Raksasa yang Bergandeng Tangan dengan Wong Alit
Kemitraan antara petani dan industri pertanian berbuah hasil manis di beberapa daerah. Industri mendapatkan pasokan buah dengan kualitas bagus, petani mendapat bibit dan harga yang bagus.
Kemitraan perusahaan dengan petani menembus sekat primordialisme dengan distribusi buah dari perkebunan di pelosok hingga kota besar, bahkan luar negeri. Standar yang tinggi mengondisikan pembudidaya untuk meningkatkan mutu komoditasnya.
Trimo (61) dengan tangkas memotong batang pisang mas lantas menariknya. Ia kemudian menahan setandan pisang segar dengan hati-hati. ”Kalau mau ambil tandannya, pangkas di sini,” katanya seraya menunjukkan pangkal tangkai buah tersebut.
Di Desa Sumberejo, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, Lampung, Kamis (17/6/2021), Trimo lalu memotong daun-daun pisang. ”Jangan ditaruh begitu saja, tapi dialasi daun supaya tidak lecet. Pembungkusnya juga tak dibuka dulu supaya mulus,” ucapnya.
Ia menjelaskan dengan fasih soal tebangan pohon pisang yang disisakan setinggi lebih kurang 25 sentimeter agar bisa menjadi nutrisi untuk anakan. ”Setandan terdiri atas 20 sisir. Setiap sisir punya 20 pisang. Nanti, buah juga diangkut pikap yang dilapisi busa,” katanya.
Trimo memandang tandan tersebut dengan mata berbinar-binar. Ia memeriksa pisang itu lalu mengungkapkan kualitasnya yang memenuhi standar ekspor. ”Bagus. Saya puas. Sudah dua tahun saya bermitra dengan GGP (PT Great Giant Pineapple). Manfaatnya banyak sekali,” ujarnya dengan semringah.
Kemahiran Trimo yang terus meningkat berbanding lurus dengan hasil panennya. Ia menerima bibit, bimbingan, dan pupuk dari GGP. ”Panen pada tahun 2020 berjumlah 5,4 ton. Selama enam bulan pertama tahun 2021 saja, panennya sudah 3,5 ton. Harganya Rp 2.500 per kilogram,” ucapnya.
Trimo menanam sekitar 530 pohon pisang di lahan seluas 3.000 meter persegi. Ia juga membudidayakan bermacam-macam pisang di lahan lain. ”Luasnya sekitar 6.000 meter persegi, tapi bukan kemitraan. Harga rata-ratanya jauh lebih rendah atau Rp 400 per kg. Paling tinggi Rp 600 per kg,” katanya.
Semula, Trimo mengamati adiknya yang lebih dulu menanam pisang dan berhasil. Ia berhenti sebagai operator alat berat perusahaan infrastruktur dan bertani. ”Manfaat lain kemitraan dengan harga yang lebih tinggi itu, saya bisa beli sepeda motor. Dipakai anak saya bekerja,” katanya sambil tersenyum.
Kasyanto (50) tak kalah gembira. Ia sudah bermitra dengan GGP selama 1,5 tahun. Warga Desa Sumberejo itu menanam pisang mas di lahan dengan luas sekitar 2.000 meter persegi. ”Jumlah pohon juga bertambah dari 350 batang menjadi 1.000 batang saat ini,” ucapnya.
Pada 2020, Kasyanto bisa memanen sekitar 3 ton. Selama semester pertama tahun 2021, jumlah panen lebih dari 6 ton seiring pohon yang semakin banyak. Berkat kemitraan itu, ia bisa menyisihkan penghasilannya untuk membuka konter pulsa ponsel dan pembayaran daring yang dikelola anaknya.
”Awalnya, saya diinformasikan kalau pisang yang ditanam untuk diekspor. Tentu, kualitas pisang terjamin dan harganya bagus. Saya kena getok tular,” katanya sembari tertawa. Ia malah mengajak ayah dan dua adiknya untuk menanam pisang. Kasyanto hampir setiap minggu memanen buah itu.
Sebelum bertani, Kasyanto bekerja sebagai petambak udang di Kabupaten Tulangbawang, Lampung, lalu banting setir menjadi petani padi dan jagung pada tahun 2016. Kini, hasil budidaya pisang jauh lebih besar. Ia tenang berkat harga yang disepakati lewat kontrak dengan tempo tiga tahun.
”Saya sudah menanam di lahan lain seluas 2.500 meter persegi. Jumlah pohonnya masih 350 batang karena baru ditanam empat bulan lalu,” ucapnya. Kasyanto menegaskan jerih payahnya dilakukan dengan ketekunan. Ia menghasilkan rata-rata 8 kilogram (kg) per tandan.
”Malah, setandan pernah mencapai 17 kg. Kalau tak telaten, hanya sekitar 3 kg per tandan. Makanya, saya tekankan keluarga untuk sungguh-sungguh merawat kebun pisang,” katanya. Ia dibantu GGP dengan pompa untuk menyirami kebun pisang yang bergantian dengan petani lain.
