Usaha Terdampak, Pemerintah Diminta Menyubsidi Pekerja
Dengan skema subsidi gaji yang lebih terukur dan tepat sasaran, anggaran yang harus disiapkan pemerintah tak perlu sebesar tahun lalu. Penyelenggaraan PPKM darurat juga lebih efektif karena kebutuhan pekerja tercukupi.
Oleh
Agnes Theodora
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat akan berdampak pada kondisi keuangan perusahaan di sektor yang belum pulih penuh. Untuk mendukung efektivitas PPKM dan menghindari pemutusan hubungan kerja, pemerintah diminta kembali memberikan subsidi gaji pekerja secara terukur dan tepat sasaran.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey, penutupan mal dan pusat perbelanjaan akan berdampak pada kondisi keuangan sejumlah gerai ritel dan tenant. Ia memperkirakan usaha esensial yang masih bisa beroperasi dengan pembatasan kapasitas dan jam operasional dapat mengalami penurunan pendapatan 50-60 persen.
Sementara pendapatan usaha yang tidak esensial dan harus tutup penuh selama PPKM akan menurun 90 persen. ”Ada yang bisa bertahan lewat usaha daring, tetapi kontribusinya kecil dibandingkan berjualan offline. Untuk yang masih buka pun pasti terdampak karena pengunjung berkurang,” kata Roy saat dihubungi di Jakarta, Jumat (2/7/2021).
Penurunan pendapatan, ditambah dengan kondisi keuangan yang sudah pas-pasan selama pandemi, akan membuat perusahaan kesulitan membayar biaya operasional rutin, seperti Pajak Bumi dan Bangunan, biaya listrik dan abonemennya, serta gaji karyawan.
Menurut Roy, ada dua langkah yang disiapkan pengusaha jika PPKM darurat berlaku lebih lama. Pertama, merumahkan karyawan dengan gaji hanya 30-40 persen dari seharusnya. Kedua, melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) jika situasi berkepanjangan.
”Dalam dua minggu pertama ini mungkin opsinya merumahkan karyawan dulu. Kami akan lihat perkembangan situasi. Kalau PPKM diperpanjang dan tidak ada bantuan insentif, mau tidak mau pasti akan ada lay off (PHK),” katanya.
Terkait penggunaan dana cadangan untuk menambal beban operasional selama PPKM, Roy mengatakan, hal itu sulit dilakukan. Sebab, selama 15 bulan terakhir sejak awal pandemi, sejumlah perusahaan sudah memakai dana cadangannya untuk membayar kewajiban rutin.
Penutupan gerai ritel dan PHK karyawan juga sudah dilakukan oleh berbagai perusahaan. Aprindo mencatat, selama Maret-Desember 2020, rata-rata ada 5-6 gerai yang terpaksa tutup setiap hari. Per Januari-Maret 2021, rata-rata ada 1-2 toko yang tutup dalam sehari.
Dunia usaha berharap pemerintah dapat memberikan stimulus dan insentif yang tepat sasaran untuk meringankan beban operasional. Salah satunya, memberi subsidi gaji ke pekerja di sektor terdampak mengingat gaji karyawan termasuk pengeluaran rutin terbesar. ”Kami sedang menunggu ada subsidi gaji dari pemerintah supaya lay off bisa dihindari,” ujar Roy.
Kebijakan subsidi gaji sempat diterapkan selama tahun 2020 kepada pekerja yang terdaftar di BP Jamsostek dengan gaji di bawah Rp 5 juta. Bantuan tunai sebesar Rp 600.000 per bulan ditransfer langsung ke rekening para pekerja selama empat bulan. Namun, kebijakan itu dihentikan pada awal tahun 2021.
Meminta kompensasi
Senada, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran mengatakan, sektor pariwisata dan hotel restoran kafe akan sulit bertahan selama dua minggu pemberlakuan PPKM darurat.
