Pandemi Covid-19, Durasi Akses Internet di Indonesia Bertambah Tiga Jam Lebih Lama
Semakin lama beraktivitas jarak jauh melalui platform daring, semakin besar konsumsi data internet. Fenomena ini bisa dimanfaatkan operator telekomunikasi seluler untuk menciptakan layanan ataupun solusi digital.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembatasan sosial karena pandemi Covid-19 mendorong aktivitas dominan dilakukan secara jarak jauh atau dalam jaringan. Akibatnya, tren konsumsi data internet merangkak naik.
Pada situasi yang sama, penggelaran komersial layanan berteknologi akses seluler 5G mulai dilakukan sehingga semakin meningkatkan konsumsi data internet. Operator telekomunikasi semestinya memanfaatkan kondisi itu untuk menciptakan produk solusi digital, bukan terbatas pada paket data internet.
Dalam laporan riset The Future Urban Reality yang disampaikan oleh Head of ConsumerLab Ericsson Jasmeet Sethi, Kamis (24/6/2021), di Jakarta, rata-rata konsumen di Indonesia mengakses internet lebih lama 3 jam selama pandemi Covid-19 atau menjadi 8 jam 45 menit per hari. Sebagian besar waktu mengakses internet tersebut berlangsung di depan layar ponsel pintar, diikuti komputer jinjing, komputer, dan sabak elektronik.
Rata-rata konsumen di Indonesia mengakses internet lebih lama 3 jam selama pandemi Covid-19 atau menjadi 8 jam 45 menit per hari. Sebagian besar waktu mengakses internet tersebut berlangsung di depan layar ponsel pintar, diikuti komputer jinjing, komputer, dan sabak elektronik.
Durasi mengakses internet selama itu digunakan konsumen untuk berinteraksi segala kebutuhan bekerja jarak jauh, mengikuti pembelajaran jarak jauh, belanja daring, menonton hiburan, dan menjalankan usaha. Perilaku-perilaku ini diperkirakan menjadi normal baru pada masa depan. Konsumen akan semakin terbiasa berkegiatan jarak jauh dan tergantung dengan pengalaman layanan digital.
Ericsson, melalui risetnya, juga menemukan sekitar 19 persen pengguna ponsel pintar di perkotaan di Indonesia telah mempunyai ponsel pintar yang mendukung 5G. Mereka memainkan aplikasi berteknologi augmented reality (AR) atau teknologi yang memperoleh penggabungan secara nyata terhadap konten digital yang dibuat oleh komputer di dunia fisik selama 3 jam lebih lama per minggu dibandingkan dengan pengguna ponsel pintar berteknologi 4G. Pengguna ponsel pintar 5G juga memainkan enhanced media 1,5 jam lebih lama per minggu dibandingkan dengan pengguna ponsel pintar 4G.
”Konsumsi data internet naik 1,2 kali lipat lebih tinggi di kalangan konsumen Indonesia yang telah menggunakan ponsel pintar 5G,” ujar Jasmeet.
Jasmeet mengatakan, selama 2-3 tahun mendatang, pemakai layanan komersial 5G di Indonesia kemungkinan besar masih konsumen ritel (individu). Jenis konsumen ritel yang dia maksud tergolong mampu karena bersedia membayar paket data internet 50 persen lebih mahal demi mendapatkan pengalaman daring dengan kecepatan tinggi, stabil, dan berbagai solusi digital.
Ketika infrastruktur jaringan telekomunikasi telah merata dan ketersediaan pita frekuensi memadai, dia memperkirakan, pada saat itulah utilisasi 5G untuk segmen pasar bisnis ke bisnis bisa maksimal. Saat ini, sejumlah operator telekomunikasi telah memiliki produk solusi digital untuk segmen pasar bisnis ke bisnis memakai jaringan 4G dan 5G, tetapi kontribusi pendapatannya belum besar.
”Masih lebih besar pendapatan dari segmen pasar bisnis ke konsumen (ritel/individu),” katanya.
Vice President Ericsson Indonesia Ronni Nurmal menambahkan, tren peningkatan pertumbuhan konsumsi data internet bisa menjadi tantangan tersendiri bagi operator telekomunikasi. Apalagi, jika operator telekomunikasi sudah menggelar komersial layanan berteknologi akses seluler 5G. Konsumsi data internet bisa membesar.
”Teknologi akses seluler 5G menjanjikan efisiensi ongkos operasional bagi operator telekomunikasi. Oleh karena itu, mereka semestinya semakin inovatif menciptakan produk solusi digital,” tuturnya.
Rata-rata konsumsi data internet per pengguna ponsel pintar di kawasan Asia Tenggara dan Oseania saat ini 6 gigabit (GB) per bulan. Ericsson memperkirakan, pada 2026 seiring dengan semakin meratanya 4G dan meluasnya penggelaran 5G, rata-rata konsumsi data internet per pengguna ponsel pintar naik menjadi 39 GB per bulan. Rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 36 persen per tahun.
Rata-rata konsumsi data internet per pengguna ponsel pintar di kawasan Asia Tenggara dan Oseania saat ini 6 gigabit per bulan. Ericsson memperkirakan, pada 2026, seiring semakin meratanya 4G dan meluasnya penggelaran 5G, rata-rata konsumsi data internet per pengguna ponsel pintar naik menjadi 39 GB per bulan. Rata-rata kenaikan konsumsi mencapai 36 persen per tahun.
Fitch Rating dalam laporan APAC Telcos to Consolidate in Pursuit of 5G Scale (23 Juni 2021) mengatakan, berinvestasi pada teknologi 5G menuntut operator telekomunikasi punya neraca keuangan yang kuat. Di Asia Pasifik, para pelaku industri telekomunikasi bersaing ketat.
Dalam laporan itu, hasil analisis Fitch Rating menyebutkan, monetisasi data internet tetap menjadi tantangan sebagian besar operator telekomunikasi di Asia Pasifik, termasuk di Indonesia. Situasi ini diperburuk oleh persaingan harga dan kurangnya diferensiasi produk antaroperator telekomunikasi.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys berpendapat, menjalankan bisnis untuk segmen bisnis ke bisnis berbeda dengan segmen konsumen ritel. Kedua belah pihak, yakni operator telekomunikasi dan korporat, harus berkembang bersama selama memanfaatkan solusi digital.
”Penyelenggara telekomunikasi menyediakan solusinya, sementara korporat menyediakan sistem pemanfaatannya dan tenaga kerja. Realisasinya dijalankan bersama-sama,” katanya saat ditanya tantangan operator telekomunikasi dalam membesarkan bisnis solusi digital untuk segmen bisnis ke bisnis.
Group Head East Region PT XL Axiata Tbk Dodik Ariyanto menyebutkan, selama dua tahun terakhir, lalu lintas konsumsi data internet di jaringan XL Axiata naik 183 persen. Konsumsi data internet yang membesar bukan hanya terjadi di Jawa, melainkan juga luar Jawa. Sulawesi, misalnya. Di pulau ini, XL Axiata memiliki lebih dari 7.000 pemancar dan 40 persen di antaranya berteknologi 4G. Jumlah keseluruhan pelanggan mencapai lebih dari 2,5 juta.
”Selain pemancar berteknologi 4G, kami juga melakukan fiberisasi (mengganti atau menggelar kabel telekomunikasi menjadi berwujud fiber optik) di sana. Secara khusus di Sulawesi Utara, fiberisasi jaringan XL Axiata baru mencapai 22 persen,” tuturnya.