Manajer Kemitraan Tanggamus GGP Waliyuddin mengungkapkan, kemitraan petani untuk menanam pisang mas dimulai pada tahun 2016. ”Sekarang kami bermitra dengan 820 petani dengan luas lahan sekitar 420 hektar. Waktu pertama kali datang, kami harus bikin demplot dulu,” katanya.
Setelah lahan demonstrasi seluas 1 hektar itu menunjukkan hasilnya, lima petani baru bergabung. Mereka menanam di lahan seluas 3 hektar. ”Bibit, obat-obatan, dan pupuk disediakan GGP. Sebagian petani juga disediakan tangki panggul, pompa, dan pipa,” ujarnya.
Perusahaan tersebut juga menyediakan pembinaan, fasilitas pengemasan, dan aplikasi eGrower. Teknologi itu tak hanya diaplikasikan untuk memantau budidaya pisang, tetapi juga meningkatkan kualitas, kuantitas, komunikasi, bahkan transparansi. ”Harga yang ditawarkan stabil dengan jaminan pasar. Bahkan, kami minta petani untuk terus berproduksi untuk memenuhi permintaan ekspor,” katanya.
Saat ini, 10 kelompok tani bergandengan dengan GGP untuk menghasilkan pisang. Para petani juga mampu mendirikan 10 rumah pengemasan. Hampir 30 ton pisang mas dihasilkan setiap pekan dengan 30 persennya berkualitas ekspor. Pengiriman ke mancanegara dimulai pada tahun 2017. ”Ke Singapura hingga pertengahan tahun 2019. Lalu, ke China pada tahun 2019, tapi hanya sebulan,” ucapnya.
Kemarau panjang ditambah pandemi menyebabkan ekspor sempat terhenti. Pengiriman tersebut akan dimulai lagi pada akhir Juni 2021. ”Rencananya, sekitar 2 ton per minggu. Permintaan sebenarnya besar. Jepang juga sudah minta,” ujar Waliyuddin.
Mujianto (55), Ketua Kelompok Tani Arjuna, kini juga mengelola rumah pengemasan di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus. Usaha tersebut mempekerjakan sekitar 20 orang. Setiap karyawan dibayar hingga Rp 75.000 per hari.
Kelompok tani itu mencakup 10 desa di enam kecamatan dengan petani sebanyak 124 orang. Mereka bermitra dengan GGP untuk menghasilkan pisang mulai tahun 2016. ”Kami dibantu dengan timbangan, rel, dan besi untuk rumah pengemasan. Kemitraan bisa berjalan beriringan. Kami amat berterima kasih,” katanya.
Kemitraan juga dirangkai TaniHub dengan petani di Jawa sejak tahun 2016. Jangkauan itu kemudian diperluas hingga Bali pada tahun 2020. ”TaniHub saat ini bermitra dengan 46.000 petani. Lebih dari 50 persennya memproduksi buah-buahan,” ujar Chief Operating Officer TaniHub Group Sariyo.
Saat pertama kali beroperasi, jumlah itu hanya 24 petani di Bogor, Jawa Barat. TaniHub menumbuhkan kepercayaan sehingga mitranya terus bertambah. Ekspor pun mulai dilakukan pada tahun ini ke Asia dan Eropa dengan komoditas antara lain semangka, mangga, dan pisang.
Warga Desa Bantargadung, Kecamatan Bantargadung, Kabupaten Sukabumi, Jabar, Acep Sumitra (33), juga mencicipi manisnya kerja sama yang sudah dijalin dengan distributor selama enam tahun. Penyalur tersebut mengirimkan pepaya ke sejumlah toko swalayan di kota-kota besar.
”Dikirim ke distributor di Bogor (Jabar). Saat ini, saya memasok sekitar 2 ton pepaya per minggu. Tidak ada target. Kalau panen, berapa pun diterima,” katanya. Ia menjual pepaya seharga Rp 5.500 per kg. Kemitraan itu harmonis karena kepercayaan Acep terhadap distributornya.
”Kalau pepaya sampai, pembayaran langsung ditransfer. Dulu saya jual ke pedagang di pasar, tapi diutangi. Besarnya bisa sampai Rp 12 juta. Saya juga dibohongi,” kata Acep. Ia pernah menitipkan pepaya, tetapi suatu hari, pedagangnya menghilang.
Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Irwan Sukri Banuwa mengapresiasi kerja sama perusahaan, termasuk GGP, dengan petani. ”Jaminan pasar disediakan koporasi dan mitranya lebih tenang. Bagus karena kerja sama itu juga turut membangun Lampung,” ucapnya.
Jika diistilahkan, relasi itu bagaikan raksasa korporat dengan petani sebagai wong alit yang tak saling bergesekan, tetapi bergandengan tangan. ”Kesejahteraan petani perlu didukung dan perlu dioptimalkan. Percepatan peningkatan pendapatan mereka lebih menggembirakan,” katanya.
Kemitraan itu mendorong petani meningkatkan kualitas buah-buahan dengan syarat produksi yang lebih ketat. Hubungan kedua pihak pun saling menguntungkan. ”Saya berharap pembangunan pertanian di Lampung dipercepat dengan kiprah GGP sebagai perusahaan multiproduk,” katanya.