak dan dividen cukup besar adalah PT Pertamina (Persero). Pada 2020, setoran pajak Pertamina sebesar Rp 92,7 triliun, dividen Rp 8,5 triliun, dan penerimaan negara bukan pajak mencapai Rp 25,5 triliun. Dividen yang disetorkan datang dari Grup Pertamina hasil laba tahun buku 2019.
Perusahaan induk
Pemerintah berencana membentuk perusahaan induk panas bumi dengan menggabungkan tiga perusahaan BUMN di bidang panas bumi. Ketiga BUMN tersebut adalah PT PLN Gas & Geothermal, PT Pertamina Geothermal Energy, dan PT Geodipa Energi (Persero). PLN Gas & Geothermal dan Pertamina Geothermal Energy masing-masing adalah anak usaha PLN dan Pertamina.
Berdasarkan catatan Indef, realisasi laba BUMN pada 2020 menurun jauh dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2019, BUMN memiliki laba Rp 124 triliun, sedangkan pada 2020 hanya Rp 28 triliun.
Meirijal mengatakan, hingga saat ini model bisnis induk masih belum ditentukan. Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN sedang mengkaji pola dan sinergi bisnis untuk meningkatkan nilai dari setiap perusahaan tersebut.
”Kajiannya sekarang sedang didalami. Saat ini masih di dalam kajian dan ini akan segera diinformasikan bagaimana bentuk yang paling optimal untuk pengembangan panas bumi di Indonesia,” ujar Meirijal.