Tren penurunan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara berlanjut. Selama Januari-Mei 2021, total kunjungan hanya mencapai 664.536.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara selama Januari-Mei 2021, sesuai data Badan Pusat Statistik, hanya mencapai 664.536 orang. Jumlah kunjungan ini turun 77,62 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2020, yaitu 2,96 juta orang.
Sepanjang 2016-2019, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono, Kamis (1/7/2021), di Jakarta, mengatakan, periode Januari-Mei selalu mengalami kenaikan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman). Pada periode Januari-Mei 2016 tercatat jumlah kunjungan wisman 4,43 juta orang. Periode yang sama tahun 2017 naik menjadi 5,51 juta kunjungan, kemudian Januari-Mei 2018 tercatat 6,20 juta kunjungan. Adapun pada periode yang sama tahun 2019, jumlahnya naik menjadi 6,28 juta kunjungan.
”Penurunan drastis kunjungan wisman akan berdampak ke sektor industri lainnya. Padahal, pemulihan sektor pariwisata dari krisis, seperti pandemi Covid-19, paling lama. Sebab, kinerja industri pariwisata amat bergantung pada pergerakan orang,” ujarnya.
Penerbangan internasional Januari-Mei 2021 hanya mencapai 0,16 juta orang. Periode yang sama tahun 2020 tercatat 3,41 juta orang.
Penerbangan domestik Januari-Mei 2021 tercatat 12,12 juta orang. Adapun pada Januari-Mei 2020 jumlahnya mencapai 17,5 juta.
Penumpang angkutan kereta api selama lima bulan pertama tahun 2021 mencapai 67,38 juta orang, sedangkan pada periode yang sama 2020 tercatat 101,22 juta orang.
Untuk moda transportasi laut, jumlah penumpang selama Januari-Mei 2021 sebesar 6,39 juta orang. Pada periode yang sama tahun 2020 sebanyak 6,96 juta orang.
Margo menyebutkan, tingkat penghunian kamar (TPK) hotel klasifikasi bintang di Indonesia Mei 2021 mencapai rata-rata 31,97 persen atau melonjak 17,52 poin dibandingkan dengan TPK bulan yang sama tahun 2020 yang tercatat 14,45 persen. Jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, April 2021, TPK Mei 2021 mengalami penurunan 2,66 poin menjadi 31,97 persen.
Menurut dia, selama tiga bulan terakhir pada 2021, TPK hotel klasifikasi bintang di dunia tergolong positif karena mencapai di atas 30 persen. Situasinya berbeda dengan tahun 2020 ketika TPK hotel klasifikasi bintang, sejak pengumuman pandemi Covid-19 pada Maret, turun menjadi 32,24 persen dan selanjutnya anjlok menjadi 12,67 persen (April 2020), serta naik sedikit menjadi 14,45 persen pada Mei.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) Sandiaga S Uno, secara terpisah, mengatakan, hingga sekarang, regulasi Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 26 Tahun 2020 tentang Visa dan Izin Tinggal dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru masih berlaku. Akibatnya, hanya orang asing seperti turis yang bisa masuk ke Indonesia hanya yang berkategori esensial atau khusus.
Berangkat dari kebijakan itu, hasil laporan BPS tidak mengejutkan. Pemerintah sampai sekarang juga memberlakukan pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 masih berlangsung demi mengutamakan kesehatan rakyat.
”Strategi kebijakan kami tidak lagi mengejar kuantitas kunjungan wisatawan, tetapi kualitas dan pariwisata berkelanjutan. Perjalanan wisata didesain untuk menghasilkan pengalaman berharga, menjaga kearifan lokal, lama tinggal, dan belanja yang berkualitas,” ujar Sandiaga.
Strategi kebijakan tidak lagi mengejar kuantitas kunjungan wisatawan, tetapi kualitas dan pariwisata berkelanjutan.
Destinasi pariwisata dan daya saing produk ekonomi kreatif disiapkan demi mengejar kualitas kunjungan. Misalnya, niche market turis internasional.
Dia juga mengungkit tentang pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat yang berlaku 3-20 Juli 2021 untuk Jawa dan Bali. Sandiaga telah mengimbau pelaku di 13 sektor usaha jasa pariwisata dan 17 subsektor ekonomi kreatif agar patuh. Mereka diharapkan memahami bahwa situasi sekarang menuntut keselamatan, keamanan, dan kesehatan sebagai hal yang utama.
Selanjutnya, Sandiaga menjelaskan bahwa implementasi kebijakan bekerja dari Bali (work from Bali/WFB), pembukaan kembali pariwisata untuk wisman melalui skema travel corridor agreement, dan wisata vaksin mengikuti perkembangan situasi Covid-19. Ketiga kebijakan itu didesain adaptif.
Head of Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Rizal Taufikurahman, secara terpisah, berpendapat, di tengah situasi pandemi Covid-19, pemerintah semestinya tidak melulu fokus memperbaiki hilir kunjungan wisatawan. Hulu industri pariwisata jarang diperhatikan.
Hulu industri pariwisata tak kalah penting, seperti sumber daya manusia.
”Padahal, hulu industri pariwisata tak kalah penting, seperti sumber daya manusia. Mereka tetap perlu memperoleh kerja layak hingga dukungan pelatihan kompetensi,” katanya.
Masa pandemi Covid-19, lanjutnya, juga bisa dipakai untuk mengkaji ulang, mengevaluasi, dan memetakan kebutuhan industri pariwisata di tiap-tiap destinasi. Upaya ini juga mesti diikuti peninjauan ulang respons pasar terhadap keberadaan destinasi sampai pelayanannya.
”Kemajuan industri pariwisata menghasilkan multiefek ke sektor industri lain. Oleh karena itu, upaya memulihkannya pun perlu menggandeng sektor industri lain, seperti transportasi dan ekonomi kreatif,” ucap Rizal.