Ikhtiar Melegitkan Budidaya Nanas
Petani buah di Prabumulih, Sumatera Selatan, dan petani buah di Kotamobagu, Sulawesi Utara, sedang getol-getolnya membudidayakan nanas varietas lokal. Manisnya rezeki nanas menggiurkan mereka.
Manisnya nanas, berikut agrobisnis buah, memikat petani di berbagai daerah. Di Prabumulih, mereka bertekad membangkitkan kembali kejayaan buah ikoniknya. Sementara di Kotamobagu, semakin banyak petani menanam nanas seiring permintaan dari luar provinsi yang kian meningkat.
Dulu, Kota Prabumulih, Sumatera Selatan, pernah berjaya dengan nanasnya. Jejak kejayaan itu diabadikan pada tugu berbentuk nanas di jembatan penyeberangan di pusat kota. Namun, keberadaan nanas di kota berjuluk ”Seinggok Sepemunyian” ini kian terbatas karena lahannya terus tergerus.
Meski demikian, tetap ada lahan yang tersisa, antara lain di kawasan Patih Galung, Kecamatan Prabumulih Barat, Kota Prabumulih. Itu adalah kebun nanas terluas yang ada di Prabumulih saat ini.
Selasa (25/5/2021), Lina (39), warga Prabumulih, mengajak tujuh temannya dari beberapa daerah mengunjungi kebun nanas seluas 4 hektar itu. Mereka berfoto menggunakan caping, menjelajah kebun, dan membeli puluhan nanas. ”Mereka tak pernah melihat kebun nanas di kotanya, jadi saya ajak saja,” ujar Lina.
Prabumulih bukanlah penghasil nanas terbesar di Sumsel. Berdasarkan data BPS Sumsel, produksi nanas di Prabumulih hanya sekitar 9.552 ton per tahun 2020. Itu masih lebih kecil dibandingkan dua kabupaten yang mengapitnya, yakni Ogan Ilir (81.782 ton) dan Muara Enim (20.821 ton). ”Sangat sulit cari kebun nanas di Prabumulih,” ucap Lina.
Kebun yang dikunjungi Lina itu milik Hais (54), warga Patih Galung, Kecamatan Prabumulih Barat. Hais mengklaim nanas queen di Prabumulih merupakan termanis di Indonesia. Kemanisan itu mencapai 13 briks dibandingkan nanas kebanyakan atau sekitar 8-11 briks. ”Keunggulan ini membuat nanas Prabumulih jadi incaran walau jumlahnya terbatas,” kata Hais.
Tekstur nanas Prabumulih lebih renyah dan berair. Setiap hari, Hais bisa menjual sekitar 1.000 nanas. Pemesan adalah pengunjung kebun sembari menikmati hasilnya. Nanas dihargai Rp 2.000-Rp 3.000 per buah dengan ukuran 1,4-1,7 kilogram (kg). ”Tanah Prabumulih cocok untuk nanas. Di daerah lain, rasanya pasti beda,” ucap Hais.
Hanya saja, kebanyakan petani hanya menjadikan nanas sebagai tanaman sela. ”Nanas ditanam di ladang karet atau sawit,” ujarnya. Akibatnya, nanas hanya punya waktu hidup paling lama tiga tahun seiring kian menjulangnya komoditas utama.
Kondisi ini sangat berbeda dengan tahun 1980-an. ”Kini, nanas yang dijual di pinggir kota belum tentu nanas Prabumulih,” katanya.
Kepala Dinas Pertanian Kota Prabumulih Pribadi Rosa Sarosa menuturkan, terbatasnya produksi nanas karena luas lahan kebun di kota itu hanya sekitar 400 hektar. Tak seperti daerah lain yang mencapai ribuan hektar. Pemda terus berupaya membangkitkan lagi minat menanam nanas. Tahun ini, pihaknya mengusulkan bibit nanas kepada Kementerian Pertanian untuk sekitar 300 hektar.
Sulit ekspor
Keterbatasan ini membuat nanas Prabumulih sulit menembus ekspor. Belum lagi, ketahanannya yang cukup singkat. Itulah sebabnya, nanas Prabumulih masih berkutat di pasar domestik yang baru merambah Jakarta dan beberapa kota di Sumsel.
Hal ini diamini Kepala Bidang Hortikultura Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumatera Selatan Sri Mulyati. Nanas Prabumulih sulit diekspor karena sulit diawetkan. ”Nanas tak bisa dikalengkan karena kadar airnya rendah,” ucapnya.
Petani sudah diajak menanam nanas lain seperti cayenne pada tahun 2012. Nanas itu bisa dikalengkan dan diekspor dari Lampung karena memiliki kadar air lebih tinggi, tetapi gagal karena tak semua warga Sumsel menyukainya. ”Terlalu besar dan tak semanis queen,” ujar Sri.
Nanas manis memang sangat digemari masyarakat Sumsel, terbukti dengan masuknya nanas madu dari Subang, Jawa Barat, yang cukup laku. Produksi nanas di Sumsel pada tahun 2020 sebesar 117.790 ton baru digunakan untuk Sumsel dan Jawa. Pengembangan terus diupayakan, terutama saat food estate mulai diterapkan di Sumsel, tahun ini.
