Penyediaan perumahan masih menghadapi tantangan berat. Saat pertumbuhan KPR menunjukkan pemulihan, kebijakan penanganan pandemi Covid-19 yang kembali merajalela menjadi kekhawatiran para pengembang properti.
Oleh
Stefanus Osa Triyatna
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyediaan perumahan masih menghadapi tantangan berat. Persentase kredit kepemilikan rumah atau KPR terhadap produk domestik bruto tahun 2019 hanya sekitar 2,9 persen. Angka ini sangat rendah dibandingkan dengan negara lain. Pemerintah menargetkan rasio KPR terhadap PDB bisa naik menjadi sebesar 4 persen tahun 2024.
Direktur Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D Poerwanto dalam webinar nasional ”Peluang dan Tantangan Industri Properti Dalam Pemulihan Ekonomi Nasional” di Jakarta, Rabu (30/6/2021), mengatakan, permasalahan yang dihadapi sektor properti masih berkutat pada subsidi rumah kurang efisien, urban sprawl (pengembangan kota), serta masih banyak rumah tidak layak huni.
Khusus menangani masyarakat yang menghuni rumah tidak layak, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional ke-4, pemerintah menargetkan rumah tangga yang menempati rumah layak dari semula 56,5 persen menjadi sebesar 70 persen atau ekuivalen dengan 11 juta rumah tangga.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah menetapkan skenario berupa intervensi langsung dan tidak langsung. Kementerian PUPR berperan lebih besar pada penanganan intervensi langsung melalui program pembangunan perumahan, fasilitasi peningkatan kualitas dan pembiayaan perumahan, bantuan subsidi perumahan, penyediaan infrastruktur permukiman, serta pembinaan dan penanganan permukiman kumuh. Target skenario penanganan ini sebesar 5 juta unit rumah.
Pemerintah menargetkan rumah tangga yang menempati rumah layak dari semula 56,5 persen menjadi sebesar 70 persen atau ekuivalen dengan 11 juta rumah tangga.
Menurut Eko, properti akan selalu menjadi sektor terdepan, baik saat ini maupun mendatang. Bisnis properti akan memiliki efek berlipat ganda yang menggerakan sekitar 170 industri. Perlu diakui, sektor properti merupakan sektor yang penting karena mampu menarik dan mendorong berbagai sektor ekonomi, mulai dari sektor jasa, bahan bangunan, hingga memengaruhi perkembangan sektor keuangan, serta berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
”Saat pandemi Covid-19, salah satu sektor yang berpengaruh pada ketahanan perekonomian adalah sektor properti, dalam hal ini perumahan. Karena itu, pemerintah sudah dan akan terus memberikan insentif demi keberlangsungan sektor ini,” ujar Eko.
Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Haru Koesmahargyo mengatakan, dampak Covid-19 sesungguhnya sudah sangat terlihat pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang anjlok sejak triwulan I-2020. Walaupun pertumbuhan ekonomi triwulan III-2020 hingga triwulan I-2021 mulai menunjukkan peningkatan, angka pertumbuhan masih terlihat minus.
Di tengah perekonomian nasional yang mengalami kontraksi, sektor perumahan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Ini terlihat dari tumbuhnya KPR dibandingkan dengan kredit lainnya di perbankan nasional. Dalam Laporan Uang Beredar Bank Indonesia tahun 2021, pertumbuhan kredit nasional pada triwulan I-2020 yang mencapai 7,2 persen terus terjadi penurunan. Bahkan, pada triwulan I-2021 mencapai minus 3,8 persen.
Di tengah perekonomian nasional yang mengalami kontraksi, sektor perumahan menunjukkan pertumbuhan yang positif. Ini terlihat dari tumbuhnya KPR dibandingkan denan kredit lainnya di perbankan nasional.
Sementara itu, pertumbuhan KPR nasional pada triwulan I-2020 yang mencapai 4,3 persen hanya menurun drastis pada triwulan III-2020 menjadi 2,1 persen. Selanjutnya, di triwulan IV-2020 naik menjadi 3,4 persen dan triwulan I-2021 naik tipis mencapai 3,6 persen.
”Ini menunjukkan, sektor perumahan cukup kuat, relatif mampu menghadapi krisis. Buktinya, pertumbuhan KPR nasional tumbuh,” kata Haru.
Bank BTN berkomitmen mempercepat pemulihan ekonomi nasional melalui sektor properti. Hingga Maret 2021, pemerintah telah menempatkan dana PEN sebesar Rp 10 triliun. Dari dana tersebut, BTN telah menyalurkan kredit sebesar Rp 12,49 triliun kepada sekitar 34.000 debitor.
Sementara untuk penjaminan kredit, BTN telah menyalurkan dana penjaminan UMKM sebesar Rp 565 miliar kepada 246.000 debitor. Terkait dengan subsidi bunga kredit, BTN pun telah menyalurkan subsidi bunga UMKM dan KPR sebesar 2,49 triliun kepada 1,15 juta debitor.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, BTN mengakui perlu ada restrukturisasi pinjaman bagi nasabah yang terdampak pandemi ini. Pihaknya berupaya membantu semaksimal mungkin persoalan kredit consumer ataupun komersial.
”Kita lihat, bila kondisi saat ini nasabah memiliki pinjaman KPR, misalnya, lalu mengalami penurunan pendapatan, tentu akan dipertimbangkan kembali terkait dengan kreditnya. Kami akan bantu supaya tidak masuk kategori NPL sehingga saat pulih, aktivitas usahanya bisa dilanjutkan kembali,” ujar Haru.
Managing Director Sinar Mas Land Alim Gunadi mengatakan, walaupun pandemi belum berakhir, pengalaman selama setahun dengan berbagai terobosan kreatif yang diciptakan para pengembang melalui berbagai teknologi digital justru membangun optimisme baru. Ada tiga faktor yang mendukung, yakni stimulus Pajak Pertambahan Nilai (PPN), tingkat suku bunga BI yang rendah, dan program uang muka nol persen.
”Tiga faktor ini bisa mendorong game changer untuk industri pada tahun 2021,” ujar Alim.
Dalam kondisi pandemi Covid-19, BTN mengakui perlu adanya restrukturisasi pinjaman bagi nasabah yang terdampak pandemi ini.
Menurut Alim, industri properti bisa pulih lebih cepat disebabkan, pertama-tama, adanya vaksinasi Covid-19. Properti sebenarnya sangat tergantung dari pergerakan orang. Kadang, orang yang ingin membeli properti membutuhkan kunjungan ke kantor pemasaran atau melihat unit contoh.
Alim juga menunjukkan harapan pengembang agar pemerintah melanjutkan proyek-proyek strategis nasional, seperti pembangunan jalan tol, bandara, pelabuhan, dan sebagainya sehingga muncul pertumbuhan sentra-sentra ekonomi baru. Adanya belanja pemerintah ini mendorong perekonomian nasional.
Pengembang pun akan menyinkronisasikan kebijakan pemerintah, antara lain penetapan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Di Batam, misalnya, Sinar Mas Land akhirnya membidik pengembangan properti di sana. Pengembang lain pun akan tergerak melakukan pengembangan di sekitar KEK lainnya.
”Yang tak kalah pentingnya sebagai game changer adalah Undang-Undang Cipta Kerja sebagai pendorong industri properti, terutama terkait dengan kebijakan yang bisa mendukung industri properti menjadi lebih jelas secara hukum. Mudah-mudahan bisa mendorong kebutuhan rumah yang mencapai 11 juta unit,” kata Alim.