Topang PPKM Darurat, Anggaran Kesehatan dan Bansos Ditingkatkan
Pelaksanaan kebijakan PPKM darurat akan memengaruhi aktivitas ekonomi. Untuk itu, dibutuhkan langkah-langkah antisipasi yang cepat, tepat, dan terukur, salah satunya lewat realokasi anggaran PEN 2021.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meski memengaruhi momentum pemulihan ekonomi, pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat selama 3-20 Juli 2021 mesti ditempuh sebagai jalan untuk mengurangi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Agar penanganan kesehatan berjalan efektif dan daya konsumsi domestik tetap terjaga di tengah pembatasan mobilitas dan kegiatan masyarakat, pemerintah meningkatkan anggaran kesehatan, bantuan sosial (bansos), dan insentif usaha. Konsekuensinya, pemerintah melakukan realokasi atau perubahan anggaran dari pos-pos yang ada dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Saat menyampaikan keterangan kepada awak media secara virtual, Jumat (2/7/2021), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah harus melakukan pembatasan aktivitas yang lebih ketat untuk mencegah penularan dan menurunkan tambahan kasus Covid-19 harian.
Pemerintah harus melakukan pembatasan aktivitas yang lebih ketat. Ini dilakukan untuk mencegah penularan dan menurunkan tambahan kasus Covid-19 harian. (Sri Mulyani)
Ia mengatakan, pelaksanaan kebijakan PPKM darurat akan memengaruhi aktivitas ekonomi dan berpotensi memberikan tekanan pada masyarakat miskin dan rentan serta dunia usaha (UMKM). Untuk itu, fleksibilitas APBN diperlukan, mengingat ketidakpastian kebutuhan penanganan Covid-19 masih sangat tinggi.
”Akselerasi penanganan Covid-19 menjadi prioritas utama sampai dengan kasus harian Covid-19 kembali menurun. Kebijakan PPKM darurat sifatnya segera dan sementara agar momentum pemulihan aktivitas ekonomi dapat kembali dilanjutkan,” ujarnya.
Anggaran kesehatan sebagai program utama dalam pagu PEN 2021 ditambah Rp13,14 triliun, dari sebelumnya Rp 172,84 triliun menjadi Rp 185,98 triliun. Untuk menopang konsumsi domestik, pagu pada pos perlindungan sosial juga mengalami kenaikan Rp 810 miliar dari Rp 148,27 triliun menjadi Rp 149,08 triliun.
Selain kedua pos di atas, pagu untuk insentif usaha juga ditambah Rp 6,1 triliun dari sebelumnya Rp 56,73 triliun menjadi Rp 62,83 triliun.
Sementara pagu yang mesti diturunkan adalah pos dukungan UMKM dan korporasi sebesar Rp 15,27 triliun dari sebelumnya Rp 193,74 triliun menjadi Rp 178,47 triliun serta pagu untuk pos program prioritas Rp 4,77 triliun dari sebelumnya Rp 127,85 triliun menjadi Rp 123,08 triliun.
”Kesiapsiagaan APBN sebagai instrumen kebijakan yang responsif dan fleksibel sangat dibutuhkan untuk penguatan sektor kesehatan dan jaring pengaman sosial,” ujarnya.
Tambahan anggaran kesehatan dilakukan untuk mempercepat pembayaran klaim perawatan pasien, insentif tenaga kesehatan (nakes), dan vaksinasi serta penanganan kesehatan lainnya di daerah.
Perpanjangan bansos
Sementara itu, tambahan anggaran untuk pos perlindungan sosial salah satunya ditujukan untuk perpanjangan bantuan sosial tunai (BST) selama dua bulan, yaitu Juli-Agustus 2021, yang akan diberikan kepada 10 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) non-Program Sembako dan non-Program Keluarga Harapan (PKH), dengan bantuan Rp 300.000 per bulan.
Selain itu, pemerintah juga memperpanjang diskon listrik 50 persen bagi pelanggan 450VA dan 25 persen bagi pelanggan 900VA Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dari Juli hingga September 2021, diberikan kepada 32,6 juta pelanggan.
Sementara itu, kenaikan pagu untuk pos insentif usaha dialokasikan untuk penambahan sekitar 2,8 juta peserta baru Kartu Prakerja, dengan manfaat pelatihan Rp 1 juta, insentif pelatihan Rp 600.000 per bulan selama empat bulan, dan insentif survei Rp 150.000.
Meskipun telah memberikan berbagai stimulus ekstra, Sri Mulyani tetap memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-2021 akan lebih rendah daripada proyeksi sebelumnya sebesar 6,5 persen secara tahunan. Angka tersebut dipatok sebelum pemerintah menetapkan kebijakan PPKM darurat.
Sementara untuk pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2021, pemerintah memproyeksikan pertumbuhan akan ada di kisaran 7,1 persen-7,5 persen secara tahunan. Pertumbuhan triwulan II-2021 relatif tinggi salah satunya karena realisasi pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2020, sebagai basis perhitungan, sangat rendah, yakni minus 5,32 persen.
Defisit APBN
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan, pemerintah tidak akan mengubah perkiraan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 kendati ekonomi terancam kembali melambat akibat lonjakan kasus Covid-19 saat ini.
Menurut Suahasil, APBN sangat fleksibel sehingga ada beberapa anggaran yang bisa dialihkan dan dihemat. ”Secara keseluruhan kita akan melihat defisit akan tetap di 5,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp 1.006,4 triliun,” katanya.
Terkait dengan dukungan dari Bank Indonesia (BI), Suahasil menuturkan, pembagian beban (burden sharing) akan tetap berlangsung dengan BI masih menjadi pembeli siaga SBN di pasar primer.