Pengawasan ketat dan penegakan sanksi terhadap pelanggaran menjadi kunci keberhasilan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat. Lonjakan kasus Covid-19 yang dibiarkan berulang akan memukul dunia usaha.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat darurat pada periode 3-20 Juli 2021 dinilai perlu dibarengi pengawasan yang ketat dan penegakan sanksi. Penutupan operasional pusat perbelanjaan untuk menekan lonjakan dinilai tidak efektif jika mobilitas masyarakat tidak dikendalikan dan diawasi.
Direktur PT Metropolitan Land Tbk (Metland) Wahyu Sulistyo mengemukakan, pihaknya memahami pembatasan jam operasional dan penghentian kegiatan di pusat perbelanjaan merupakan bagian dari upaya menekan penyebaran Covid-19. Akan tetapi, kinerja tiga pusat belanja yang dimiliki Metland bakal kembali terpuruk seperti halnya ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada awal pandemi Covid-19 bulan Maret 2020.
Oleh karena itu, pihaknya berharap PPKM darurat dibarengi dengan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran serta percepatan vaksinasi. Dengan demikian, kebijakan itu bisa efektif menekan lonjakan kasus dan mempercepat pemulihan ekonomi. Tanpa keseriusan pengawasan, pemulihan Covid-19 bertambah berat dan kian memukul dunia usaha.
”Diperlukan insentif terhadap pusat perbelanjaan yang ditutup selama pemberlakuan PPKM darurat,” kata Wahyu saat dihubungi, Jumat (2/7/2021).
Secara terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengemukakan, lonjakan jumlah kasus positif Covid-19 sudah beberapa kali terjadi akibat tidak adanya konsistensi dalam penerapan protokol kesehatan. Oleh karena itu, penerapan PPKM darurat harus diimbangi dengan penegakan aturan secara tegas agar lonjakan kasus tidak terus berulang dan kian memukul dunia usaha.
”Masalah utama adalah tidak adanya konsistensi (penerapan protokol kesehatan). Ini harus diatasi dengan penegakan atas pemberlakuan pembatasan serta penerapan protokol kesehatan yang ketat dan disiplin,” katanya.
Lonjakan jumlah kasus positif Covid-19 sudah beberapa kali terjadi akibat tidak adanya konsistensi dalam pemberlakuan protokol kesehatan.
Menurut Alphonzus, penutupan operasional pusat perbelanjaan selama pemberlakuan PPKM darurat akan menambah keterpurukan di tengah kondisi usaha yang belum pulih. Meski kondisi pusat perbelanjaan per semester I-2021 berangsur membaik dibandingkan dengan tahun lalu, tetapi masih mengalami defisit karena pembatasan jumlah pengunjung hingga 50 persen.
”Jika penutupan operasional terus berkepanjangan, akan banyak pekerja yang dirumahkan dan jika keadaan terus berlarut, akan terjadi lagi pemutusan hubungan kerja,” ujarnya.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mande menambahkan, PPKM darurat perlu diikuti komitmen pengawasan ketat hingga penindakan tegas terhadap pelanggaran guna menghasilkan efek jera bagi masyarakat dan pelaku industri yang tidak patuh dan lalai.
Penutupan pusat perbelanjaan di Jawa dan Bali diprediksi akan memukul omzet ritel hingga 60-65 persen bulan ini. Langkah penutupan kegiatan pusat perbelanjaan dan sejumlah gerai ritel diharapkan tidak berlarut-larut yang berujung pada terpuruknya usaha.
”Apabila pengawasan dan penegakan sanksi tidak dilakukan, kami ragu PPKM darurat akan efektif. Jangan sampai pengorbanan kami dengan menutup pusat belanja dan ritel menjadi sia-sia,” kata Roy.
Hingga saat ini, sebanyak 200.000 pekerja ritel yang tergabung dalam Aprindo sudah tervaksin. Jumlah ini diperkirakan setara dengan sekitar 25 persen dari total pekerja ritel di Indonesia.