Pangsa pasar yang bisa diraih dari bisnis ”sustainability” mencapai kira-kira 200 kali lipat dibandingkan dengan aset dan pendapatan perusahaan saat ini.
Oleh
M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Bakrie&Brothers Tbk mengucurkan modal sekitar Rp 1,23 triliun untuk menggarap bisnis yang sarat dengan kelestarian atau sustainability. Modal tersebut digunakan untuk mengimpor bus listrik dan membangun pabrik yang menopang fasilitasnya serta pengembangan pembangkit listrik tenaga surya.
Presiden Direktur PT Bakrie&Brothers Tbk Anindya Bakrie menilai, pandemi Covid-19 telah menimbulkan gelombang tren bisnis kelestarian. Dengan menambahkan manajemen modern pada infrastruktur bisnis yang sudah ada sehingga dapat mengakselerasi pertumbuhan, korporasi pun mengalihkan fokus ke lini kelestarian.
”Pangsa pasar yang bisa diraih dari bisnis sustainability tersebut mencapai kira-kira 200 kali lipat dibanding aset dan revenue korporasi saat ini,” ujarnya saat konferensi pers yang diselenggarakan secara daring, Jumat (25/6/2021).
Salah satu lini bisnis kelestarian itu ialah angkutan besar (heavy mobility). Melalui anak usaha PT Bakrie Autoparts, korporasi menggarap proyek pengadaan bus listrik bernama VEKTR. Pada 2030, perusahaan menargetkan dapat menjadi salah satu produsen bus listrik (original equipment manufacturer).
Pada 2030, perusahaan menargetkan dapat menjadi salah satu produsen bus listrik (original equipment manufacturer).
Saat ini, PT Bakrie Autoparts memegang izin merek BYD Automobile, sebuah perusahaan otomotif asal China. Anindya menyebutkan, perusahaan menjalin relasi antarbisnis dengan BYD Automobile dengan mengimpor bus listrik yang tetap memenuhi ketentuan tingkat komponen dalam negeri.
Dia menyebutkan, belanja modal untuk mengimpor bus listrik pada 2021 mencapai 30 juta dollar AS atau sekitar Rp 433,4 miliar. Korporasi juga menyiapkan 50 juta dollar AS atau senilai Rp 722,3 miliar untuk membangun pabrik penyokong bus listrik. Sumber pendanaan berasal dari arus kas internal serta kerja sama dengan perbankan dan vendor.
Presiden Direktur PT Bakrie Autoparts Dino A Ryandi memerinci, korporasi akan mendatangkan 100 bus listrik untuk PT Transjakarta sepanjang 2021. Jumlah bus listrik pada tahap pertama mencapai 30 unit dan sebanyak 20 unit di antaranya sudah terealisasi.
Selain itu, perusahaan akan mulai membangun pabrik perakitan di Bakauheni, Lampung, pada tahun ini. Dia menargetkan, pembangunan berlangsung selama 7-8 bulan sehingga dapat mulai beroperasi pada triwulan III-2022. Demi menunjang pemanfaatan komponen lokal pada bus listrik, korporasi menggandeng PT Len Industri (Persero), PT Pindad (Persero), dan PT Barata Indonesia.
Korporasi juga menyiapkan 50 juta dollar AS atau senilai Rp 722,3 miliar untuk membangun pabrik penyokong bus listrik.
Potensi pasar yang ingin digarap oleh korporasi berorientasi pada target pemerintah dalam pengadaan kendaraan listrik, khususnya angkutan berat. Perusahaan memperkirakan, total pengadaan yang akan dilakoni Indonesia demi memenuhi komitmen Perjanjian Paris mencapai 2 juta bus listrik dan 5 juta truk listrik. Pengadaan ini setara dengan 220 miliar dollar AS.
Selain bekerja sama dengan Transjakarta, Dino mengatakan telah menjajaki kolaborasi dengan operator bus lain, seperti PT Mayasari Bakti dan DAMRI. Perusahaan juga akan turut menggarap pengadaan bus perusahaan swasta, misalnya Bigbird dari PT Blue Bird Group.
Sementara itu, CEO PT Helio Synar Energi Ronald N Sinaga menyebutkan, belanja modal perusahaan tahun ini berkisar Rp 75 miliar. Salah satu proyek yang sedang dijalankan ialah PLTS Selayar Hybrid di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan, dengan kapasitas puncak mencapai 1,3 megawatt peak (MWp). Proyek ini ditargetkan beroperasi secara komersial pada Desember 2021.
Total potensi pasar dari target pengadaan pembangkit listrik pemerintah berkisar 2.000 MW. Dia mengatakan, perusahaan akan menyasar membangun PLTS dengan kapasitas total 100 MW. Dari target pengadaan PLTS atap sebesar 320 MW, korporasi mengincar 67 MW.