Menyambung Napas Wisata Petik Buah
Pelaku wisata petik buah berjuang untuk bertahan dari hantaman pandemi. Seiring vaksinasi, perawatan konsisten, dan penerapan protokol kesehatan, mereka menumbuhkan harapan.
Pelaku wisata petik buah berjuang untuk bertahan dari hantaman pandemi. Seiring vaksinasi, perawatan konsisten, dan penerapan protokol kesehatan, mereka menumbuhkan harapannya. Roda usaha diupayakan tetap bergulir seraya mematuhi anjuran pemerintah untuk menekan penyebaran Covid-19.
”Silakan naik, hati-hati kepalanya,” ujar Adelin Vivin, pemandu magang Kusuma Agrowisata di Kota Batu, Jawa Timur, Kamis (6/5/2021). Ia mempersilakan pengunjung yang hendak menumpang mobil minibus khusus untuk berkeliling kebun tujuan wisata itu.
Kusuma Agrowisata menghamparkan perkebunan buah yang tertata rapi. Di kiri dan kanan jalan, pepohonan apel, jeruk, dan jambu paling sering terlihat. Hawa sejuk saat perjalanan itu membuat rileks.
”Petik buah bisa dilakukan sepanjang tahun,” ujar Samsul Arifin, koordinator pemandu Kusuma Agrowisata, seraya mengantar wisatawan memasuki kebun apel. Berlatar perbukitan di sekitar Kusuma Agrowisata yang rimbun dengan pepohonan, pengunjung tak hanya diajak memetik buah, tetapi juga menambah pengetahuan.
”Nanti, waktu beli, wisatawan bisa tahu apel yang ranum. Lihat, kalau mekar tandanya matang,” katanya sambil menunjuk bagian bawah buah itu yang masih kuncup. Ia juga menjelaskan apel manalagi yang cocok dibuat sari apel. Sementara cuka apel lebih banyak diolah dari apel anna dan rome beauty.
Setelah apel, kebun jambu dan jeruk menjadi tujuan wisatawan selanjutnya. Protokol kesehatan diterapkan dengan ketat. Samsul dan Vivin mengenakan masker. Minibus juga diisi paling banyak 50 persen dari kapasitas sebanyak 10 penumpang.
Harga tiket Kusuma Agrowisata mulai Rp 15.000 hingga Rp 64.000 per orang. Jika mengambil paket komplet, biaya itu sudah termasuk makan apel, jambu, dan jeruk. Pengunjung juga bisa memetik buah-buahan tersebut masing-masing sebanyak dua butir.
”Luas total Kusuma Agrowisata sekitar 90 hektar dan 40 hektar di antaranya mencakup perkebunan,” kata anggota Staf Pemasaran Kusuma Agrowisata, Deybi Febriani Salam. Di destinasi wisata yang dirintis pada tahun 1989 itu juga terdapat hotel, restoran, dan kolam renang.
Sejak destinasi wisata itu dibuka, Deybi mengaku pandemi Covid-19 menyebabkan dampak paling hebat. Selama libur Lebaran tahun 2020, hampir tak ada pengunjung datang. ”Mungkin hanya satu atau dua orang per hari. Masyarakat takut karena saat itu pandemi baru merebak,” ucapnya.
Baca juga: Eksotika Buah Nusantara
Kini, Deybi dan para koleganya menatap hari-hari ke depan dengan lebih optimistis. Kesadaran publik terhadap protokol kesehatan sudah jauh meningkat. ”Sebagian masyarakat pun sudah divaksin. Jumlah pengunjung juga berangsur meningkat. Kalau hati-hati dan protokol kesehatan diterapkan, wisata bisa dijalani dengan aman,” katanya.
Sebelum bulan puasa tahun 2021, jumlah pengunjung wisata buah sudah sekitar 30 orang per hari. Pada libur Lebaran lalu, jumlah itu setiap hari rata-rata 400 orang. ”Kami yakin dengan prospek ke depan mengingat buah-buahan amat dibutuhkan, terutama saat pandemi untuk menjaga tubuh tetap fit,” katanya.
Peluang bisnis
Di La Fresa Farm, tujuh pekerja mencabut rumput di antara tanaman stroberi di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Hanya ada lima pengunjung siang itu. Denyut wisata di kebun seluas 1.000 meter persegi tersebut pun nyaris berhenti dihantam pandemi.
Dua tahun lalu, La Fresa Farm selalu dipadati pengunjung setiap akhir pekan. Memakai konsep kebun bertingkat dan lingkungan bersih, lokasi ini menjadi incaran wisatawan berlibur bersama keluarga.
Dengan membayar Rp 25.000 per orang, pengunjung mendapatkan sebotol jusstroberi segar yang dingin. Pengunjung juga dapat memetik stroberi madu jepang. Dengan tanaman bertingkat, pengunjung tak perlu terlalu membungkuk saat memotong tangkai stroberi menggunakan gunting.
”Tiket itu hanya untuk membeli produk. Jadi, sebenarnya tak ada biaya tiket seperti bioskop,” ujar Manajer Operasional La Fresa Farm Daniel. Stroberi yang dipetik dikumpulkan dan wajib dibeli seharga Rp 20.000 per ons.
