Indonesia menjadi negara dengan pemulihan kinerja ekspor paling cepat di antara negara-negara kawasan Asia Pasifik.
Oleh
Benediktus Krisna Yogatama
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menjadi negara dengan pemulihan kinerja ekspor paling cepat di antara negara-negara kawasan Asia Pasifik. Membaiknya perekonomian di Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan China menjadi faktor pendorong utama meningkatnya ekspor Indonesia.
Demikian hasil riset yang dirilis lembaga pemeringkat global, Moody’s Analytics, Jumat (25/6/2021). Hasil analisis itu ditulis oleh Chief APAC (Asia Pacific) Economist Moody’s Analytics Steve Cochrane dan Senior APAC Economist Moody’s Analytics Katrina Ell.
Riset tersebut membandingkan kinerja ekspor periode Maret-Mei 2021 dengan periode Oktober-Desember atau triwulan IV-2019 pada negara-negara di Asia Pasifik. Periode triwulan IV-2019 dipilih karena merupakan triwulan terakhir sebelum pandemi melanda dunia.
Pengukuran menggunakan nilai 90-120. Nilai 100 artinya kinerja ekspor saat ini sudah menyamai kinerja ekspor triwulan keempat 2019. Adapun nilai di bawah 100 artinya kinerja ekspor saat ini masih di bawah kinerja triwulan IV-2019.
Berdasarkan riset tersebut, Indonesia mendapatkan skor 118, yang merupakan tertinggi dibandingkan negara-negara Asia Pasifik lainnya. Peringkat kedua adalah India dengan skor 117, diikuti Taiwan dengan skor 114. Tercatat ada dua negara yang nilainya di bawah 100, yaitu Filipina dan Selandia Baru.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia pada Maret-Mei 2021 mencapai 53,43 miliar dollar AS. Nilai tersebut memang lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor triwulan keempat 2019 yang sebesar 43,35 miliar dollar AS.
Menurut Moody’s Analytics, kinerja ekspor akan menjadi fondasi perekonomian negara-negara Asia Pasifik pascapandemi. Meningkatnya harga komoditas dan permintaan global telah menggairahkan kembali kegiatan ekonomi wilayah Asia Pasifik.
”Ekspor diperkirakan akan terus bertumbuh seiring dengan perbaikan ekonomi AS dan negara-negara Eropa. Vaksinasi massal di negara-negara itu membuat perekonomian kembali menggeliat dan permintaan barang juga meningkat,” tulis Cochrane dan Ell dalam riset tersebut.
Pemulihan global
Meski pemulihan global berdampak pada peningkatan ekspor, negara-negara berkembang Asia Pasifik, termasuk Indonesia, harus mengantisipasi potensi pengetatan moneter dari Amerika Serikat. Pulihnya ekonomi domestik AS dan negara-negara Eropa bisa mendorong otoritas moneter di negara-negara tersebut mengetatkan moneter dengan menaikkan suku bunga yang berpotensi memicu larinya dana (capital outflow) di negara-negara berkembang. Hal ini bisa mengganggu stabilitas sistem keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Chief Investment Officer Bank DBS Hou Wey Fook kemarin menjelaskan, ekonomi AS diperkirakan bakal tumbuh 6 persen tahun ini setelah terkontraksi minus 3,5 persen tahun lalu. Pemulihan ekonomi AS yang berbentuk kurva V dikhawatirkan akan memicu inflasi yang tecermin dari meningkatnya harga komoditas. Hal ini tentu akan memantik respons kebijakan otoritas moneter untuk menaikkan suku bunga.