Realisasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 hingga 25 Juni telah mencapai Rp 237,5 triliun, setara dengan 34 persen dari total anggaran PEN yang dialokasikan dalam APBN 2021 senilai Rp 699,43 triliun.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Lonjakan kasus Covid-19 serta belum optimalnya sosialisasi menjadi dalih pemerintah atas lambatnya serapan anggaran dana pemulihan ekonomi nasional. Hingga paruh pertama tahun ini, serapan anggaran belum mencapai setengah dari pagu yang dialokasikan.
Kementerian Keuangan mencatat realisasi dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2021 hingga 25 Juni mencapai Rp 237,5 triliun. Jumlah itu setara dengan 34 persen dari total anggaran PEN yang dialokasikan dalam APBN 2021 senilai Rp 699,43 triliun.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kunta Wibawa mengatakan, setiap pos anggaran memiliki kendala penyerapan masing-masing. Namun, umumnya, lonjakan kasus Covid-19 menjadi hambatan dari rendahnya penyerapan dana PEN di setiap pos anggaran.
Pemerintah terus memonitor program-program yang kurang tepat sasaran. Dengan pemetaan tersebut, alokasi bisa digeser ke sektor lain yang dianggap lebih penting.
Selain karena lonjakan kasus Covid-19, lanjut Kunta, sosialisasi juga masih perlu ditingkatkan agar bantuan untuk dunia usaha, termasuk pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), bisa memanfaatkan insentif yang diberikan pemerintah.
”Untuk mengatasi itu, pemerintah terus memonitor program-program yang kurang tepat sasaran. Dengan pemetaan tersebut, alokasi bisa digeser ke sektor lain yang dianggap lebih penting,” ujar Kunta dalam sesi diskusi virtual yang berlangsung Rabu (30/6/2021).
Dari total realisasi dana PEN, penyerapan untuk kluster kesehatan tercatat sebesar Rp 45,5 triliun atau 26,3 persen dari pagu yang ditetapkan sebesar Rp 172,84 triliun. Kemudian, realisasi dana perlindungan sosial mencapai Rp 65,36 triliun atau 44 persen dari pagu Rp 148,27 triliun.
Anggaran untuk dukungan UMKM dan koperasi telah terealisasi senilai Rp 50,93 triliun atau 26,3 persen dari pagu Rp 193,74 triliun. Adapun untuk sektor-sektor prioritas, anggaran PEN terserap Rp 39,79 triliun atau 31,1 persen dari pagu Rp 127,85 triliun. Terakhir, dukungan insentif usaha untuk sektor industri tercatat terserap Rp 36 triliun, mencapai 63,3 persen dari pagu Rp 56,73 triliun.
Realisasi penyerapan dana pemulihan ekonomi nasional mengalami kenaikan ketimbang periode yang sama tahun lalu. Realisasi pemulihan ekonomi nasional baru Rp 124 triliun dari total alokasi anggaran. Lambatnya penyerapan dana PEN sepanjang 2020 terjadi karena anggaran baru dikucurkan pada Maret saat Covid-19 pertama kali masuk ke Indonesia.
”Pemerintah berkomitmen untuk terus melakukan percepatan agar dana PEN bisa memberikan dampak lebih besar bagi daya beli masyarakat dan mendukung perekonomian,” ujarnya.
Dihubungi secara terpisah, peneliti makroekonomi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, Teuku Riefky, menuturkan, penyerapan anggaran PEN sampai saat ini terkesan masih relatif lamban. Hal tersebut disebabkan masih ada ketimpangan dalam program anggaran PEN.
Menurut Riefky, terdapat beberapa isu yang menyebabkan penyerapan anggaran PEN masih lambat. Salah satunya, beberapa program PEN merupakan campuran antara belanja pemerintah pusat dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sehingga ada realisasi yang memang masih perlu digenjot.
Selain itu, terdapat kendala dari sisi penyertaan modal negara. Ini biasanya memang disalurkan pada akhir tahun karena dibutuhkan peraturan pemerintah untuk proses penyaluran tersebut. Kendala lainnya adalah soal belanja kementerian lembaga.
”Belanja kementerian lembaga pada program prioritas PEN memang sebagian besar bentuknya belanja modal. Ini yang memang seharusnya terus didorong dan dimonitor untuk bisa mencapai target-target ekonomi yang dicanangkan pemerintah,” kata Riefky.
Kontribusi UMKM
Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM Eddy Satriya mengatakan, hampir seperempat alokasi dana PEN digunakan untuk kluster UMKM dan koperasi mengingat kontribusi sektor UMKM cukup signifikan untuk mendorong perekonomian nasional.
Pemerintah memberikan dukungan dalam program PEN 2021 berupa subisidi bunga, penempatan dana pemerintah pada bank umum, imbal jasa penjaminan, penjaminan loss limit, hingga Bantuan Produktif untuk Usaha Mikro (BPUM) senilai Rp 1,2 juta kepada setiap penerima.
”Dalam rangka menggenjot pertumbuhan di triwulan II-2021, kami telah mencairkan dana BPUM kepada 9,8 juta penerima dengan total mencapai Rp 11,76 triliun. Kita sedang proses DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) untuk penambahan jumlah penerima 3 juta lagi,” kata Eddy.
Ia tidak menampik pengetatan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berskala mikro berpotensi menghambat sisa penyaluran BPUM.
Namun, berbagai cara akan dilakukan untuk mempercepat penyaluran BPUM kepada 3 juta penerima. Salah satunya, memanfaatkan data dalam Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Daring (Online Single Submission).
”Kita tidak bisa memungkiri bahwa pembatasan PPKM ini intinya memang menjaga jarak, mengurangi kerumunan. Tentu saja kelancaran penyaluran bantuan berpotensi terganggu, baik proses pendataan maupun proses pencairannya,” ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Endra S Atmawidjaja memastikan pemerintah tidak akan menghentikan pekerjaan proyek infrastruktur akibat meningkatnya kasus Covid-19. Pasalnya, sektor infrastruktur menjadi salah satu tumpuan untuk membantu pemulihan ekonomi.
Sejumlah program yang dijalankan Kementerian PUPR untuk mendorong pemulihan ekonomi di antaranya melalui implementasi program padat karya tunai, dukungan sektor pariwisata, ketahanan pangan, pengembangan kawasan industri, dan pengembangan infrastruktur teknologi informasi.
”Kementerian PUPR juga bekerja sama dengan BUMN dan para investor supaya masyarakat bisa punya kesempatan bekerja. Sebab, ini penting sekali untuk menjaga putaran roda ekonomi nasional,” ujarnya.