Dorong Lebih Banyak Pekerja Kelas Menengah, RI Perlu Terapkan Tiga Strategi Reformasi
Banyak pekerja di Indonesia yang berpenghasilan dan berketerampilan rendah. Lapangan kerja yang tercipta baru mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan, belum optimal menciptakan pekerja kelas menengah.
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pencari kerja berkeliling kawasan industri JIEP Pulogadung, Jakarta Timur, Selasa (8/9/2020).
JAKARTA, KOMPAS — Selama ini penciptaan lapangan kerja di Indonesia masih didominasi pekerjaan berupah rendah yang minim jaminan sosial dan peningkatan keterampilan kerja. Hal itu menyebabkan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia lambat dan bahkan turun akibat imbas pandemi Covid-19. Untuk itu, Bank Dunia merekomendasikan tiga strategi reformasi menciptakan dan membangun pekerja kelas menengah.
Hal itu mengemuka dalam webinar peluncuran laporan Bank Dunia bertajuk ”Pathways to Middle-class Jobs in Indonesia” yang disusun ekonom Bank Dunia, Maria Monica Wihardja dan Wendy Cunningham. Dalam acara yang digelar secara daring, Rabu (30/6/2021), ini Bank Dunia juga menghadirkan narasumber Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan ekonom Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, M Chatib Basri.
Bank Dunia mendefinisikan pekerjaan kelas menengah sebagai pekerjaan yang memiliki upah layak dan jaminan sosial ketenagakerjaan yang mengikat secara hukum. Merujuk pada Survei Angkatan Kerja Nasional, upah kelas menengah tersebut minimal sebesar Rp 3,75 juta per bulan (standar tahun 2018).
Monica mengatakan, masih banyak pekerja di Indonesia yang berpenghasilan dan berketerampilan rendah. Artinya, lapangan kerja yang tercipta baru mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.
”Lapangan kerja yang tercipta itu belum cukup optimal untuk meningkatkan pertumbuhan masyarakat berpenghasilan kelas menengah,” ujarnya.
Masih banyak pekerja di Indonesia yang berpenghasilan dan berketerampilan rendah. Artinya, lapangan kerja yang tercipta baru mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan.
Bank Dunia mencatat, dalam kurun waktu 2008-2018, sebanyak 39 juta pekerjaan diciptakan di sektor nonpertanian. Namun, 45,8 persen dari lapangan kerja yang tercipta pada periode tersebut adalah pekerjaan berupah rendah dan minim jaminan sosial.
Dari 85 juta pekerja yang mendapatkan upah di Indonesia pada 2018, hanya 13 juta pekerja atau 15 persen yang masuk kategori kelas menengah. Sementara hanya 3,5 juta pekerja yang mendapatkan upah di atas standar upah kelas menengah, berstatus pekerja tetap, dan mendapatkan jaminan ketenagakerjaan.
BADAN PUSAT STATISTIK
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2021
Pandemi Covid-19, lanjut Monica, semakin menghambat upaya menciptakan pekerja kelas menengah. Krisis akibat Covid-19 kian memperburuk pertumbuhan pekerja kelas menengah. Pangsa pekerja kelas menengah Indonesia yang sebesar 15,4 persen pada Agustus 2019 turun menjadi 10,2 persen pada Agustus 2020.
Tantangan tersebut menjadi semakin berat lantaran pengangguran dan angkatan muda yang masuk angkatan kerja semakin bertambah. Dalam laporannya, Bank Dunia menunjukkan, pada Agustus 2020, sebanyak 5,1 juta pekerja kehilangan pekerjaan sementara ataupun permanen karena Covid-19. Adapun 24 juta lainnya (satu dari lima pekerja) mengalami pengurangan jam kerja dan pendapatan.
Pada 2020, sebanyak 7 juta lulusan baru (termasuk lulusan universitas dan sekolah menengah) yang disebut sebagai bagian dari ”generasi Covid-19” siap memasuki angkatan kerja. Sementara angkatan muda yang tertunda memasuki angkatan kerja pada 2020 sekitar 300.000 orang.