Lokasi strategis di Jalan Raya Lembang membuat kebun ini didatangi rata-rata 3.000 orang per bulan. Akan tetapi, pandemi membalikkan kondisi. Pembatasan sosial membuat lokasi itu sepi. Bahkan, La Fresa Farm beberapa kali ditutup saat Kabupaten Bandung Barat ditetapkan sebagai zona merah. ”Pengunjung menurun drastis. Hanya tersisa 10 persen,” ujarnya.
Kondisi ini berimbas pada pemasukan yang anjlok hingga 90 persen. Akan tetapi, Daniel belum berniat menutup kebun itu. Ia masih melihat peluang bisnis pascapandemi. Selain itu, 20 pekerja menggantungkan hidup di kebun tersebut. Meski sepi, kebun tetap dirawat. Gulma dicabut setiap hari. Kebun dibersihkan berkala agar tetap nyaman.
Baca juga: Petani Muda di Sektor Perbuahan
Perawatan itu menjadi investasi. Saat pandemi terkendali dan keran wisata dibuka, La Fresa Farm siap menyambut pengunjung dengan menerapkan protokol kesehatan. Pengunjung wajib memakai masker dan mencuci tangan. Di pintu masuk, setiap orang diperiksa suhunya.
”Tak ada tawar-menawar protokol kesehatan demi melindungi pengunjung dan pegawai. Jika diabaikan, kami juga rugi karena tempat ini bisa ditutup,” jelasnya. Daniel berharap vaksinasi membawa angin segar. Secara bertahap, warga dapat kembali beraktivitas normal tanpa mengabaikan protokol kesehatan.
Irham (41), wisatawan asal Kota Cimahi, Jabar, berharap pengelola tak menutup kebun wisata selama pandemi. Masyarakat justru butuh wisata. ”Kalau ditutup, bisa tambah stres, tetapi protokol kesehatan wajib dijalankan. Wisata alam lebih tak berisiko dibandingkan dalam ruang,” ujarnya.
Mulai dibenahi
Cuaca cerah berpadu segarnya udara pagi menyambut pengunjung Kebun Buah Mekarsari, Jabar, awal Juni lalu. Tak ada antrean kendaraan lazimnya sebelum pandemi meski saat itu akhir pekan. Sepi.
Kebun Buah Mekarsari yang berdiri sejak tahun 1995 pernah menjadi ikon kerajaan aneka buah Indonesia dengan wisata petik dan penelitian varietas. Namun, akibat pandemi, Mekarsari seperti mati suri.
Sempat buka pada pertengahan Agustus 2020 dengan sistem drive-thru, taman buah itu akhirnya tutup sementara pada akhir Desember 2020. Sempat beredar isu miring Mekarsari akan tutup permanen. Nyatanya, seusai Lebaran 2021, Mekarsari kembali dibuka tetap dengan konsep drive-thru. Mereka yang membawa mobil dapat berkeliling tanpa batasan. Bagi yang tidak, disediakan kereta ke spot-spot tertentu.
Beberapa titik di kebun seluas 3.000 hektar itu tak bisa disinggahi, bahkan dilintasi karena diberi pembatas bertuliskan ”sedang dalam perbaikan”. Hanya sebagian yang tertata dan terlihat buahnya, seperti di kebun pepaya.
”Memang, baru buka lagi setelah tutup lama. Mulai dibenahi satu-satu. Belum semua rapi karena orangnya kurang,” ungkap Ariansyah, pekerja taman buah tersebut.
Akan tetapi, geliat wisata mulai terasa pasca-Lebaran lalu. Wisata petik buah rupanya tetap dicari warga Ibu Kota dan kota-kota di sekitarnya. Setidaknya empat kali sejak dibuka lagi pada 2021, Mekarsari mengajak 200 pengunjung pertama ikut memanen melon tabulampot. Sebelumnya, ada panen belimbing, semangka, dan nangka.
Belum lama ini, kebun salak juga kembali dibuka. Pengunjung dapat masuk, melihat perawatan, serta memetik salak. Setidaknya ada lima jenis unggulan dengan 629 pohon di sana. ”Salah satu caranya, drive-thru. Walau pengunjung tak seramai biasanya, setidaknya mulai hidup lagi,” ujar Ariansyah.
Baca juga : Perubahan Melalui Buah
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Rekreasi Keluarga Indonesia (ARKI) Taufik A Wumu mengibaratkan pengelola taman dan arena permainan buatan manusia sedang menyambung napas saja. Mereka sekadar bertahan, bahkan sejumlah usaha hampir kolaps.
Ia tak mengetahui jumlah wisata petik buah yang berhenti. Namun, sebagai gambaran, ARKI mewadahi sekitar 1.600 usaha dan diperkirakan 10 persennya tutup karena pandemi. ”Mereka yang usahanya masih berjalan tetap menerapkan protokol kesehatan. Ekonomi harus bergulir, tetapi kesehatan terus dijaga,” ucapnya.