Nanas Kotamobagu
Selaras dengan Prabumulih, nanas kuning keemasan yang harum dari Desa Lobong, Bolaang Mongondow, dan Mongkonai, Kotamobagu, Sulawesi Utara, tak akan menipu. Buah itu tak bikin mata menyipit ketika mengunyah dagingnya yang berair.
”Yang kecil Rp 10.000 per gandeng (dua buah). Kalau yang besar Rp 20.000 per gandeng,” kata Agus Basri (25) sambil menunjuk nanas yang tergantung di tiang dan atap kiosnya. Ia langsung mengiyakan ketika diminta mengupas dua nanas.
Ia mengambil pisau, lalu menebas daun hijau keunguan. Tak butuh lama, kulit nanas yang keras dan tajam terkelupas jadi serpihan. Dengan tangkas, ia menyayat daging buah yang kuning keemasan.
Wangi buahnya menyapa penciuman. Terang warnanya menggoda, membuat liur menggenangi mulut. Ia memasukkannya ke plastik, lalu meremas nanas menjadi potongan-potongan.
Agus berdagang di Jalan Trans-Sulawesi yang menghubungkan Desa Lobong di Passi Barat, Bolaang Mongondow, dengan Kotamobagu. Semua bermula pada tahun 1960-an ketika pemerintah memperkenalkan nanas madu.
Bibit didatangkan dari Bogor, Jabar. Tak butuh waktu lama, tanaman baru itu menghampar di kebun-kebun di perbukitan Passi yang subur dengan kandungan kapur dan ketinggian sekitar 360 meter di atas permukaan laut (mdpl). Keadaan itu cocok untuk nanas yang mampu tumbuh di segala jenis tanah di ketinggian 100-500 mdpl.
”Ketika masih SD, orangtua saya dan banyak petani menanam nanas, tapi untuk konsumsi pribadi. Setelah almarhum Buyotog Simbala, salah satu petani, menanam nanas, baru ketahuan potensi pasarnya,” kata Sumitro Limpaton (52), petani di Kelurahan Mongkonai Barat, Kotamobagu, 4 kilometer dari Desa Lobong.
Nanas madu pun menjadi unggulan Desa Lobong. Kementerian Pertanian bahkan menetapkannya sebagai varietas baru, yaitu nanas lobong kuning pada tahun 2004. Kini, Desa Lobong punya lahan 200 hektar yang ditanami sekitar 8.000 bibit nanas per hektar. Menurut situs desa, ada 1,6 juta buah yang dituai setiap masa panen. Saat ditetapkan sebagai varietas baru, produktivitasnya diperkirakan bisa mencapai 15 ton per hektar.
Belakangan, nanas lobong kuning juga ditanam di Kelurahan Mongkonai dan Mongkonai Barat, Kotamobagu, yang sejak 2007 mekar dari Kabupaten Bolaang Mongondow. Kini, 95 hektar kebun nanas di dua kelurahan itu telah menghasilkan 59,3 ton buah selama Januari-Maret 2021.
Menurut Ramjan Mokoginta, Kepala Bidang Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Dinas Pertanian dan Perikanan Kotamobagu, pemkot sedang mendaftarkan nanas madu Kotamobagu. Ia mengklaim nanas di sana punya rasa manis unik karena kandungan tanahnya berbeda dari Desa Lobong.
Popularitas nanas lobong kuning pun mendorong lebih banyak petani menanamnya. Kini setidaknya ada tiga kelompok tani yang aktif. Menurut Sumitro Limpaton, ketua kelompok Amilatong, penjualan nanas paling banyak masih di Sulut. ”Pembeli luar ada dari Palu, Ambon, dan Nabire. Di sana, harga nanas kecil bisa sampai Rp 30.000 per gandeng,” katanya.
Kendati begitu, pesanan dari luar daerah surut sejak dua tahun terakhir karena pandemi Covid-19. Biasanya, Sumitro survei ke kebun milik 32 anggotanya yang siap panen jika menerima pesanan.
Upaya menggenjot ekspor pun terhenti. Analis Kantor Karantina Pertanian Manado, James Assa, mengatakan, calon investor China melihat kebun di Desa Lobong pada tahun 2019, tetapi sejak pandemi tak ada kejelasan. ”Harapan kami, investor bisa membudidayakan nanas. Selama ini, masyarakat masih konvensional dengan menanam tunas baru. Kami juga berharap ada industri yang menyerap tenaga kerja,” kata James.
Kendati begitu, kemasyhuran nanas lobong kuning telah memicu tumbuhnya industri selai nanas tingkat rumah tangga yang rutin diproduksi di Desa Lobong dan Kotamobagu.
Haniko Hamim (36), warga Desa Lobong, pemilik selai nanas bermerek Wahyudi, mampu memproduksi 5.000 kotak selama Ramadhan, kira-kira 100 kali lipat dari masa biasa. Umumnya di kalangan pengusaha selai, satu kemasan 500-600 gram dijual seharga Rp 20.000.
”Kami tidak pernah pakai pengawet kimia selain gula pasir. Cukup tahan tiga sampai empat bulan,” ujarnya.