Kendati begitu, Cunningham menambahkan, pandemi ini bisa menjadi peluang bertransformasi menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan menyediakan lapangan pekerjaan agar kelas menengah yang sudah ada tidak semakin tergerus atau turun kelas. Untuk mencapainya, Bank Dunia merekomendasikan tiga strategi reformasi membangun pekerja kelas menengah Indonesia.
Pertama, mengakselerasi pertumbuhan produktivitas di berbagai sektor. Caranya, dengan meningkatkan investasi asing langsung yang mengarah pada transfer teknologi serta membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terkait dengan sertifikasi produk, akses modal dan pasar, serta teknologi.
Kompas/Priyombodo
Beragam model dan jenis mesin dipamerkan dalam pameran Manufacturing Indonesia 2019 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat.
Kedua, membangun iklim transisi pekerjaan yang memungkinkan pekerja memiliki banyak pilihan sektor atau perusahaan yang lebih baik dan produktif. Misalnya, ketika ada perusahaan yang tutup, keluar dari Indonesia, atau terdisrupsi, pekerja bisa mudah mendapatkan gantinya. Langkah ini juga perlu ditopang dengan membangun sistem informasi lowongan pekerjaan yang memadai dan sistem jaminan kehilangan pekerjaan.
Ketiga, membangun pekerja yang memiliki keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi pekerjaan yang lebih produktif. Salah satu upayanya melalui peningkatan keterampilan (upskilling) dan penambahan keterampilan baru (reskilling).
Sementara itu, Chatib berpendapat, salah satu solusi penciptaan pekerja kelas menengah adalah mengupayakan investasi asing langsung berbasis teknologi masuk ke Indonesia. Hal ini akan meningkatkan produktivitas sekaligus keterampilan pekerja melalui transfer teknologi.
Khusus UMKM, pemerintah tidak cukup hanya memberikan uang dan pendampingan. Mereka juga harus diberikan akses pasar, misalnya melalui program digitalisasi.
Selain itu, lanjut Chatib, pemerintah harus mendorong perusahaan bisa menyerap tenaga kerja dan meningkatkan keterampilan pekerja. Tentu saja tidak dengan cara memaksa, tetapi dengan memberikan insentif bagi perusahaan yang mau menyerap calon tenaga kerja kelas menengah dan perusahaan asing yang mau mentransfer teknologinya.
”Kebijakan dan regulasinya sudah ada. Salah satunya adalah insentif pajak super deduction tax,” ujarnya.
Pemerintah harus mendorong perusahaan bisa menyerap tenaga kerja dan meningkatkan keterampilan pekerja. Salah satunya dengan memberikan insentif bagi perusahaan yang mau menyerap calon tenaga kerja kelas menengah dan perusahaan asing yang mau mentransfer teknologinya.
Insentif super deduction tax atau pengurangan pajak super diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 25 Juni 2019. Dalam regulasi ini disebutkan, perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan praktik kerja, pemagangan, dan atau pembelajaran untuk mengembangkan SDM berbasis kompetensi diberikan pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) paling tinggi 200 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan.
Adapun perusahaan yang melakukan penelitian dan pengembangan berbasis teknologi dan inovasi akan diberikan pengurangan PPh paling tinggi 300 persen dari jumlah biaya yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu. Selain itu, regulasi ini juga memberikan pengurangan PPh sebesar 60 persen dari jumlah penanaman modal untuk industri padat karya yang melakukan penanaman modal baru atau perluasan usaha di bidang tertentu.
Menurut Airlangga, pemerintah berkomitmen untuk menahan laju pertambahan pengangguran dan kemiskinan baik selama maupun setelah pandemi Covid-19. Selama pandemi, berbagai program bantuan sosial telah diberikan untuk memberikan bantalan ekonomi bagi masyarakat.
Pemerintah juga telah menggulirkan program Kartu Prakerja untuk meningkatkan atau menambah keterampilan baru bagi pekerja. Melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pemerintah juga merancang program jaminan kehilangan pekerjaan, membuka luas peluang wirausaha, dan mendorong kemitraan UMKM dengan badan usaha ataupun investor.
”Kami juga mendorong digitalisasi UMKM dan UKM naik kelas menjadi eksportir. Salah satunya adalah dengan memfasilitasi pembiayaan dari Eximbank sebesar Rp 50 miliar atau 3,5 juta dollar AS untuk setiap wirausaha,” katanya.