Pemerintah menerbitkan regulasi yang melarang ekspor benih bening lobster untuk tujuan pengembangan budidaya lobster di dalam negeri. Perlu peta jalan budidaya agar Indonesia bisa menjadi pemain utama dan berdaya saing.
Oleh
BM Lukita Grahadyarini
·4 menit baca
Kebijakan yang dinantikan pelaku usaha budidaya lobster akhirnya tiba. Pemerintah menerbitkan regulasi yang melarang ekspor benih bening lobster untuk tujuan pengembangan budidaya lobster di dalam negeri.
Larangan ekspor benih lobster diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp), dan Rajungan (Portunus spp) di Wilayah Negara Republik Indonesia, yang diundangkan pada 4 Juni 2021. Aturan itu merupakan revisi terhadap aturan sebelumnya, yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 12/2020.
Indonesia memiliki potensi menjadi eksportir lobster terbesar dan berpeluang menyalip Vietnam. Akan tetapi, jutaan benih lobster asal Indonesia setiap tahun dipasok ke Vietnam sehingga menjadikan negara itu terdepan dalam ekspor lobster hasil budidaya. Sebaliknya, budidaya lobster di Indonesia tiarap dalam kurun waktu 2014-2019 akibat regulasi yang melarang penangkapan benih lobster.
Tahun lalu, pemerintah merilis kebijakan menghidupkan kembali budidaya lobster. Namun, jalan budidaya terjal dan berliku sebagai dampak dibukanya keran ekspor benih lobster. Alih-alih membangkitkan budidaya di dalam negeri, pembudidaya lobster goyah kesulitan mendapatkan benih. Sebagian besar benih lobster dipasok ke Vietnam. Budidaya jalan di tempat.
Jutaan benih lobster asal Indonesia setiap tahun dipasok ke Vietnam sehingga menjadikan negara itu terdepan dalam ekspor lobster hasil budidaya.
Bergulirnya regulasi baru terkait larangan ekspor benih untuk pengembangan budidaya lobster mengawali babak baru kebangkitan industri lobster di Tanah Air. Jika skema penghentian ekspor benih lobster ini berjalan mulus, Indonesia berpeluang bangkit, bahkan digdaya sebagai pengekspor terbesar lobster di dunia.
Namun, upaya menggenjot budidaya lobster di Tanah Air tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ibarat pemula, dibutuhkan pendampingan teknis dari hulu hingga hilir serta tata kelola budidaya lobster. Pengaturan benih yang boleh ditangkap, kecukupan pakan, penanganan penyakit, teknologi pembesaran lobster, hingga dukungan pasar menjadi syarat mendasar untuk bisa bangkit.
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mencatat, hingga kini belum ada data valid jumlah ketersediaan benih lobster di perairan Indonesia, sedangkan penangkapan benih terus berlangsung. Tanpa basis data yang akurat, kesalahan lama eksploitasi benih lobster dikhawatirkan berulang dan mengancam sumber daya.
Di sisi lain, penyelundupan benih bening lobster masih terus berlangsung karena keuntungan sesaat yang menggiurkan. Beberapa waktu lalu, penyelundupan benih lobster terbesar tahun 2021 di Sumatera Selatan terungkap. Tim gabungan Bea dan Cukai Sumatera bagian timur, Polda Sumsel, dan Balai Karantina Ikan Palembang menggagalkan penyelundupan 225.664 benih lobster senilai Rp 33,84 miliar. Benih yang berasal dari Pantai Krui, Kabupaten Pesisir Barat Lampung, itu, menurut rencana, hendak dikirim ke Malaysia dengan harga mencapai Rp 150.000 per ekor.
Pengaturan benih yang boleh ditangkap, kecukupan pakan, penanganan penyakit, teknologi pembesaran (budidaya) lobster, hingga dukungan pasar menjadi syarat mendasar untuk bisa bangkit.
Sebelumnya, Januari hingga pertengahan Juni 2021, Bea Cukai mencatat lima kasus penindakan penyelundupan 228.810 benih lobster dengan nilai Rp 9,77 miliar. Sepanjang 2020, sewaktu kebijakan ekspor benih lobster masih dibuka, terdata 18 kali penyelundupan yang digagalkan Bea Cukai dengan total 2,83 juta benih senilai Rp 47,29 miliar.
Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan KKP mencatat, ada sejumlah modus baru yang kerap digunakan penyelundup, antara lain menggunakan koper dan mencampur paket benih bening lobster dengan mainan atau baju anak-anak, dicampur dengan nener bandeng atau memanfaatkan jasa kargo barang menggunakan dokumen produk garmen.
Kebijakan larangan perlu diikuti sinergi penegakan hukum untuk bisa menutup penyelundupan benih. Tanpa pengawasan yang kuat, masalah penyelundupan benih tetap akan membelit. Tantangan lain adalah peta jalan budidaya lobster. Meski lobster telah ditetapkan sebagai komoditas unggulan perikanan budidaya, hingga kini belum ada peta jalan, program, dan target pengembangan budidaya. Pemerintah masih menyusun pedoman umum budidaya lobster meski usaha skala rakyat mulai bergeliat di sejumlah lokasi.
Di tengah jalan sunyi usaha budidaya lobster, muncul tren serangan penyakit susu (milky disease) pada lobster. Ancaman penyakit perlu segera diantisipasi dengan penataan dan pendampingan cara budidaya yang baik.
Jalan menuju kebangkitan budidaya lobster masih panjang. Keseriusan pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk mengurai masalah dan mendorong industri lobster perlu dibuktikan agar gereget budidaya lobster tidak berujung kegagalan dan memicu geregetan (kejengkelan) karena kesempatan yang terbuang begitu saja.