Meski pada awal tahun ini ada pelonggaran pembatasan, kondisi keuangan belum pulih penuh. ”Belum ada recovery karena tarif dan harga memang turun selama pandemi. Pendapatan juga turun karena kapasitas dan jam operasional dibatasi. Jadi, kalau ditanya apakah kemarin itu kami bisa mencadangkan arus kas, jawabannya belum bisa,” katanya.
Menurut dia, tanpa ada PPKM darurat pun, pengusaha sudah kesulitan memenuhi kewajiban membayar pajak, gaji pekerja, tagihan listrik dan air, serta membayar cicilan pinjaman ke perbankan. PHK juga sudah dilakukan karena perusahaan tidak mampu. ”Kami mendukung pembatasan ini, tetapi kami harap pemerintah memberi kompensasi,” ujar Maulana.
Ia mengatakan, di negara lain, saat lockdown, kebutuhan warga dipenuhi negara. Salah satunya, gaji pekerja ditanggung pemerintah, sementara pengusaha mengurusi kewajiban pembayaran lain seperti pajak dan pinjaman bank.
Opsi lain, pemerintah meringankan kewajiban pajak daerah seperti Pajak Bumi dan Bangunan atau cicilan pinjaman ke bank. Sementara gaji pekerja tetap ditanggung perusahaan. ”Kalau pemerintah ikut membantu beban pengeluaran pengusaha, PHK bisa dihindari, karyawan pun bisa stay di rumah dengan aman selama PPKM,” ujarnya.
Realistis asal terukur
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menilai, evaluasi program subsidi gaji yang lebih terukur sebenarnya realistis untuk kembali diterapkan selama PPKM darurat. Namun, skemanya harus tepat sasaran, tidak seperti program tahun lalu yang dipukul rata ke semua pekerja di berbagai sektor dari Sabang sampai Merauke.
Menurut Timboel, subsidi gaji kali ini cukup diberikan kepada pekerja di Jawa dan Bali serta hanya untuk usaha yang terdampak pembatasan. Bantuan pun cukup disalurkan kepada pekerja yang memang dirumahkan dan yang upahnya dipotong selama periode PPKM darurat atau maksimal dua bulan. ”Kalau dirumahkan, tetapi upahnya normal, ya tidak usah disubsidi,” kata Timboel.
Dengan skema yang lebih terukur dan tepat sasaran itu, anggaran yang harus disiapkan pemerintah tidak besar. Perkiraannya, jika ada 300.000 pekerja dari sektor terdampak yang diberikan subsidi Rp 600.000 per bulan untuk dua bulan, anggaran yang harus disiapkan pemerintah hanya Rp 360 miliar, tidak sampai Rp 14,6 triliun seperti tahun lalu.
”Belajar dari pengalaman tahun lalu, kalau benar-benar dipetakan sesuai sektor, anggarannya tidak akan terlampau besar karena tepat sasaran,” kata Timboel.
Akses mendapat subsidi gaji juga dapat dipermudah dengan memungkinkan pekerja melaporkan diri ke dinas ketenagakerjaan atau kelurahan setempat jika tidak didaftarkan oleh perusahaan. ”Dengan demikian, daya beli dan konsumsi betul-betul dijaga. Program PPKM juga lebih efektif karena orang tidak akan ke mana-mana selama kebutuhannya dicukupi,” ujarnya.
Kepala Ekonom Center for Strategic and International Studies Yose Rizal Damuri menilai, untuk menghindari PHK, pemerintah harus punya terobosan stimulus dan insentif yang diarahkan bukan untuk mendorong ekspansi usaha, melainkan untuk mempertahankan karyawan. Kebijakan itu tidak bisa dipukul rata dan disesuaikan dengan kondisi sektor yang terdampak.
Bentuknya bisa dalam bentuk subsidi gaji sebesar 10 persen atau 20 persen kepada sektor terdampak yang sejauh ini berhasil mempertahankan pekerja mereka. ”Atau pengusaha diberi keringanan pajak supaya punya likuiditas untuk membayar gaji karyawan,” kata Yose.